NovelToon NovelToon
Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Selingkuh / Penyesalan Suami / Tukar Pasangan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: She Amoy

Pernikahan Raina dan Riko menjadi kacau karena kehadiran mantan kekasih Raina. Terlebih lagi, Riko yang sangat pencemburu membuat Raina tidak nyaman dan goyah. Riko melakukan apapun karena tidak ingin kehilangan istrinya. Namun, rasa cemburu yang berlebihan itu perlahan-lahan membawa bencana. Dari kehidupan yang serba ada menjadi tidak punya apa-apa. Ketakutan Riko terhadap banyak hal membuat kehidupannya menjadi konyol. Begitu pun dengan istrinya Raina, Ia mulai mempertimbangkan kelanjutan pernikahan mereka. Masa depan yang diinginkan Raina menjadi berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Amoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisa Kenangan (5)

“Maafin aku ya Cin!” Krisna menghela nafas saat kami duduk di kegelapan. Di dalam mobil yang sengaja dimatikan. Di rest area menuju Parung Bogor. Di depan kami, truk-truk besar berjajar, berhenti mengistirahatkan mesin dan pengemudi yang mengantuk. Jumat itu, setelah dua hari aku dikejutkan dengan sosok wanita bernama Talia.

“Bukannya Mas pernah bilang kalau perjodohan itu bisa dilawan. Bukannya itu hanya tradisi keluarga yang sudah ketinggalan zaman? Tanyaku sambil menahan sesak dan genangan kesedihan. Ada yang ingin kutumpahkan malam itu, tetapi aku juga tak mampu berbuat apa-apa.

Selama kami menjalani hubungan itu, aku tidak pernah membahas soal pernikahan. Memang belum ada keinginan untuk menikah. Tetapi setelah mengetahui fakta, bahwa Krisna telah memilih perempuan itu, aku merasa ada yang hilang dari diriku. Ada sebagian dalam diriku yang direnggut. Ada hati yang terbelah. Rasanya, lebih sakit daripada kemiskinan yang pernah kualami.

“Aku nggak bisa Cin. Ternyata keluargaku sudah lama menjodohkan kami. Talia memang orang Indonesia, tepatnya orang Sunda. Tapi ayahnya sama-sama keturunan Pakistan dengan ayahku. Mereka sudah seperti keluarga sejak kami masih kecil. Aku tak sampai hati menolak wasiat ayah yang usianya sudah udzur.” Krisna menjelaskan dengan terbata-bata.

“Terus, kita?” Tanyaku lagi. Aku sadar, Krisna akan meninggalkan dan melupakanku secepat mungkin. Ia harus memulai kehidupan baru dengan baik. Lagipula, kami tidak pernah berkomitmen apapun. Sejak awal, Krisna sudah mengatakan, kalau ia menyukaiku dan ingin berbagi perasaannya.

“Kita tetap seperti ini ya sayang, tidak ada yang terjadi. Tidak ada yang berubah.”

“Tidak ada yang berubah?” Tanyaku sambil marah?

“Bukannya sejak tiga bulan yang lalu Mas menghilang, semuanya berubah? Aku saja tidak bisa menghubungi Mas. Apa itu bukan perubahan? Belum lagi status Mas sekarang adalah suami orang. Dulu saja sebelum menikah, kita tidak bisa pamer kemesraan karena menjaga posisi masing-masing di kantor, apalagi sekarang. Mas mau aku dicap sebagai pelakor?”

Malam itu kami bertengkar. Amarah dan airmata tetap mendominasi dua insan yang saling mempertahankan perasaan. Ada yang tidak menerima, ada yang tidak ingin melepaskan. Kami tidak bisa melawan takdir, tetapi kami juga tak kuasa jika harus berpisah. Tubuh ini, seperti ada magnet yang kuat. Jiwa dan raga saling tarik menarik tanpa peduli ada yang terluka dengan perbuatan kami.

