NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikahi Pembantu

Terpaksa Menikahi Pembantu

Status: tamat
Genre:Tamat / Single Mom / Janda / Pengantin Pengganti / Pengganti / Dijodohkan Orang Tua / Pembantu
Popularitas:1.3M
Nilai: 4.8
Nama Author: D'wie

Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.

Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tamparan

Bila kemarin-kemarin Madava pulang sekitar pukul 9 malam, maka Madava hari ini pulang seperti biasanya, yaitu pukul 5. Madava pulang ke rumah dengan raut muka masam.

'Itu muka apa jeruk purut?' gumam Ayu saat melihat Madava melewati dirinya dengan muka masam. Rafi sedang ke kamar mengambil buku gambar, jadi tak ada alasan bagi Ayu untuk memasang wajah ramah. Ia memasang wajah datar membuat Madava mendengus melihatnya.

Madava masuk ke kamar kemudian menghempaskan tasnya ke atas sofa di kamar. Merasa lelah, Madava pun segera membaringkan tubuhnya ke atas ranjang besar di dalam sana hingga tanpa sadar ia terlelap.

Namun, belum lama ia tertidur, Madava mendengar suara tawa renyah dari luar sana. Lebih tepatnya ruang tamu. Madava mengucek kedua matanya. Madava mengambil ponsel untuk melihat jam, dahinya berkerut setelahnya.

"Siapa bertamu jam segini?" gumam Madava heran sebab jarum jam masih menunjukkan pukul 17.34.

Melepas dasi, Madava berjalan keluar untuk melihat dengan siapa Ayu dan Rafi bercanda. Soalnya tidak biasanya kedua orang itu tertawa sebegitu renyahnya. Biasanya hanya ada kesunyian di rumah lumayan besar itu.

Sesampainya di ruang tamu, mata Madava terbelalak. Entah sejak kapan ada Asrul di sana. Mereka tampak sedang menyantap bakso dengan ditemani jus buah.

"Sialan! Ngapain dia kemari sore-sore begini?" gumam Madava kesal.

Ia pun segera menghampiri ketiga orang itu.

"Loe ... ngapain sore-sore kelayapan kemari? Nggak punya rumah loe?" ketus Madava heran melihat kedatangan Asrul ke rumahnya sore-sore seperti ini. Bahkan dari pakaian yang Asrul kenakan, ia tidak pulang dulu ke rumah alias langsung ke mari karena ia masih mengenakan pakaiannya saat bekerja.

"Bukan urusan loe," jawab Asrul acuh tak acuh.

"Heh, yang loe datangi itu rumah gue jadi wajar kalau gue bertanya."

"Emangnya kalimat loe tadi sebuah pertanyaan? Bukannya sebuah sindiran." Asrul menjawab sambil terus menyantap baksonya. "Gimana Raf, enak baksonya?"

"Enak Om. Enak banget," jawab Rafi yang sedang menyantap bakso miliknya.

Madava mendengus. Ia melihat Ayu, Rafi, dan Asrul menyantap baksonya dengan begitu lahap. Madava seketika menjilat lidah dan menelan ludah. Perutnya tiba-tiba lapar.

"Dahlah, puyeng ngomong sama loe. Mana bakso gue?"

"Bakso loe? Emang siapa yang beliin loe bakso?"

"Lah, itu mereka loe beliin, kenapa gue nggak?"

"Duit loe lebih banyak, beli sendiri lah. Gue cuma beliin Ayu dan cal--- eh Rafi," ujar Asrul cengengesan membuat Madava kesal.

"Papa mau makan bakso juga? Makan sama Rafi yuk, Pa!" ajak Rafi sambil tersenyum sumringah. Madava tersentuh mendengar tawaran bocah laki-laki itu. Apalagi ia menawarkan sambil tersenyum sumringah. Tangan Madava reflek terangkat ingin mengusap puncak kepalanya, tapi seketika ia menghentikan gerakannya. Bibir yang hampir tersenyum dalam hitungan detik kembali datar.

