Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taman Belakang
Kinan masih berdiri di ujung tangga, enggan melangkah mendekati Daren yang senantiasa menunggunya.
"Bibi permisi Neng."
"Bibi?" Kinan mencegat langkah si bibi pelayan yang akan pergi meninggalkan dirinya. Gelengan kepala dari Kinan membuat Bibi pelayan mengangguk.
Keduanya berjalan bersama, Kinan seperti anak kecil yang ketakutan ketika bertemu orang asing, Karena memang sebelumnya tidak pernah bertemu dengan Daren.
Dia polos sekali,
Batin Daren yang terkekeh dengan tingkah Kinan. Ketakutan melihat dirinya.
"Aku teman Daniel, namaku Daren." Daren mengulurkan tangan ke arah Kinan. Ragu Kinan menerima uluran tangan Daren.
"Kinan," Segera Kinan menarik kembali tangannya, hal itu berhasil membuat Daren tersenyum.
Kalau saja adikku masi hidup mungkin seusia dia.
"Silahkan duduk." Bibi pelayan meminta Daren kembali duduk. Karena mengandalkan Kinan sepertinya tidak mungkin untuk menatap Daren saja ia tak kuasa.
Daren duduk dengan terus memperhatikan Kinan yang mana tengah berbicara serius bersama Bibi pelayan.
"Bibi jangan ke mana-mana." Kinan berbisik meminta si bibi tetap tinggal.
"Bibi mau ambil minum buat Den Daren. Neng temani Den Daren sebentar. Bibi ga akan lama." Setelah itu bibi pelayan pamit ke dapur.
Kinan ingin mencegah tapi tak sempat, Di tambah Daren terus menatapnya. Akhirnya Kinan duduk dan menunduk. Dalam benak Kinan kenapa Daren datang di saat Daniel tak ada di rumah. Diam-diam Kinan melirik jam dinding. Pukul 10:06 Senyuman terukir pasalnya Daniel sebentar lagi pasti pulang.
Daren terus menatap Kinan dalam situasi canggung. Mencari tau di mana titik menariknya si gadis belia sampai-sampai Daniel menikah dengannya.
Dia hanya gadis biasa, balutan baju mahal sedikit menyamarkan tidak membantu menutup semuanya pikirku.
"Kinan? Benar tadi namamu?" Daren bersuara cukup kencang membuat Kinan terperanjat dalam lamunan.
Kinan mengangguk tanpa kata.
Daren ikut mengangguk dan menatap sekeliling rumah. "Daniel belum turun? Ada hal penting yang mau ku sampaikan."
"A Daniel ke rumah sakit, mungkin sebentar lagi pulang." Sahut Kinan tanpa menatap Daren. Aura laki-laki di depannya ini menakutkan pikir Kinan.
Cepetan pulang A,
Kinan risau seorang diri, sedangkan Daren nampak santai, begitu menikmati suasana yang canggung.
Daren hanya mengangguk datar, Wajahnya terlihat tengah memikirkan sesuatu.
"Dari mana aku harus mulai," Gumam Daren kebingungan dengan keadaan, apalagi situasi semakin canggung.
"Di sini udaranya sedikit panas, Boleh antar aku berkeliling taman? Aku suka taman di rumah ini." Daren segera bangkit.
Kinan celingukan setelah mendengar ucapan Daren. "Saya mau di sini saja." Jelas Kinan menolak, tidak berminat menemani Daren laki-laki yang bahkan belum pernah di temui nya itu.
"Kamu jangan takut, aku teman baiknya Daniel, dulu aku sering ke kesini. Tapi setelah Daniel ke luar negeri aku jarang dan hampir tidak pernah menginjakkan kaki di rumah ini, aku sangat menyukai taman belakang. Sembari menunggu Daniel datang tidak salah mengajak tamu berkeliling," Daren mendekati Kinan yang senantiasa menunduk kikuk. "Tidak baik membiarkan tamu berkeliling di rumah tuanya seorang diri."
