Lintang yang baru pulang ke kampung halamannya setelah 2 tahun merantau ke kota menjadi baby sitter merasakan kampungnya sangat mencekam. Ia melihat sosok mahluk menyeramkan saat Maghrib karena tidak percaya dengan cerita Doni bahwa kampungnya sedang terjadi teror oleh hantu Seruni.
Siapa Seruni sebenarnya, mengapa ia meneror warga kampung Sedap Malam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Doni memerintahkan seorang pria tua yang menghuni gedung di dalam hutan larangan itu untuk menguburkan jasad Seruni di belakang rumah besar itu.
Setelah itu ia keluar menghampiri para pengikutnya yang sudah selesai dengan santapan mereka. Doni tersenyum melihat para pengikutnya yang wajahnya bersimbah darah.
"Sekarang kalian buang jasad wanita itu, segera kembali ke rumah kalian masing-masing, dan lihatlah ke dalam ruang persembahan kalian di rumah, kalian akan mendapatkan kejutan yang membuat kalian bahagia." titah Doni. Mereka semua mengikuti perintah yang Doni berikan dengan riang gembira. Para manusia iblis itu bersama-sama menggotong tubuh bidan muda yang sudah tidak bernyawa itu dan memasukkannya ke dalam karung untuk di buang ke dekat Pustu agar di temukan oleh orang.
"Tuan, bagaimana dengan Surya dan Andre yang masih mengincar kita?" tanya Rahmat sebelum mereka pergi.
Doni nampak berpikir beberapa saat. "jangan pernah menyentuh calon mertuaku. Aku tidak ingin calon istriku sedih karena kita melukai bapaknya. Giring opini semua masyarakat kampung agar berprasangka bahwa Andre dan keluarganya lah yang membuat kampung sedap malam tidak aman, sebisa mungkin mereka harus mengusir Andre dan keluarga nya dari kampung ini karena mengira mereka pemuja iblis yang membuat teror di kampung ini." kata Doni menatap lurus ke depan.
"Tapi setahuku, setelah istrinya meninggal, Andre membawa ibunya pergi dari kampung ini pindah ke kota Tuan, sepertinya Andre memang sengaja datang ke sini untuk mencari tau penyebab meninggalnya istrinya. Dan aku dengar-dengar besok akan ada kepolisian yang datang ke sini untuk mengusut kasus kematian istrinya Andre."
Doni mengalihkan atensinya pada anak buahnya itu, ia menatap Rahmat dengan tatapan terkejut. "Apa yang kamu bilang benar? Kalau memang benar, malam ini kalian bersihkan tempat itu sampai benar-benar tidak ada jejak sama sekali bahwa tempat itu pernah kita gunakan sebagai tempat eksekusi para tumbal. aku tidak ingin mendengar laporan bahwa polisi menemukan barang bukti walau hanya sehelai rambut pun." kata Doni tegas. Rahmat mengangguk paham dan langsung pergi untuk memerintahkan yang lainnya menjalankan perintah tuannya. Doni melihat kearah luar dan menatap peti mati ibunya yang berada di depan rumah besar itu.
"Bu, maaf, sepertinya untuk beberapa saat aku belum bisa membangkitkan ibu agar ibu bisa membalaskan dendam ibu pada mereka. Aku masih tergila-gila pada seorang gadis bernama Lintang Bu, maaf jika aku melanggar janjiku untuk tidak jatuh cinta pada gadis di desa ini. Tapi hatiku benar-benar menginginkan nya menjadi istri ku. Aku berusaha menyembunyikan identitas ku pada gadis itu dan keluarganya, maka dari itu aku harus membuatnya percaya padaku."
Setelah mengatakan itu, Doni bergerak cepat menuju ke markas lama mereka menyusu anak buahnya, yang berada di gedung kosong belakang kelurahan. Ia tidak ingin ada satupun barang bukti miliknya dan pengikutnya yang di temukan oleh petugas polisi besok.
ketika sampai di sana, Doni melihat anak buahnya sedang berkelahi dengan beberapa petugas polisi, ada sekitar 5 orang petugas polisi yang berkelahi dengan beberapa kali melepaskan tembakannya. Syukur para pengikut Doni bisa mengelak dari tembakan itu. Doni memakai topeng nya dan ikut membantu anak buahnya. Doni berlari dan mengarahkan samurainya kearah petugas polisi yang bersiap akan menembak salah satu anak buahnya. Doni menyerang dari arah belakang hingga polisi tidak mengetahuinya dan langsung menebas punggung polisi itu hingga tumbang dengan tubuh bersimbah darah.
"Aaaah." polisi itu berteriak kesakitan dan tumbang diatas tanah, beberapa rekannya berusaha membantunya dan saat itu tidak di sia-sia kan oleh Doni dan anak buahnya untuk langsung menyerang polisi itu hingga beberapa menit kemudian ke 5 polisi itu sudah tewas dengan kondisi yang mengenaskan, ada yang lehernya hampir putus, kepala terbelah dan juga kondisi mengenaskan lainnya.
"Bagaimana mereka bisa ada disini, bukannya mereka akan datang besok?" tanya Doni dengan nafas tersengal.
"Kami juga tidak mengetahuinya tuan, ketika kami sampai di sini. Mereka langsung melepaskan tembakan kearah kami. Sepertinya mereka memang mengintai tempat ini atas permintaan Andre." kata salah satu dari mereka.