"Terima kasih. Rafi makan saja. Pa---pa nggak lapar kok." Madava menjawab kaku.

Lalu ia melangkahkan kaki kembali ke kamarnya. Di dalam kamar, Madava menghembuskan nafas kasar. Entah kenapa ia kesal melihat kedatangan Asrul sore ini. Apalagi ia tampak begitu akrab dengan Ayu dan Rafi.

Begitu pula hari-hari berikutnya, Asrul hampir setiap hari datang. Ia datang dengan berbagai alasan. Seperti saat ini, ia datang untuk mengajak Ayu dan Rafi ke tempat wisata permainan air.

"Mau kemana?" tanya Madava saat melihat Ayu yang sudah terlihat rapi berdiri di depan kamarnya.

Sebenarnya sudah sejak kemarin Ayu ingin meminta izin sebab Rafi memang sudah lama sekali ingin pergi ke tempat permainan air tersebut. Kebetulan beberapa hari yang lalu, Asrul menawarkan hal tersebut. Tentu saja Rafi merasa senang bukan main. Salah satu impiannya adalah pergi ke tempat permainan air tersebut. Ayu yang tak kuasa melihat kebahagiaan Rafi pun terpaksa mengiyakan meskipun belum mengantongi izin dari Madava.

"Em, aku sama Rafi mau ke Ocean Park," ujar Ayu.

"Sama siapa?"

"Em, Mas Asrul."

"Apa? Asrul?"

"Iya."

"Kamu waras?"

"Apa?" Mata Ayu terbelalak saat mendapatkan pertanyaan itu.

"Kamu belum tuli 'kan?"

"Apa maksudmu mengatakan itu?" kesal Ayu dengan sorot mata tajamnya.

"Kalau kamu waras, kamu nggak akan pergi sama Asrul. Kamu itu perempuan bersuami. Apa kata orang kalau mereka tahu, kamu, istriku, pergi dengan laki-laki lain."

"Apa peduli mu?"

"Masih bertanya. Apa kau tidak bisa menjaga marwah mu sebagai seorang istri, hah?" sentak Madava. Entah kenapa ia benar-benar kesal saat mengetahui Ayu akan pergi dengan Asrul. Ia pun tidak habis pikir dengan temannya itu, kenapa bisa kecantol dengan perempuan seperti Ayu. Oke kalau Ayu masih lajang. Tapi ... Ayu ini sudah bersuami lho. Dan suaminya itu temannya sendiri, tapi ia dengan begitu santainya mencoba mendekati perempuan yang sudah menjadi istrinya ini. Apa tidak ada perempuan lain lagi?

"Memangnya kau menganggapku sebagai seorang istri?" tanya Ayu membuat Madava tertohok. Ia bahkan selalu bersikap semena-mena dengan Ayu. Apalagi saat di depan Rafi, ia akan bersikap semena-mena sebab ia tahu, Ayu pasti akan menuruti perintahnya bila di hadapan anaknya.

Seperti kemarin, ia menyuruh Ayu memasangkannya sepatu saat ada Rafi di dekatnya. Dengan menahan kesal, Ayu pun memasangkan sepatunya.

Lalu kemarinnya lagi, Madava menyuruh Ayu memasangkannya dasi. Tak peduli Ayu lebih pendek darinya sehingga kesusahan untuk memasangkannya, tapi lagi-lagi Ayu terpaksa menuruti perintah Madava.

Pernah juga Madava menyuruh Ayu menggoreng nasi saat nasi putih dan lauk pauknya sudah terhidang. Saat nasi goreng sudah terhidang, ia justru memakan nasi putih yang sudah dihidangkan tadi dengan acuh tak acuh. Ayu hanya bisa menahan kedongkolan hatinya. Ingin marah dan protes, tapi ada Rafi di sana. Ia tidak ingin Rafi melihat perdebatan mereka. Jadi Ayu hanya bisa menahan kekesalan hatinya atas sikap menyebalkan Madava.