.
Daniel ngedumel di dalam mobil, pasalnya sudah hampir setengah jam kemacetan masih belum terurai, Dengar-dengar dari pengendara di luar ada kecelakaan yang mana mobil antri untuk bisa lewat. Sesekali menatap ponsel ada beberapa pesan dari Sarah. Tapi entah kenapa hatinya tidak puas seperti menunggu pesan selain dari Sarah.
"Kinan lagi apa sih? Nelpon ga, kirim pesan juga engga?" Daniel kesal karena Kinan seakan melupakan dirinya.
Dalam kemarahan yang memuncak akhirnya mobil yang mengantri mulai berjalan, Daniel tancap gas untuk bisa sampai rumah. Entah kenapa dirinya kesal karena Kinan tak mengirimkan satu pesan pun, berbeda dengan Sarah yang terus mengirimkan pesan menanyakan banyak hal terutama kabar dari Bu Tari.
Di saat Daniel sibuk membawa mobil. Daren berjalan santai melihat-lihat area taman belakang, di belakangnya Kinan mengekor tak ingin berjalan bersama dengan Daren, terlalu canggung untuk melakukan itu. Keduanya bahkan tidak pernah bertemu jadi sulit untuk akrab satu sama lain.
"Betah kamu tinggal di sini?" Daren membuka pembicaraan. Melirik Kinan yang mengekor di belakang.
"Betah." Sahut Kinan seperlunya. "Kalau sudah selesai -
"Aku heran, kenapa gadis biasa seperti kamu bisa menikah dengan Daniel," Daren berbalik membawa tatapan penuh curiga, jelas Kinan terkejut sampai langkah kakinya terhenti dan hampir menabrak tubuh Daren, untuk itu Kinan mundur beberapa langkah.
"Ma-maksdunya?" Kinan terbata, kebingungan harus memberi jawaban apa.
"Maksud ku adalah, kamu menjebak Daniel sampai bisa hamil terus dengan begitu kamu bisa menikah dan menjadi istrinya, Jelas kamu akan menjadi nyonya Baskara, seperti sekarang ini." Daren menatap lekat Kinan, memindai dari ujung kaki sampai kepala. "Sempurna."
Kinan mengepalkan tangan, marah atas ucapan Daren yang di tuduhkan padanya. "Saya bukan wanita seperti itu, kalau anda tidak tau yang sebenarnya sebaiknya jangan memberi tuduhan yang tidak benar,"
"Well, memangnya apa lagi? Salah kalau aku mengatakan itu, Sarah mengatakan kamu hanya pembantu di rumah Tante Daniel, sekejap mata sudah menjadi istrinya? Bagaimana menurut mu?" Daren membungkuk ke arah Kinan, Kinan mundur kembali.
"Saya pikir anda teman A Daniel yang baik, ternyata saya salah." Kinan kehabisan kata-kata, dirinya tidak pandi berdebat apalagi dengan orang seperti Daren, laki-laki yang dari mimik wajahnya sangat angkuh.
"Aku adalah teman Daniel yang baik, tapi aku tidak mau dia di dekati perempuan seperti kamu, di usia mu saat ini seharusnya kamu belajar, menyelesaikan pendidikan bukan berambisi menjadi Nona muda seseorang."
Kinan meneteskan air mata mendengar tuduhan yang di layangkan padanya.
"Anda tidak tau yang sebenarnya, jadi anda tidak berhak menghakimi saya." Kinan berbalik berniat pergi tak tahan jika terus mendengar ocehan Daren yang terus menyudutkan dirinya.
Daren secepat kilat menarik tangan Kinan mencegah sang dara pergi. "Wajahmu polos dan lugu. Seperti ini gadis desa memikat laki-laki kaya, menggunakan tubuh-
Plak.....
Daren merasakan terjangan panas di pipi. Seketika memerah, Daren tak berniat mengusapnya rasa panas ia biarkan, "Belum pernah ada yang berani memberi ku tamparan." Daren menghempaskan tangan Kinan.