Doni menyeringai mendengar hal itu. "Andre, aku tidak menyangka kamu begitu keras kepala. lihatlah orang suruhanmu, mereka semua mati sia-sia karena mengikuti perintahmu." kata Doni dan menginjak dada dari korbannya yang sudah tak bernyawa.
"Jadi bagaimana tuan, apa yang harus kita lakukan." kata Rahmat, mereka menunggu perintah selanjutnya dari ketua mereka.
"Biarkan saja jasad mereka, biarkan hal ini membuat warga gempar dan terdengar hingga ke telinga Andre. Jawab Doni dengan senyum menyeringai.
"Pastikan kalian tidak meninggalkan jejak apapun termasuk sidik jari, kalian memakai sarung tangan bukan?" tanya Doni menatap mereka semua. Mereka serentak menganggukkan kepalanya. "Bagus, sekarang lebih baik kita pulang. Dan ingat, berpura-pura terkejut ketika besok mendengar hal ini." kata Doni lalu meninggalkan tempat itu menuju rumah gubuknya.
Ketika pagi hari, sekitar pukul 6 pagi. Lintang baru bangun tidur. Ia merasakan tubuhnya sangat pegal-pegal dan lemas karena semalam bermain dengan Doni. Bangun dari tidur, Lintang duduk di tepi ranjang dan melihat kartu ATM yang semalam Doni berikan diatas meja belajarnya. Lintang menyunggingkan senyumnya dan meraih kartu ATM tersebut. "Hehe, aku jajanin ya nanti." gumam Lintang pelan lalu kembali meletakkan kartu itu diatas meja.
Lintang menatap pantulan dirinya dari cermin di lemarinya. Outerwear yang semalam ia gunakan sudah tidak lagi terpakai, ia menatap tubuh telanjangnya yang penuh dengan kissmark yang Doni berikan. Lintang berdiri dan tersenyum menyentuh bagian tubuh yang berwarna merah. "Dasar Doni nakal, yang kemarin-kemarin saja belum ilang udah di tambahin lagi." Lintang menggelung rambutnya dan melihat lehernya yang juga memerah.
"Astaga Doni, gimana caranya aku menutupinya kalo kaya gini. Kalo bapak sama ibu tanya aku jawab apa?" ucap Lintang gelisah, ia membuka lemari pakaiannya dan mencari pakaian yang menutupi lehernya. Lintang memutuskan memakai manset hitam yang lehernya tertutup dengan bawahan celana training berwarna pink. Lintang berkaca sekali lagi dan memastikan jika bekas cupang Doni tidak terlihat. Setelah dirasa aman, Lintang memutuskan keluar dari kamar, saat akan membuka pintu, Lintang melihat gaun malamnya yang semalam di robek Doni, ia segera memungutnya dan membuangnya ketempat sampah. Lintang juga membereskan tempat tidurnya yang berantakan, aroma percintaan mereka semalam masih melekat di seprei itu, setiap melihat ranjang yang berantakan itu, Lintang kembali mengingat pertempuran panasnya dan Doni semalam. Doni benar-benar bisa membuatnya melayang. Lintang tersenyum sendiri mengingat kegagahan Doni diatas tubuhnya.
Tok tok tok
"Lintang, bangun nduk udah siang." tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya di ketuk oleh ibunya. "Injeeh Buk, Lintang udah bangun." jawab Lintang, lalu membuka kunci pintu kamarnya dan membuka pintunya. "Kamu ini dari subuh di bangunin nggak bangun-bangun tumben banget." kata Darmi dan melesak masuk ke dalam kamar putrinya dan membuka gorden serta jendela kamar Lintang. Lintang tersenyum meringis dan duduk di bibir ranjang. "Maaf buk, Lintang capek banget, pulang dari kota naik motor rasanya benar-benar capek." ucap Lintang berbohong sambil merentangkan tangannya dan memijit pundaknya sendiri, tidak mungkin dirinya mengatakan jika lelah karena bercinta dengan Doni semalam. Darmi mengusap pucuk kepala Lintang dan menyuruhnya untuk mandi.
"Ya udah, sekarang mandi sana. Udah gitu anterin sarapan ke rumah Doni." kata Darmi dan akan keluar kamar. Mendengar hal itu Lintang senang bukan main.
" ngapain nganter sarapan kesan segala buk?" tanya Lintang. Darmi menoleh ke belakang dan menatap putrinya. "Tadi sholat subuh bapak ketemu Doni di mushola keliatan nya nggak enak badan. bapak nyuruh anterin sarapan sama obat, tapi ibu masih repot mau nyuci, mending kamu aja sama yang nganterin. Jangan lama-lama nanti kesiangan kasihan anak itu, sendirian tinggal disini." kata Darmi lagi, netranya menatap sebuah kartu ATM diatas meja belajar Lintang.
"Itu kartu ATM siapa nduk?" tanya Darmi dan menunjuk kartu diatas meja. Lintang mengalihkan pandangannya kearah meja dan tersenyum. "Owh, itu di kasih Doni buk, Doni bilang aku bisa pake uang Dia dulu untuk daftar kuliah, nanti kalo udah mulai kerja di perusahaannya baru mulai potong gaji setiap bulannya." Jawab Lintang berbohong lagi, entah mengapa semenjak bersama Doni Lintang jadi pandai berbohong.