"Terlepas aku menganggap mu istri ataupun nggak, ingat, statusmu itu adalah istriku. Orang-orang yang mengenalku pun tahu itu. Seharusnya kau bisa menjaga sikapmu. Jangan seperti perempuan murahan! Atau jangan-jangan kau memang perempuan murahan?" desis Madava membuat Ayu benar-benar sakit hati mendengarnya.

Plakkk ...

Sebuah tamparan mengenai pipi Madava. Madava sampai terkejut luar biasa saat mendapatkan tamparan itu. Ini untuk pertama kalinya ia ditampar seseorang. Dan yang lebih menyulut amarahnya yang menamparnya adalah Ayu. Seorang pembantu yang diangkat menjadi istrinya oleh ibunya. Sungguh tidak tahu malu bukan, pikirnya. Seharusnya ia berterima kasih pada keluarganya sebab berkat keluarganya lah derajatnya bisa terangkat. Namun Ayu justru bersikap sebaliknya. Ia bersikap angkuh hanya karena ia berhasil menyelamatkan wajahnya di hadapan orang-orang.

"Kau ... "

"Tutup mulut busuk mu itu! Jangan hanya karena aku orang miskin jadi kau bisa bersikap semau mu. Bukankah kau sendiri yang membebaskan aku pergi dengan Asrul? Lagipula, aku memang pergi dengannya, tapi itu semata-mata untuk membahagiakan Rafi. Apa salah aku ingin membahagiakan anakku? Ya, Rafi bukan anakmu jadi apa peduli mu padanya. Tapi aku nggak bisa. Kalaupun Rafi memintaku meninggalkanmu, maka hari itu detik itu pula aku akan melakukannya tanpa pikir panjang. Karena Rafi adalah prioritasku," tegas Ayu.

Sebenarnya Ayu sadar sikapnya pergi dengan laki-laki yang bukan mahramnya itu salah. Hanya saja, melihat raut penuh harap di wajah Rafi, mana ia tega untuk menolak. Ia pikir, Madava akan mengerti. Apalagi pernikahan mereka bukanlah pernikahan sesungguhnya. Seharusnya Madava bersikap biasa saja 'kan. Tidak perlu marah-marah.

Tapi apa ini? Kenapa ia marah-marah? Sok posesif. Menyebalkan.

...***...

...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...

1
Siti Nurbaidah
Luar biasa
guntur 1609
mantap Rafa. kata2 mu tu sprti seorang casanova
Siti Nurbaidah
Luar biasa
guntur 1609
rasain kau tika. itulah hasil yg kau tanam selama ni. tinggal mila sja yg blm
guntur 1609
dasar orang gila. muka tembok
guntur 1609
mampus kau dava. kalau kau percaya sm gisela ular. padahal ayu sedang hamil sekarang. kau akan menyesal jika aoercaya gisel
Emil Husin juhri
Kecewa
Emil Husin juhri
Buruk
guntur 1609
telat
guntur 1609
sama ja semuanya... satu jurusan. daar dava. mentang2 sdh kena
guntur 1609
ayu sdh terotak. gak jadi tersalurkan. makanya uring2 an
guntur 1609
pasti ragi cocok darah sm sum2 belakangnya sm dava
guntur 1609
kau pun salah yu. seharusnya kau juga peka dengan kejadian ini
guntur 1609
hahah laporan kau dava
guntur 1609
jangan bilang laki2 yg sm via tu asrul
guntur 1609
jangan blngbdava pernah melecehkan mamanya rafi tapi gak sadar.
guntur 1609
hmngkn ayu ramah sm mu di waktu pagi. agar kau semangat bekerjanya
guntur 1609
pa rafi bukan anak kandungnya ayu ya
guntur 1609
hahahha kena kau kan dava
guntur 1609
hahahhah krna mental madava
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!