~Karya Original~
[Kolaborasi dari dua Author/BigMan and BaldMan]
[Update setiap hari]
Sebuah ramalan kuno mulai berbisik di antara mereka yang masih berani berharap. Ramalan yang menyebutkan bahwa di masa depan, akan lahir seorang pendekar dengan kekuatan yang tak pernah ada sebelumnya—seseorang yang mampu melampaui batas ketiga klan, menyatukan kekuatan mereka, dan mengakhiri kekuasaan Anzai Sang Tirani.
Anzai, yang tidak mengabaikan firasat buruk sekecil apa pun, mengerahkan pasukannya untuk memburu setiap anak berbakat, memastikan ramalan itu tak pernah menjadi kenyataan. Desa-desa terbakar, keluarga-keluarga hancur, dan darah terus mengalir di tanah yang telah lama ternodai oleh peperangan.
Di tengah kekacauan itu, seorang anak lelaki terlahir dengan kemampuan yang unik. Ia tumbuh dalam bayang-bayang kehancuran, tanpa mengetahui takdir besar yang menantinya. Namun, saat dunia menjerumuskan dirinya ke dalam jurang keputusasaan, ia harus memilih: tetap bersembunyi/melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 - Putri dari Dunia Lain
Ilustrasi figur Liliane.
...----------------...
Musim dingin telah mencapai puncaknya. Salju menutupi jalanan desa dengan selimut putih yang dingin, menciptakan suasana sunyi yang hanya dipecahkan oleh derit kayu saat penduduk berjalan di atasnya.
Uap napas keluar dari mulut Sora dalam hembusan tipis ketika ia melangkah melewati jalan berbatu yang sebagian tertutup es.
Hari ini, seperti biasa, ia berencana pergi ke danau untuk menangkap ikan bersama teman-temannya. Musim dingin membuat ikan lebih sulit ditangkap, tetapi itu bukan alasan untuk menyerah.
Sora menyandang ember kayu di punggungnya dan membawa tombak kecil yang ia buat sendiri.
Namun, saat ia hampir mencapai persimpangan utama desa, suara derap kuda yang menggema di udara dingin membuatnya berhenti.
Duk-duk-duk!
Dari kejauhan, ia melihat sebuah kereta kuda yang tidak biasa.
Kereta itu berlapis kayu mahoni yang dipernis halus, dihiasi ukiran rumit berwarna emas di sisi-sisinya. Dua ekor kuda cokelat berotot menariknya dengan langkah gagah, sementara dua pria bersenjata berjalan di kedua sisi kereta, mata mereka awas mengamati sekitar.
Penduduk desa yang sedang beraktivitas perlahan menghentikan pekerjaan mereka, saling berbisik dengan rasa penasaran.
"Siapa mereka?" seorang pria tua bergumam.
"Tak pernah kulihat orang sekaya ini datang ke desa kita..." bisik seorang ibu sambil merapatkan selendangnya agar lebih hangat.
Sora berdiri di tepi jalan, matanya tajam mengamati kereta itu saat melambat.
Dari dalam, ia bisa melihat seorang pria paruh baya dengan janggut rapi duduk dengan postur tenang. Pakaiannya tebal, terbuat dari kain mahal yang tidak biasa ditemukan di desa terpencil seperti ini.
Di sampingnya, seorang wanita berwajah anggun mengenakan kimono sutra berwarna lembut, tampak begitu kontras dengan lanskap bersalju di belakangnya.
Namun, yang paling menarik perhatian Sora adalah anak perempuan yang duduk di antara mereka.
Rambutnya keemasan, bergelombang lembut di ujungnya, terlihat seperti cahaya matahari yang terjebak dalam musim dingin yang beku. Matanya biru terang seperti permukaan danau yang memantulkan langit musim dingin. Kulitnya seputih salju, tanpa cela.
Ia menatap keluar jendela kereta dengan mata penuh rasa ingin tahu, lalu pandangannya bertemu dengan Sora.
Sejenak, waktu terasa melambat.
Sora sedikit terkejut.
Biasanya, penduduk desa atau siapa pun yang baru datang tidak akan terlalu memperhatikannya. Namun, tatapan gadis ini seakan menembus dirinya, seolah mencoba memahami siapa dirinya dalam sekejap.
Angin dingin bertiup, menyapu salju di jalan dan membuat jubah Sora berkibar.
Saat itulah, salah satu pengawal di samping kereta menoleh ke arahnya dengan sorot mata tajam.
"Menepi, bocah," katanya, suaranya dingin dan tegas.
Nada suaranya tidak kasar, tetapi jelas memiliki otoritas.
Beberapa penduduk desa yang berdiri di sekitar langsung mundur, enggan menyinggung tamu asing yang tampaknya berstatus tinggi.
Sora tidak langsung bereaksi. Ia hanya menatap pria itu sejenak, lalu tanpa banyak bicara, ia melangkah ke sisi jalan, membiarkan kereta itu melintas.
Namun, sebelum benar-benar pergi, gadis berambut emas itu tiba-tiba mencondongkan tubuhnya keluar jendela dan menatap Sora lebih dekat.
"Kau siapa?" tanyanya. Suaranya jernih, namun memiliki nada yang tegas.
