Kehilangan mengajarkan mereka apa arti cinta yang sesungguhnya.
Ketika kehilangan datang menghampiri, mereka menyadari bahwa cinta yang sesungguhnya bukan hanya tentang memiliki, melainkan tentang pengorbanan, keikhlasan, dan bertahan di tengah luka yang mendalam. Akankah takdir memberikan mereka kesempatan kedua, atau justru memisahkan mereka untuk selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pink berry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(8) Penolakan (end)
"Qian Kun! Lo apain adek gua hah?!", tanya Rayyan emosi. Kun yang mendengarnya menggeleng panik.
"Gua ngga tahu apa-apa. Sumpah!"
Qian Kun, pria itu masih terdiam kaku. Tubuhnya masih memeluk Alreisha yang masih menangis sesenggukan. Situasi yang terlalu tiba-tiba membuat dirinya bingung harus berbuat apa.
Rayyan yang merasa diabaikan mendengus kesal. Kepalanya terlalu pusing memikirkan kelakuan adik bungsu nya. Alreisha yang biasanya tidak banyak tingkah, sekarang malah membuat pernyataan yang membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
"Lepas, dek. Kamu apa-apaan coba malah meluk Kun begini", ucap Rayyan sambil melerai pelukan sang adik. Alreisha yang melihatnya terlihat enggan untuk menuruti permintaan sang kakak.
"Kak Ray-",
"Alreisha", ucap Rayyan tegas. Belum lagi kalimat itu keluar dari mulutnya sudah keburu dipotong oleh Rayyan. Rayyan menatap semua orang yang berada di kamar Kaluna dengan tatapan yang begitu tegas.
Termasuk tatapannya kepada Kaluna. Sama sekali tidak ada keramahan disana. Bukan saat ini saja. Tapi dari awal pun, Rayyan benar-benar sudah menunjukkan penolakan nya terhadap Kaluna.
Kaluna cukup sadar arti dari tatapan itu. Dari awal, Rayyan memang tidak terlalu menyukai nya. Terlihat jelas dari cara Rayyan berbicara dan bersikap dengan Kaluna. Setiap kata yang keluar dari mulut Rayyan bagaikan pisau yang siap untuk menusuk Kaluna kapan saja.
Kaluna berusaha untuk menghindar dari tatapan tajam itu. Jujur ia begitu risih dengan tatapan yang ditujukan Rayyan untuk nya. Rayyan bahkan tidak segan-segan untuk memperlihatkan ketidaksukaan nya terhadap Kaluna. Dan Kaluna menyadari itu.
"Menikah? Siapa yang izinkan kamu untuk menikah, bungsu? Sadar ngga sama kata-katanya barusan?", tanya Rayyan menatap Alreisha. Alreisha yang ditanya hanya menundukkan kepalanya.
"Ray-"
"Dan lo, Qian Kun", ucap Rayyan menatap Kun tegas. Tatapan mata mereka beradu. Perdebatan seperti nya akan terjadi diantara kedua orang ini.
"Terlepas dari lo sebagai teman dan kekasih dari adik gua, gua sebagai kakaknya menolak permintaan adik gua atas permintaan nya yang ngga wajar itu", ucap Rayyan sambil menatap Alreisha yang mulai menatap nya.
"Sadar kan usia kalian beda berapa tahun? Sadar ngga kamu itu masih sekolah, dek? Mau jadi apa kamu masih sekolah tapi udah nikah? Ngga sayang sama masa depan nya? Ngga kepingin kamu menggapai cita-cita kamu? Udah siap mental nya untuk menjadi seorang istri? Kamu pikir menikah itu mudah?", tanya Rayyan tanpa mengizinkan Alreisha untuk menjawab.
Kaluna yang mendengarnya merasakan sesak di dadanya. Alreisha... Betapa beruntungnya dia. Bahkan disaat marah pun, Rayyan tetap menjaga intonasi nada bicara nya. Bahkan ketika marah pun, Rayyan benar-benar menjaga setiap kata yang keluar dari mulutnya agar Alreisha tidak merasa sakit hati. Berbeda dengan orang-orang di sekitar Kaluna dulu.
"Kak Ray, maaf", ucap Alreisha pelan. Ia terlalu takut untuk menatap wajah dingin kakaknya. Rayyan itu bukan tipikal orang yang kalau marah akan teriak-teriak. Tapi marahnya Rayyan ya seperti ini. Setiap kata yang terucap lembut dan menusuk. Wajar kan jika Alreisha begitu takut dengan kakak nya yang satu ini?
"Rayyan, cukup. Berhenti menghakimi Alreisha seperti itu", ucap Kun sambil menggenggam tangan mungil Alreisha. Ia tidak terima jika kekasih nya diperlakukan seperti ini. Catat. Qian Kun masih menghormati Rayyan sebagai sahabat dan kakak dari kekasih nya.
