Penyesalan memang selalu datang terlambat, itulah yang dialami gadis cantik bernama Clara.
Efek mabuk dan ketampanan seorang pria bernama Dean, ia sampai kehilangan kesuciannya di malam itu dan mengandung.
Ia tak punya pilihan lain selain harus menikah kontrak dengan Dean.
Saat Clara berharap akan cinta Dean, masa lalu Dean terus mengganggunya.
Apakah ia bisa menggantikan posisi wanita pengisi hati Dean pada akhirnya?
Atau semuanya akan berakhir sesuai tanggal batas akhir kontrak pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xoxo_lloovvee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
"Lucu kau mengatakan menyelamatkanku." Clara tak memercayai Verona. Ia lebih percaya jika Verona bergabung dengan ibu Dean dan ikut memperbudaknya.
"Ya, ya. Terserah kau." Verona tak ambil pusing.
Tak lama setelahnya Dean datang dan bergabung dengan mereka. Kedatangan Dean membuat suasana canggung itu mencair.
"Ini!" Verona menyodorkan kartu kreditnya pada Clara.
"Untuk apa?" Nah kan, seperti yang ia pikirkan tadi. Verona lebih cocok jadi orang jahat. Pastinya ia menyuruh Clara membeli kopi atau cemilan untuk mereka. Sok-sokan menjadi penyelamat.
"Untuk kau berbelanja."
"Hah?" Clara tak paham.
"Anggap saja bayaran meminjam Dean. Terserah kau membeli apa."
Clara yang masih bingung berbalik pada Dean yang duduk di kursi belakang. Dean mengangguk memberi tanda.
"Sebaiknya kau tak menyesal." Clara mengambil kartu kredit itu dan keluar dari mobil. Ia bertekad tak akan menyianyiakan kesempatan yang tak akan datang dua kali ini.
"Tumben." Dean mengambil alih tempat Clara di kursi depan.
"Apanya?"
"Jika ini adalah Verona yang ku kenal, maka ia pastinya mengusir saja Clara, tak perlu memberinya kartu kredit."
Tak hanya Clara yang merasakan perubahan sikap Verona.
"Kau sama menyebalkannya dengan istrimu itu."
Dean terkekeh. Ia lebih terbiasa dengan Verona yang kasar seperti ini.
"Jadi apa? Mau curhat apalagi?"
Verona menatap kosong ke arah depan. Pasar itu dipenuhi oleh turis lokal dan asing. Ia dan Dean cukup sering ke Bali ataupun luar negeri saat liburan.
"Apa yang kau lakukan jika bertemu Bella?"
Dean sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. "Tak ada."
Verona memutar badannya agar menghadap Dean. "Katakan padaku, apa aku harus memihakmu atau Bella?"
"Itu hakmu." Dean tetap menutup mulut. Apa yang terjadi diantara dirinya, Bella dan Edho cukup ia simpan saja. Ia memilih tak ingin mengungkit hal itu lagi, paling tidak sampai ia tahu alasan Edho membencinya.
"Kalian menyebalkan. Paling tidak aku tahu siapa yang salah." Verona kesal. "Apa aku harus membuatmu dan Bella balikan?"
Dean terkekeh. "Tak akan Ver. Lebih baik tak usah mencoba. Hanya buang waktu."
"Apa kau mencintai Clara?"
Dean mengalihkan pandangannya dari depan ke arah Verona. "Kenapa kau bertanya?"
"Hanya saja. Kau sangat baik dan perhatiannya padanya, tapi bahkan jika ia adalah orang luar pun kau akan melakukan hal yang sama. Jadi aku hanya penasaran apakah tinggal bersama Clara telah membuatmu jatuh cinta atau tidak. Aku juga ragu kalian tak bersentuhan tiap malam."
Dean tak bisa menjawab. Ia juga tak tahu akan perasaannya selama ini. Ia memang peduli dan memerhatikan Clara. Itu sekedar rasa tanggung jawabnya.
"Apa kau mengundangku dan Clara ke sini hanya untuk menanyakan itu?" Dean mengalihkan pembicaraan.
"Tentu tidak. Aku hanya ingin tahu apakah pada akhirnya kamu berhasil move on atau tidak? Apakah kau bisa mencintai Clara setelah hidup bersamanya."
"Kalau kau tidak bisa melupakan Felix, kau tidak akan bisa membuka hatimu untuk Gilang."
Clara hanya mengedip-ngedipkan matanya. Ia sudah mencobanya setahun ini tanpa mendapatkan hasil.