Aku ingin berlari sejauh mungkin. Tapi di setiap jalan yang kupilih, selalu ada Krisna yang menjagaku. Mengamati dan membantu.

Sejak itu, meskipun aku disibukkan dengan banyak pekerjaan selama berbulan-bulan, Krisna tetap memaksa untuk mengantarku pulang ke Bogor. Ada beberapa kali ia absen, tetapi ia akan menggantinya dengan hari yang lain. Entah itu jalan-jalan, atau hadiah untuk meredakan amarah. Bukan, bukan karena itu aku mencintainya.

Setiap dia ada masalah, Krisna selalu menghilang. Seolah dia tidak ingin berbagi kesusahan denganku. Dia akan datang padaku ketika segalanya siap. Baik soal materi ataupun waktu. Sekalipun aku tidak pernah meminta, tetapi Krisna selalu ingin memberi.

Akhirnya, tahun ketiga aku mengenal Krisna, aku memaksa diriku untuk mengundurkan diri. Aku tak bisa terus menerus hidup dalam bayang-bayang Krisna. Terlebih lagi, Talia semakin sering datang ke kantor. Seakan-akan instingnya sebagai istri sangat kuat. Meskipun dia tidak pernah bertanya atau terlihat mencurigaiku. Tetapi beberapa karyawan sudah mulai membicarakanku.

Sampai hari terakhir aku bekerja. Nama baikku tetap terjaga secara tulisan. Surat rekomendasi dan detail pekerjaan, dibuat sangat rapi oleh bagian personalia. Sebagian besar karyawan, terlihat sedih melihatku berhenti dari perusahaan itu. Terlepas dari karakter ajaib yang dimiliki rekan-rekan kerja, ikatan kekeluargaan di sana begitu kental.

“Pokoknya Lo tetep hubungi gue ya. Tetap maen ke rumah ya!” Dini memelukku hari itu.

“Iya, siap. Bogor kan deket Din!” Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Tetapi sampai hari ini, janji tinggalah janji. Aku tidak pernah sengaja bertemu dengan Dini lagi. Komunikasi pun hanya sesekali melalui telepon atau whatsapp. Pertemuan terakhirku saat aku hamil di toko pakaian bayi.

Untuk kesekian kalinya, Krisna tak juga membiarkanku sendiri. Malam itu, aku pindah ke Parung Bogor di antar Krisna. Semua barang-barang sudah kubereskan. Krisna menyewa mobil box untuk mengangkut tempat tidur, kulkas, dan barang lain yang besar-besar. Meskipun aku tidak banyak bicara seperti dulu, Krisna tetap mendampingiku.

“Nanti aku boleh menginap?” Suara Krisna mengejutkanku yang sedang menatap jendela. Sudah pukul sembilan malam, kami baru sampai daerah Pamulang. Jalanan belum juga lengang.

“Buat apa? Aku kan nggak pernah minta antar?”

“Nggak kasian apa liat aku capek kaya gini?” Krisna tersenyum. Sambil menengok ke wajahku.

“Biasanya juga pulang lagi kan!” jawabku lagi.

“Ya kan hari ini nggak biasa.”

“Emang nggak aka nada yang nyariin?”

“Aman Cin!”

Aku merasa sudah merusak rumah tangga orang. Meskipun di rumah, kami juga tidak berbuat apa-apa. Sejak hari itu, hari dimana aku bertemu Talia, hari ketika aku tahu Krisna telah menikah, aku tidak pernah melakukan kontak fisik dengan Krisna.

Meskipun Krisna tetap mendekatiku, mengantar, dan memberikan perhatian. Aku tidak menjalani hubungan itu seperti sebelumnya. Anehnya, Krisna tidak berubah. Dia tetap pria yang sering membuatku tertawa, pria yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimis. Pria yang selalu menyuguhkan kebahagiaan. Dia selalu bercerita soal pekerjaan, program-program terbaru perusahaan yang akan diluncurkan, atau masalah direksi yang terjadi akhir-akhir ini. Hanya satu yang tidak pernah ia ceritakan. Masalah uang dan kehidupan rumah tangganya.

