Tarik Ulur Cinta

Arion meninggalkan Renata yang melihat lelaki itu dengan tatapan nanar. Ia mengepalkan tangannya karena merasa diabaikan oleh lelaki yang pernah menjadi kekasihnya itu.

Sementara itu, Jemima terus melihat ke arah pintu keluar. Hannah dan Oscar memilih memperhatikan gerak-gerik Jemima dalam diam. Terdengar helaan nafas pelan yang berasal dari Jemima, saat melihat kehadiran Arion.

Hannah tersenyum geli saat melihat reaksi dari Jemima itu, sedangkan Oscar tetap berdiam diri dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Udah selesai ngobrolnya?" tanya Jemima saat Arion kembali duduk di sebelahnya.

Arion hanya mengangguk dan sepertinya tak ingin memperpanjang percakapan itu. Jemima menahan diri untuk tidak kembali bertanya, saat melihat ekspresi dingin yang muncul di wajah sahabatnya itu.

***

"Hannah, aku harap lain kali kamu engga sembarangan ngomong! Kamu jangan buat Jemima jadi tameng! Aku engga butuh pelindung, untuk nyelesain masalahku sendiri! PAHAM KAMU!" tegas Arion saat mereka sudah kembali ke rumah.

Hannah merasa tak terima dengan perkataan Arion.

"Aku engga jadiin Kak Mima tameng! Tapi kakak juga tau kalo, cepat atau lambat kalian akan ditunangkan! Jadi untuk apa sembunyi-sembunyi lagi!"

Jawaban Hannah, membuat Jemima yang sedang berada bersama mereka membeku. Ia menatap Hannah, Arion dan Miranti secara bergantian.

"Ehmm, boleh aku tau apa maksud dari omongan Hannah tadi, Tante?" tanya Jemima pelan dengan nada penuh penekanan karena ia merasa bahwa keluarganya dan keluarga Arion menyembunyikan sesuatu yang sebenarnya sudah ia curigai selama ini.

Miranti menghela nafas berat, sebelum akhirnya ia menjelaskan hal yang sebenarnya kepada putri dari sahabat baiknya itu.

"Mima sayang, sebenarnya sejak kecil, kami berharap kalian bisa menjadi pasangan. Kalian menikah dan memberikan kami cucu-cucu yang ganteng dan cantik untuk menemani hari tua kami. Tapi kepindahan kami ternyata ngasih dampak besar ke kalian. "

Miranti mencoba memberi penjelasan secara hati-hati kepada Jemima, agar gadis itu tidak merasa dibohongi. Miranti kembali melanjutkan perkataannya.

"Waktu Tante dengar kabar kalo Mima mau ke sini, kami ngerasa dapet angin segar. Kami sepakat untuk menjodohkan kalian lagi. Tante harap kamu engga merasa kami ngebohongin kamu, ya sayang.... Karena jujur selama ini tante rindu banget Mima mau datang ke Bali dan ketemu kami lagi. Ternyata Tuhan jawab doa, Tante!"

Penjelasan dari Miranti membuat Jemima hanya bisa mengangguk pelan. Ia masih mengalami kesulitan dalam mencerna kenyataan yang ada di hadapannya. Arion menatap wajah Jemima yang terlihat tertegun.

"Mima, aku engga pengen nikah sama kamu! Jadi kalo kamu juga merasa kayak gitu, aku yakin keluarga kita engga akan bisa maksain kehendak mereka. Aku engga pernah bilang aku setuju dengan perjodohan ini!"

Perkataan Arion membuat wajah Jemima terangkat. Keterkejutan tampak di wajahnya yang terlihat memucat. Jemima tidak menyangka bahwa Arion akan berbicara se-frontal itu di depan dirinya.

Jemima merasa terguncang. Ia tidak mengatakan apa pun selain ucapan selamat malam. Ia beranjak ke kamarnya dengan sisa kekuatan yang ia miliki. Pernyataan tegas Arion membawa tekanan yang berat pada diri Jemima.

***

Jemima luruh ke lantai setelah ia menutup pintu kamarnya. Ia menekan dadanya dengan keras, karena ia merasakan nyeri yang luar biasa. Hantaman yang ia dapat karena apa yang ia dengar tadi, seperti meruntuhkan dunianya.