"Jauhi saya." Kinan berlari membawa luka di hati. Tapi langkahnya terhenti manakala ada Daniel di jarak beberapa meter.
Tadi Daniel segera memarkirkan mobil. Tapi mendengar ucapan bibi pelayan ada Daren di taman bersama Kinan, ia lantas meluncur ke taman belakang, berniat menyapa tapi adegan Kinan memberi tamparan membuat Daniel mengurungkan niatnya.
"A," Kinan semakin bercucuran air mata melihat Daniel. Kakinya seakan sulit melangkah hanya diam mematung apalagi rasa sakit kembali datang menyapa. Kinan mengerang pelan sedikit meremas perutnya.
Kesakitan Kinan luput dari perhatian Daniel, mata tajam itu menatap Daren yang mana berdiri dengan wajah datar. Segera Daniel melangkah menghampiri Daren melewati Kinan yang menangis.
Melihat Daniel datang Daren hanya bersikap biasa, dirinya akan memberikan jawaban atas pertanyaan Daniel.
Tanpa aba-aba Daniel mencengkram baju Daren sontak Daren mengibaskan tangan Daniel..
"Apa yang kamu lakukan sampai Kinan menangis?" Daniel bersuara lantang, menatap tajam Daren yang masih bersikap santai..
"Aku hanya mengatakan apa yang harus aku katakan."
"Memangnya apa yang kamu katakan sampai Kinan menangis?" Daniel mendorong Daren sampai mundur beberapa langkah.
Keduanya bersitegang melupakan pertemanan yang sudah terjalin cukup lama. Demi harga diri Kinan, Daniel sampai bersikap demikian apalagi Melihat Kinan menangis hatinya seperti terbakar. Terlebih Daren sang teman yang jadi penyebabnya.
"Aku tau kalau dia hanya seorang pembantu, dan sekarang dia hamil, apalagi kalau bukan dia merayu mu demi bisa menjadi nyonya muda di rumah ini." Seru Daren lantang supaya Kinan bisa kembali mendengarnya.
Daniel menghela napas berat. Menarik Daren agar bisa lebih dekat dan juga bisa mendengarkan jawaban darinya.
"Akulah yang sudah memulai, aku yang sudah membuat dia hamil, aku sudah memperkosanya, dia korban dan aku penjahatnya." Kata Daniel penuh penekanan dengan begitu Daren bisa mengerti dan tidak lagi menyalahkan Kinan.
"Kalau kamu tidak tau yang sebelumnya jangan mengatakan apapun, bagaimana pun dia, dia adalah istri ku, memang kenapa kalau dia hanya seorang pembantu?"
Daren bukannya takut dirinya malah menyunggingkan senyuman membuat Daniel semakin emosi.
"Kamu bicara seolah mencintai anak kecil itu." Tangan Daren menunjuk Kinan yang masih berdiri kokoh. "Sarah? Apa kabar dengan dia? kalau kamu mencintaiku dia. Putusan Sarah, jangan memberinya harapan palsu."
Kinan ambruk tak kuat lagi menahan rasa sakit di perutnya. "Ya Allah, astaghfirullah."
Daniel mengangkat tangan yang mengepal siap pelayangan pukul di wajah Daren. "Kamu tidak berhak-
"Aa, perut Kinan sakit, tolong A," Kinan berteriak kencang. Ia terkapar, tubuhnya ber selonjor tak kuat menahan sakit.
Melihat dan mendengar teriakkan Kinan, Daniel mendorong Daren dan berbalik menghampiri sang istri yang terkapar sembari merintih kesakitan.
"Kinan, Kita ke rumah sakit sekarang." Daniel langsung mengangkat tubuh Kinan meninggalkan taman.
Daren sendiri hanya menatap datar. "Pintar sekali anak kecil itu berakting, seharusnya dia mendapatkan piala penghargaan."