Pengetahuanku mengenai istrinya, cukup sampai disitu. Sampai kalimat “kami dijodohkan keluarga.”

“Mas sayang nggak sama istri Mas?” Tanyaku suatu hari. Dia hanya tersenyum dan tak menanggapi.

“Kok nggak jawab sih?”

“Itu pertanyaan yang tidak perlu kamu tanyakan Cin.” Ujarnya.

“Kenapa?”

“Kalau dijawab ‘enggak’, kamu nggak akan percaya, kalau dijawab ‘iya’, kamu juga akan sakit hati.”

Aku tersenyum. Benar juga. Untuk apa aku menanyakan hal itu. Apapun jawabannya, aku tidak akan pernah bisa memiliki Krisna.

Sejak aku berhenti bekerja, kami masih bertemu. Sebulan sekali, Krisna datang ke rumah ibu, atau sesekali mengajak kami makan di luar. Krisna juga masih memberi uang bulanan untuk kebutuhanku dan ibu.

Kepada ibu, aku tidak menceritakan soal Krisna. Ibu hanya tahu, bahwa Krisna teman satu kantor. Ibu juga tidak pernah bertanya soal statusnya.

Setiap Krisna datang, ibu selalu menyiapkan masakan istimewa. Layaknya kasih sayang mertua kepada menantu. Tidak heran, kalau Krisna semakin dekat dengan ibu.

“Dulu si papap pernah minta ijin nikah lagi.” Di dalam dapur, ibu tiba-tiba membicarakan almarhum ayahku.

“Hah! Masa? Terus ibu mau?” tanyaku sambil terkejut.

“Ya sok aja Pap, kata ibu teh. Kalau papap sanggup mah silakan aja. Gitu jawab Ibu waktu dulu.”

“Ih kenapa Ibu mau dimadu? Nggak sakit hati?” Tanyaku lagi sambil keheranan.

“Neng. Tidak semua perempuan memiliki bakat yang sama. Ada yang bisa melayani suami setiap hari, setiap saat. Ada juga yang tidak. Bukannya banyak, perempuan yang lebih senang cari uang daripada masak? Nah, untuk perempuan yang seperti itu, nggak ada salahnya dimadu.”

“Aneh si ibu mah, orang mah nggak mau dipoligami teh …!”

“Jadi perempuan jangan suka serakah, pamali!”

1
pembaca setia
bagus ih ceritanya. ayo lanjutkan Thor
Fathan
lanjut thor
Fathan
bagus banget ceritanya. relate sama kehidupan nyata dan gak lebay.
Fathan
pusing banget tuh anak
Fathan
bodoh
Fathan
tinggalin ajaaa
Fathan
rAina bodoh
Fathan
ngeselin rikooo
Fathan
menarik nih, seru
Fathan
rapi bahasanya
pembaca setia
ceritanya menarik. mengungkap sebuah kejujuran perasaan penulis. Bahasa rapi dan minim typo. rekomendid novelnya
Sunshine🤎
1 like+subscribe untuk karya mu Thor. semangat trus sering² interaksi dan tinggalkan jejak di karya author lain, dan jangan lupa promosiin karya agar popularitas meningkat/Good/
SheAmoy: makasih kakak
total 1 replies
anggita
like👍+☝iklan buat author.
SheAmoy: makasih kak
SheAmoy: makasih banyak kakak
total 2 replies
SheAmoy
thanks kak
Necesito dormir(눈‸눈)
Makin lama makin suka, top deh karya thor ini!
SheAmoy: makasih kaka
total 1 replies
Black Jack
Saya benar-benar tenggelam dalam imajinasi penulis.
pembaca setia: menarik banget nih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!