Ia menangis dalam diam, ia menggigit bibirnya agar tangisnya tidak pecah dan terdengar oleh Arion dan keluarganya. Kata-kata Arion, kembali terngiang. Sembilu menghujam relung hati Jemima, berkali-kali.

'Dia nolak aku, tanpa memikirin perasaanku! Apa nikah sama aku, se 'nightmare' itu? Apa dia pikir aku mau nikah sama dia?Kenapa aku harus menangis karena lelaki dingin itu? Ah, tapi rasanya sakit!'

Jemima tidak bisa tidur semalaman, matanya sembab karena banyak menangis. Kepalanya pun terasa sangat sakit dan berat, ia terus mengutuk Arion karena menjadi penyebab dari rasa sakit yang ia derita.

Keesokan harinya, Jemima tidak turun untuk sarapan bahkan ia tidak masuk kerja. Arion sengaja berangkat terlebih dahulu karena tidak ingin bertemu dengan Jemima. Sehingga ia sama sekali tidak mengetahui kondisi Jemima.

Miranti dan Hannah yang tidak melihat Jemima saat sarapan mencoba menghubungi nomor kontak Jemima, tetapi ponsel milik Jemima ternyata tidak aktif. Miranti menghubungi Arion, untuk menanyakan keberadaan Jemima dan hanya mendapat jawaban bahwa sang putra tidak berangkat bersama Jemima dan gadis itu juga belum tiba di kantor.

Miranti dan Hannah mencoba mengetuk pintu kamar Jemima, tetapi tidak ada jawaban. Mereka mencoba peruntungan dengan menekan gagang pintu, ternyata pintu itu tidak dikunci oleh Jemima.

"Mima!" teriak Miranti saat melihat penampakan Jemima yang terlihat mengerikan. Jemima mengangkat wajahnya karena mendengar teriakan yang menggema di kamarnya.

"Mima, kamu kenapa sayang?" Miranti segera mendekati Jemima yang masih terbaring lemah di kasurnya.

Jemima memukul kepalanya, untuk mendapatkan kembali kesadarannya. Kepalanya terasa sakit hingga membuat pandangannya kabur.

"Tante, ada apa? Kenapa tante bisa ada di kamar ini?" ujar Jemima lirih sembari mencoba bangkit dari tidurnya, tetapi tidak berhasil. Tubuhnya terlalu lemah, ia seolah kehilangan seluruh energinya.

"Tante yang harusnya nanya kamu, sayang! Kenapa kamu engga turun ke rumah makan, bahkan kamu engga berangkat kerja?!" balas Miranti sembari memeriksa kondisi Jemima.

Hannah yang berada di belakang Miranti memilih untuk duduk di kursi yang ada di dekat ranjang Jemima.

"Kak, itu mata kenapa? Sejak kapan berubah jadi mata panda?" tanya Hannah saat melihat perubahan pada mata Jemima.

Jemima langsung mengambil cermin yang terletak pada meja yang ada di samping ranjang. Saat melihat penampakan wajahnya ia berteriak dan menutupi dirinya dengan selimut.

Miranti dan Hannah tertawa geli melihat tingkah Jemima. Mereka sudah bisa menebak apa yang terjadi pada gadis itu, malam tadi.

Miranti menghela nafas panjang, sembari menarik selimut yang digunakan Jemima untuk menutupi tubuhnya. Miranti meminta maaf atas perkataan yang diutarakan oleh Arion maupun tindakan mereka yang menyembunyikan rencana perjodohan antara Arion dan Jemima

Jemima menggelengkan kepalanya, sembari menggenggam tangan Miranti. Ia tidak ingin Miranti meminta maaf atas nama Arion, walau ia sebenarnya masih tidak berterima karena hanya dia yang tidak mengetahui tentang rencana perjodohan itu.

"Mima, tante benar-benar berharap kamu yang akan menjadi menantu tante. Tapi kalo memang kamu engga mau karena sikap Arion ke kamu, tante engga akan maksa, sayang!"

Wajah sendu Miranti membuat Jemima merasa tidak nyaman. Ia menggenggam tangan Miranti dengan erat dan memaksakan diri untuk memberikan senyuman terbaiknya untuk sang tante.

"Tante, Mima gapapa kok, cuma jujur aku kaget banget karena merasa jadi orang yang terakhir tahu tentang perjodohan kami! Ehm, tante boleh engga Mima ngajuin satu permintaan?"

****