NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

010. Sang Penjamin

Pakaian yang dikenakan Mar hari itu adalah celana bahan dan kaus oblong. Tidak terlalu bagus, tapi cukup rapi dan pantas untuk seorang asisten rumah tangga orang kaya yang sedang keluar rumah majikan. Hanya sandalnya saja yang agak aneh. Sangat kecil dan berwarna pink mencolok. Mar memandang kakinya.

Badannya gede, kakinya sekecil ini. Sandalnya mungkin sandal anak-anak.

Perkataan dalam hati itu seakan bisa didengar oleh Jaya. Mar dan bocah laki-laki itu bertukar pandang dan Jaya melontarkan tatapan curiga. Mar meringis.

Rumah sakit daerah tujuan mereka letaknya tidak jauh karena daerah itu sendiri tidak luas. Wilayah yang disebut ‘kota’ tidak lebih besar dari sebuah kawasan tingkat dua di Jakarta. Salah satu keuntungan buat Mar yang uang di dompetnya sangat pas-pasan. “Liat ni.” Gita menunjukkan uang dari dompet Mar pada Jaya di sebelahnya. “Cuma segini yang ada di dompet. Ibu kamu enggak nyimpen uang di tempat lain?”

“Aku Udah buka laci pertama dan kedua ternyata zonk,” kata Jaya.

“Terus? Di mana lagi?”

“Tirai kedua juga zonk, Tan,” sambung Jaya, melirik wajah Mar menantikan reaksinya.

“Makasih, lucu banget.” Mar mencubit pipi Jaya dengan raut gemas bercampur kesal.

Jaya meringis.

“Ayo, kita udah nyampe.” Mar melompat turun dari mobil. Sama seperti Jaya. “Dengan badan begini naik mobil berasa naik truk Koramil. Harus lompat.” Mar bersungut-sungut berjalan mendahului Jaya.

“Tante marah? Aku cuma bercanda. Jangan sombong gitu,” kata Jaya. Sedikit kecewa karena Mar berjalan cepat di depannya. Sebenarnya ia suka dengan sikap ‘ibunya’ yang baru. Walau ketus, sosok ibunya itu terlihat percaya diri.

“Ngapain sombong?” Mar menjawab tanpa menoleh. “Orang sombong entar dijauhi malaikat. Di kuburan malaikat enggak mau nanyain. Yang nanya-nanya Sony Tulung. Terus bisa masuk neraka rekomendasi Pemda. Makanya kamu jangan sombong. Itu kata ibuku.” Mar bicara dengan sangat cepat.

“Maksudnya, Tan?” Jaya benar-benar tidak paham. “Tante Jin punya Ibu?” Ia berhenti untuk menahan lengan Mar. Sorot matanya sangat polos.

Mar berhenti di ambang pintu UGD. “Jin enggak punya Ibu. Ayo kita cari tubuh wanita cantik bernama Gita itu.”

Mar berjalan tergesa menuju meja pendaftaran UGD. Jaya mengekorinya di belakang seraya celingak-celinguk.

“Cari apa? Ini bukan tempat main,” kata seorang perawat yang melihat Jaya. Tangannya yang memegang kertas menahan tubuh kecil Jaya sambil menilik penampilan bocah laki-laki itu.

Mar berbalik dan melotot pada perawat. “Kita juga tau kalau mau main ke taman, mau makan ke restoran. Bisa respect dikit ke orang nggak, sih? Harusnya nanya keperluan orang ke sini mau apa.” Mar meraih tangan Jaya dan menggandengnya. “Saya mau mencari wanita yang baru dibawa ambulans ke sini. Saya keluarganya,” jelas Mar.

Lagi-lagi Jaya terpana. Menatap sosok baru ibunya dengan tatapan memuja. Ia tak peduli perlakuan perawat barusan padanya.

“Nurse? Are you listen to me?” Meski suara Mar mencicit, tapi nada bicaranya sangat berwibawa.

Jaya menggeleng-geleng kagum. “Memang bukan ibuku,” katanya.

“Oh, perempuan yang jatuh dari jembatan?Perempuan itu sudah masuk ICU. Pihak rumah sakit menghubungi polisi untuk memberi kabar keluarga perempuan tadi. Namanya ….” Perawat tadi membaca selembar kertas yang ia bawa.

“Gita Safiya Nala,” potong Mar.

“Benar.” Perawat menyodorkan selembar kertas berisi sedikit data Gita. “Kita sudah menghubungi polisi.”

“Bisa batalkan menghubungi polisi? Saya, kan, keluarganya. Saya tau semua hal tentang Gita. Dia bawa tas, kan? Tas kantor warna cokelat. Tolong bawa saya ketemu Gita.” Mar memegang lengan perawat dengan setengah memaksa.

Perawat mengikuti kemauan Mar seperti dihipnotis. Berjalan mendahului Mar dan Jaya menuju pintu keluar UGD untuk tiba di sisi lain rumah sakit. Lalu, “Dalam laporan kondisi keseluruhan stabil. Tapi karena tidak menunjukkan reaksi kesadaran jadi pasien dimasukkan ICU untuk memantau jantung dan saturasi oksigennya. Silakan lewat sini. Ruang ICU-nya di ujung lorong. Karena baru mendapat perawatan jadi Ibu tidak boleh masuk, ya. Lihatnya dari luar. Nanti barang-barangnya Mbak Gita saya ambilkan.”