Sekali lagi, penduduk desa terkejut.
Sora mengangkat alis. Ia tidak menyangka akan ditanyai seperti itu.
Namun, sebelum ia sempat menjawab, pria paruh baya di dalam kereta berdehem pelan.
"Anakku, tidak sopan berbicara dengan orang asing seperti itu," katanya dengan nada lembut, namun penuh wibawa.
Gadis itu cemberut sedikit, tetapi ia menurut. Ia kembali duduk dengan tenang di dalam kereta, meskipun tatapannya masih tertuju pada Sora hingga kereta mulai bergerak kembali.
Sora menghela napas dan menggeleng pelan sebelum melanjutkan jalannya ke danau.
Namun, dalam hatinya, ia tahu...
Pendatang baru ini bukan orang biasa.
Dan mereka pasti akan membawa perubahan besar bagi desa ini.
......................
Langit sudah mulai berubah warna menjadi jingga saat Sora berjalan pulang dari danau. Ember kayunya setengah penuh dengan ikan, beberapa masih bergerak lemah.
Napas sora mengepul dalam udara dingin, dan kakinya sedikit berat setelah berjam-jam bermain serta menangkap ikan bersama teman-temannya.
Saat melewati jalan utama desa, pandangannya langsung tertuju pada sekumpulan orang yang berdiri di depan salah satu rumah kosong di tepi desa.
Di sana, kepala desa yang bertongkat berdiri dengan postur tegap, meskipun usianya sudah renta. Wajahnya penuh wibawa seperti biasanya, namun kali ini ia tampak berbicara dengan penuh kesopanan kepada seseorang.
Sora langsung mengenali siapa yang berdiri di hadapannya.
Keluarga kaya itu.
Pria paruh baya berwajah tegas itu tampak berbicara dengan kepala desa, tangannya sesekali menunjuk ke arah rumah kosong yang tertutup salju.
Sementara itu, wanita anggun yang mendampinginya hanya berdiri dengan senyum tipis, sesekali menatap sekeliling desa dengan sorot mata yang sulit ditebak.
Namun, yang paling menarik perhatian Sora adalah gadis berambut emas itu.
Ia berdiri agak jauh dari kedua orang tuanya, tampak bosan saat mereka berbicara. Kakinya sedikit menghentak salju, dan ia mengembuskan napas panjang, menghasilkan uap kecil di udara.
Saat matanya menangkap sosok Sora, wajahnya langsung berseri-seri.
Tanpa ragu, ia berlari kecil menghampiri Sora.
Salju yang lembut sedikit beterbangan saat langkah kakinya yang ringan meluncur mendekat. Jubah musim dinginnya yang berwarna biru muda berkibar sedikit, membuatnya terlihat seperti peri kecil yang turun ke bumi.
"Hei!" serunya dengan suara jernih dan polos.
Sora sedikit terkejut, tidak menyangka akan disapa secepat ini.
Gadis itu berdiri di hadapannya dengan mata berbinar. "Kita bertemu lagi!" katanya dengan nada puas, seperti baru saja menemukan sesuatu yang menarik.
Sora mengerjapkan mata. "Eh... iya," jawabnya sedikit canggung.
Gadis itu menatap ember kayu di tangan Sora. "Kau menangkap ikan?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.
Sora mengangguk. "Ya."
Gadis itu tersenyum lebar. "Aku belum pernah menangkap ikan sebelumnya!"
Sora menaikkan alis. "Belum pernah?"
Gadis itu menggeleng cepat, rambut pirangnya yang halus bergerak mengikuti gerakan kepalanya. "Tidak! Di tempat tinggal ku dulu, kami tidak punya danau. Kami hanya membeli ikan dari pedagang."
Sora tidak tahu harus berkata apa.
Gadis ini benar-benar berbeda dari orang-orang desa.
Namun, sebelum ia sempat merespons, gadis itu tiba-tiba menatapnya dengan serius, lalu mengulurkan tangannya ke arahnya.
"Aku Liliane," katanya dengan polos. "Namamu siapa?"
Sora menatap tangan kecil itu. Ada sedikit ragu di hatinya, tapi akhirnya ia menjabat tangan gadis itu dengan erat.
"Sora," jawabnya singkat.
Liliane tersenyum lebar. "Sora! Nama yang bagus!"
Sora hanya bisa mengangguk, sedikit bingung dengan energi gadis ini.
Liliane lalu melepaskan genggaman tangannya dan menatapnya penuh harap. "Kau mau mengajariku menangkap ikan?" tanyanya dengan polos.
Sora hampir tertawa.
"Musim dingin bukan waktu terbaik untuk belajar," katanya sambil menunjuk ke arah salju yang menutupi tanah. "Tapi... mungkin nanti saat musim semi."
Liliane mengangguk antusias. "Baik! Janji, ya!"
Sora hanya bisa menghela napas dan mengangguk. Ia tidak tahu bagaimana, tapi ia merasa bahwa hidupnya di desa akan menjadi sedikit lebih... ramai mulai sekarang.
1. Disiplin >> Lulus.
2. .... ?
Lanjut thoorr!!! /Determined//Determined/