"Gilang itu orang baik, ia peduli dan perhatian padamu. Jangan menyakitinya. Pernikahanmu tinggal dua hari, kau tak boleh mengacaukannya." Dean memberi nasehat.
"Aku tahu. Lagi pula ibuku tak akan membiarkannya."
Setelah percakapan panjang itu, Clara kembali membawa banyak belanjaan. Ia acuh tak acuh dengan respon Verona, toh dia sendiri yang memberikannya.
Mereka makan malam di salah satu rumah makan yang populer. Tak banyak yang mereka bicarakan selama makan malam. Ibu Verona menelpon jadi mereka pulang ke vila setelahnya.
Keadaan vila semakin ramai. Lebih banyak orang yang datang. Keluarga Edho pun baru sampai. Tapi Clara dan Dean memilih untuk kembali ke vila mereka saja.
"Dean!" panggil ibu Dean menghentikan keduanya. "Ayo makan bersama."
"Kami sudah makan Mi." Dean menolak.
"Sedikit saja. Semua orang berkumpul. Kau juga!" Ia menyuruh Clara.
"Kita sebentar saja di sana." Clara tak enak hati terus membuat ibu Dean membencinya hari ini.
"Kau yakin?" Dean memastikan.
Keduanya bergabung dengan keluarga Dean. Kursi keduanya berada di ujung, dekat dengan keluarga Gilang. Mereka tak banyak bicara seperti keluarga Dean, lebih tenang dan tampak elegan.
Hembusan angin membuat Clara kedinginan. Ia tak sempat mengambil jaketnya. Rupanya Dean mengetahui Clara yang kedinginan. Ia melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Clara.
Sikap gentleman Dean membuat Clara terenyuh. Semakin Dean melakukan hal-hal ini maka semakin pula ia mencintainya. Clara hanya bisa menatap Dean dalam diam.
"Bella!"
Nama itu membuat Dean dan Clara menoleh. Seorang gadis yang Clara lihat di handphone muncul. Ia lebih cantik daripada di foto. Pantas saja Dean menyukainya. Clara sama sekali tak bisa dibandingkan dengannya.
Orang tua Dean dan Verona menyambut Bella dengan antusias. Mereka memeluknya dengan semangat. Clara bisa melihat bahwa mereka memamerkan hubungan itu. Ia tak peduli. Ia hanya peduli dengan reaksi Dean.
Dean tampak tak peduli dengan kehadiran Bella. Ia bahkan tak menoleh ke arahnya.
"Ayo duduk di sini aja." Ibu Dean menarik Bella menuju arah Clara dan Dean. Ada kursi kosong di samping Clara.
"Kau geser ke sana!" perintah ibu Dean pada Clara. Dengan begitu maka Bella akan duduk di antara Clara dan Dean.
Clara berdiri namun merasa tangan kasar menariknya untuk tetap duduk. Ia menoleh dan mendapati Dean menahannya.
"Memangnya boleh orang asing duduk di tengah sepasang suami istri?" Dean berkata dengan keras. Semua mata terarah pada mereka sekarang.
"Bella kan bukan orang asing." Ibu Dean bersikeras.
"Istriku tak akan duduk jauh dariku." Dean menekankan. Masih menahan Clara.
"Masih ada kursi kosong kok." Ayah Gilang angkat bicara. Keadaan terlalu serius sampai orang asing harus campur tangan.
"Iya tante, aku duduk di sana aja," Bella pergi ke kursi lain yang tak ditempati, jauh dari keduanya.
Ibu Dean cukup bodoh, pikir Clara. Ia sebegitunya ingin menghancurkan hubungan Clara dan Dean dengan kehadiran Bella. Clara tak tahu pasti, tapi ia cukup yakin Dean sudah tak mencintai Bella seperti yang ibu Dean pikirkan.
Dean bisa saja menemui Bella sembunyi-sembunyi meski menikahi Clara. Jika ia mencintai Bella, ia tak harus memutuskan hubungan dengannya karena pernikahannya dengan Dean itu palsu.
Ibu Dean kembali ke kursinya dengan perasaan semakin membenci Clara. Acara makan malam itu berlanjut sampai larut malam. Mereka meminum wine sampai berbotol-botol. Semuanya adalah traktiran ayah Gilang.
Dean hanya meminum seadanya. Ia menahan diri agar tak mabuk. Mereka tak bergabung dengan Verona, Gilang, Edho dan Bella yang memilih untuk duduk di semacam gazebo. Mereka lebih senang berbicara dengan keluarga Gilang yang ramah. Mereka tampaknya tak memedulikan status Clara dan Dean padahal ibu Dean terus mengungkit pernikahan tak diinginkan itu.