Perjalanan menuju ujung lorong tidak lama. Mereka semua sudah tiba di sana dan Mar harus sedikit berjinjit untuk melihat tubuh Gita yang tertidur dengan seragam rumah sakit. Dinding kaca yang tidak sepenuhnya transparan sedikit menyulitkan Mar.

“Tan, aku juga kepengin liat.” Jaya menarik ujung blus Mar.

“Derita kita sama. Aku juga susah payah ngeliat ke dalam. Besok-besok mungkin udah boleh jenguk ke dalam. Sekarang kita harus sama-sama sabar." Mar bicara dengan suara yang sangat pelan. Sudut matanya mengawasi perawat yang masuk ke ruang ICU dan kembali dengan sebuah bungkusan. Mar langsung memegang bungkusan yang masih berada dalam dekapan perawat. “Makasih ya, Sus,” kata Mar.

“Tidak bisa begitu aja prosesnya. Saya diminta validasi data. Ibu juga harus tanda tangan beberapa lembar surat dan harus mau difoto. Kalau ada satu yang tidak terpenuhi kami tidak bisa memberikan barang-barang ini. Oh, ya, kami juga tidak bisa membatalkan laporan ke polisi. Laporan gagal bunuh diri sudah diterima polisi dan pasien akan terus dipantau. Dia juga akan didampingi psikiater kalau sudah sehat secara fisik. Gimana? Siap divalidasi?" Perawat menjauhkan bungkusan dari tangan Mar.

Mar dan Jaya bertukar pandang. Perawat di depan mereka menyiratkan raut curiga. “Maaf. Dengan Ibu siapa?”

“Markisah,” jawab Jaya mendahului si empunya tubuh.

“Boleh minta KTP-nya?”

Mar kembali mengeluarkan dompet kain dan menyerahkan satu-satunya benda yang paling berharga bagi dirinya. KTP.

Perawat mengambil KTP Mar dan membacanya sebentar lalu mengembalikannya. “Markisah? Bu Markisah siap divalidasi data?” Perawat mengulangi pertanyaannya sambil menahan senyum. “Bu Mar …,” panggil Perawat. Mar sedang setengah melamun memandang raga Gita.

“Bu Mar …,” panggil Jaya sedikit keras.

“Ya?!” sahut Mar.

“Siap validasi, Bu? Saya mau tanya-tanya.” Kali ini suara perawat sudah terdengar jengkel.

Sepertinya aku harus mulai terbiasa dengan sebutan 'Mar'.

Mar mengangguk dan perawat mulai menanyakan hal-hal umum yang berkaitan dengan data pribadi seorang Gita. Nama, tanggal lahir, alamat KTP, alamat tempat tinggal, nama orang tua, alamat kantor, semua dijawab Mar dengan sangat lancar. Yang membuat pertanyaan itu tersendat adalah saat perawat menanyakan perihal nomor kontak lain yang bisa menjamin bahwa Markisah bisa bertanggung jawab atas semua yang ia sampaikan. Untuk itu Mar terdiam cukup lama.

“Bu Mar ada nomor kontak orang lain yang cukup dekat untuk bisa kita jadikan nomor darurat?”

“Boleh saya buka ponselnya Gita? Mungkin bisa lihat nomor kontak lainnya di sana.” Mar berharap perawat itu mengabulkannya.

“Maaf tidak bisa. Kan, yang diminta nomor kontak darurat dari saudaranya Ibu Mar. Yang meyakinkan kalau Bu Markisah ini tidak memiliki kepentingan lain terhadap pasien.” Perawat mengetuk-ngetuk pulpennya ke papan jalan.

Siapa? Enggak mungkin nomor telepon Ibu. Bisa-bisa Ibu yang pergi mendahului aku kalau tau anaknya lompat ke sungai. Ck. Siapa ya?

Harusnya si berengsek Rama atau si berengsek Monic. Atau Lily aja? Aduh … dia orangnya secuek itu. Bisa malu kalau ketauan lompat ke sungai karena gagal nikah. Ck.

Jaya mendengar Mar berdecak dengan wajah kusutnya. Sedikit paham dengan yang dikatakan perawat, Jaya mencengkeram lengan Mar dan mengangguk yakin.

“Apa?” tanya Mar dalam bisikan.

“Ehem! Ibu kasih nomor kontaknya Pak Harris aja. Pak Harris udah pasti kenal Ibu dan udah pasti mau nolong kalau ada apa-apa. Apalagi ini udah sore. Anak Pak Harris pasti nyari Ibu.” Jaya tersenyum janggal karena memberi isyarat pada Mar agar langsung mengiyakan.

Mar mengangkat satu alis memandang Jaya. Mulutnya rapat saat bicara. “Tapi Ibu nggak tau nomor ponselnya Pak Harris.”