"Intinya gua ngga merestui pernikahan kalian. Adik gua masih terlalu kecil untuk itu. Biarkan dia menyelesaikan pendidikan nya dulu, paham Alreisha?", tanya Rayyan tegas. Alreisha hanya mengangguk pasrah. Ia terlalu takut untuk membantah sekarang.
"Dan untuk lo, Kaluna. Jangan memanfaatkan kebaikan yang diberikan oleh Qian Kun dan Alreisha untuk lo. Berhenti menjual cerita sedih lo kepada mereka. Berhenti menyeret mereka kedalam permasalahan lo", ucap Rayyan dengan nada tak suka.
Kaluna yang mendengarnya menatap Rayyan. Tangan nya merasa gemetar. Ia mengepalkan tangannya guna meredam getaran emosi nya. "Maksud kamu apa?", tanyanya dengan suara yang mulai terdengar serak.
Rayyan yang melihatnya hanya merotasikan matanya malas. "Menurut lo gimana? Ibu macam apa yang tidak menginginkan bayi yang ada di kandungan nya hah? Sengaja bicara kaya gitu sama Alreisha agar dia iba?", tanya Rayyan dengan begitu sarkas.
Kaluna yang mendengarnya membelalakkan matanya. Ia cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Rayyan barusan. "Rayyan, bagaimana bisa kamu berbicara seperti itu-"
"Nyatanya memang benar seperti itu! Demi Tuhan! Tidak peduli kamu siapa! Saya benar-benar tidak menyukai kamu! Kamu berhasil mengacaukan semua orang yang terlibat di dalam permasalahan hidup kamu yang begitu kacau!"
Kaluna terdiam kaku, ia berusaha menenangkan dirinya. Pikirannya mulai kacau sekarang.
"Hiks! Kak Ray! Jangan bicara begitu!", ucap Alreisha sambil menangis. Ada yang salah disini. Kenapa Rayyan mengatakan hal seperti itu kepada Kaluna? Apa Rayyan lupa bahwa Kaluna adalah-
"Kamu lihat Kak Ray peduli ngga sama dia? Engga, bungsu! Seumur hidup baru ini Kak Ray dengar kamu meninggikan suara sama Kak Ray. Kamu pikir hati Kak Ray ngga sakit dengar nya? Demi membela dia? Orang asing yang sudah mengacaukan semua nya? Begitu?", ucap Rayyan tak percaya. Hatinya terlalu sakit sekarang melihat adik yang ia sayangi membentak nya.
"Kun Ge...", ucap Alreisha semakin terisak. Bahunya bergetar menahan tangisnya. Kun yang melihatnya langsung memeluk tubuh Alreisha. Ia membawa Alreisha untuk menjauh dari Rayyan.
"Kita pergi dari sini", ucap Kun singkat langsung membawa Alreisha keluar dari kamar Kaluna tanpa melihat kearah Rayyan atau pun Kaluna. Ia benar-benar tidak peduli dengan mereka. Yang terpenting sekarang adalah kekasih nya. Selebihnya Kun tidak peduli.
Terserah kalian jika ingin mengatakan jika Qian Kun terlalu lebay atau pun bucin. Terserah. Kun juga tidak akan peduli. Yang terpenting adalah Alreisha. Bagaimana cara menenangkan Alreisha. Itu saja. Yang lain, Kun sama sekali tidak peduli.
Rayyan yang melihatnya tertawa sinis. "Puas lo sekarang? Puas kan udah berhasil merusak hidup orang?"
Tatapan Kaluna mengangkat sedikit, ia menghapus air matanya kasar. "Aku tidak merusak hidup siapa pun, Rayyan. Berhenti mengatakan jika aku tidak baik", ucap Kaluna dengan nada yang begitu sendu. Hatinya benar-benar sakit sekarang. Kaluna pikir hanya Orion yang akan berkata kasar padanya, ternyata masih ada Rayyan yang lebih parah. Setiap katanya benar-benar tidak memikirkan bagaimana perasaan orang yang mendengarnya.
"Berhenti, Kaluna! Berhenti membuat orang lain iba dengan cerita sedih lo itu. Lo ngga capek menjual cerita sedih itu terus hah?", ucap Rayyan sambil berkacak pinggang. Ia sudah terlalu muak sekarang.
"Kalau lo benar-benar mau sembuh, jangan tarik orang lain kedalam kekacauan lo. Jangan buat gua nyesel karena udah mau ikutan buat nolongin lo. Silahkan jika ingin hancur. Hancur lah sendiri. Jangan pernah mengajak orang lain di kehancuran lo."