“Aku tau nomornya. Catet, Sus. Nama lengkapnya Harris Gunawan. Huruf R-nya dua. Nomor hapenya ….” Jaya menyebutkan sederet nomor yang terlihat betul sangat ia hafal. “Ibu minta aku hafal nomor itu untuk jaga-jaga,” bisik Jaya pada Mar.

Perawat terlihat berpikir-pikir saat mendengar nama Harris Gunawan yang disebut Jaya. “Ini … Harris Gunawan yang itu? Bapak Harris Gunawan yang….”

“Benar, Bu Suster. Pak Harris Gunawan yang itu. Nggak salah lagi. Di daerah ini nama Pak Harris udah terkenal banget. Hampir semua orang kenal Pak Harris terutama ibu-ibu.” Jaya tersenyum lebar pada Mar. Bangga karena bisa mengeluarkan sebegitu banyak informasi.

“Coba hubungi Bapak Harris Gunawan ini dan perkenalkan diri Bu Markisah.” Perawat menantang Mar dengan raut curiga. Curiga kalau Mar dan Jaya adalah ibu dan anak yang berkomplot.

“Ayo, Bu. Pak Harris baik, kok. Sebut aja nama Ibu dan urusan kita di sini.” Jaya ikut menyemangati Mar yang masih ragu-ragu.

“Saya nggak punya ponsel. Boleh pakai ponsel Gita?” Mar menunjuk bungkusan dan dekapan perawat.

Perawat membuka bungkusan dan menyodorkan ponsel Gita yang ternyata masih menyala. Penasaran ingin melihat apa Mar bisa membuka kunci layar ponsel tersebut. Sejak pasien tiba, ia dan dua orang rekannya tak ada yang berhasil saat mencoba.

“Bisa ulang nomornya?” Mar bertanya pada Jaya seraya dengan santai memasukkan pola kunci layar. Jaya mengulangi deretan angka yang memang sudah lama ia hafal. Sambil menunggu panggilan tersambung, Mar bicara pada perawat. “Kalau emang niat bunuh diri, Gita nggak perlu meluk tasnya erat-erat buat melindungi isinya. Nih, ponselnya masih bagus. Saya percaya Gita pasti sengaja didorong seseorang." Mar berhasil membuat perawat membulatkan mata karena sedikit terkejut. Detik berikutnya giliran Mar yang membulatkan mata karena sahutan suara di seberang telepon.

“Halo? Dengan siapa?”

“Ha-halo? Saya Mar, Pak ….” Entah kenapa suara seorang pria yang begitu dalam dan menenangkan dari seberang telepon membuat Mar gugup.

“Mar? Kamu baik-baik aja? Lagi di mana?”

Sekarang Mar merasa kakinya tidak hanya gemuk dan pendek. Tapi juga lunak seperti jelly.

To be continued

1
lisna
🤣🤣🤣ketawa Mulu bacanya ada ya rambut bisa hijrah blom lg bunga pasir mana Harris percaya lagi itu nama kepanjangan bunga😅🤣🤣 ih gokil mah otornya🫰
SRI Wahyuni
ternya semua sekutu dgn harris 🤣🤣🤣
Esti Afitri88
aq juga ikut mewek
lisna
nah loh hayo git gmn ngadepin chika 😅
Bakul Lingerie
pada gengsi sih..udahan dong gengsi2 nya
Bakul Lingerie
Kaka Chika sakit kangen
Sri Prihatinie
sudah sedekat itu cikagita. aku jadi ikutan nyesek😥
Sri Prihatinie
ayo gita kesampingkan gengsimu. kasian cika. dia butuh kasihsayang seorang ibu
Sri Prihatinie
neneknya bukan sayang itu namanya lagi tapi ambisi. ntah apa yg dicari
Usnani
😭😭😭 nyesek banget,,, itulah yg namanya sayang yg tulus...
suci anggita
karya yg luar biasa, semoga kaka sehat selalu
neng beth
Sediiiih bangettt.... menahan rasa itu berattt yaa....

Bu Helena emang mati rasa... mungkin agak sakit jiwa...
Sampai dia lupa atau emang gak nyadar penyebab dia ditinggalkan orang² terdekatnya... hadeeehhh
Poernama 💜💜💝💝
seperti pertemuan ibu dan anak yg terpisah lama
Poernama 💜💜💝💝
seperti ibu dan anak njuss
Poernama 💜💜💝💝
Aalinya kmu sdh mendapatkan hati Anak dan Ayahnya Gita hanya soal waktu klu kmu sanggup bersabarlah
Ipehmom Rianrafa
lnjuut 💪💪💪
fitria pras
part yg mengandung bawang banget, udah neleleh² nya, d ujungnya kok jd buaya d kadalin, rencana mau nilap Harris ternyata gita jga dalam rencana mar,, trimakasih up nya kak njuss
Rini Eni
antara sedih & seneng di part ini. mellow bgt ni hati baca bab ini
🥀 UCHRIT Ossy 🔥
ikut trenyuh 🥺🥺🥺
Lailatus S
haris suruh meluk rumah sakit peninggalan istrinya aja gak usah melibatka wanita lain d hidupnya
biar gak nyusahin orang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!