Harus Menikah
Wajah gadis itu memucat. Tangannya terasa dingin meremas bajunya. Seolah informasi yang baru ia dengar adalah mimpi buruk siang bolong.
"Ini beneran Dokter?" tanyanya tak percaya.
"Ya benar, usia kehamilan Anda kurang lebih tiga bulan," tegas Dokter wanita tiga puluhan itu. Ia sudah sering mendapati kejadian seperti ini dalam sejarah pekerjaannya. Tak perlu pengamatan menyeluruh ia langsung paham apa yang dialami gadis itu.
"Baik, Dokter. Terima kasih," sahut gadis lain di sebelahnya. "Clara, ayo pulang."
Ia menarik lengan gadis bernama Clara yang masih mematung. Keduanya pun keluar dari ruangan dokter kandungan dengan perasaan tak karuan.
"Aku harus gimana, Gin?" lirih Clara tak percaya menyentuh perutnya. Bagaimana mungkin dalam rahim ini terisi janin tiga bulan.
"Kita pikirin pas kita udah di kosan aja ya."
...****************...
"Aku harus bilang apa ke orang tuaku? Mereka akan membunuhku jika tahu," isak Clara saat keduanya sudah tiba di kosan mereka.
"Tidak akan ada yang membunuhmu Clara," ucap Gina menenangkan sahabat sekaligus teman satu kamarnya itu. Ia menyodorkan segelas air pada Clara yang masih sangat syok.
"Aku tahu. Tapi tetap saja, bagaimana aku akan menghadapi mereka? Aku mengecewakan mereka Gin." Tangis Clara semakin menjadi. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Kita cari cara dulu, Ra." Gina mengelus lembut punggung sahabatnya itu.
"Apa..." Gina ragu-ragu, menunggu reaksi Clara. "Apa menurutmu kita hubungi Dean saja?"
Clara mengangkat wajahnya yang sembab memandang gadis berambut pendek itu. Ingatannya berputar kembali ke tiga bulan lalu. Saat ia dan Gina berada di kelab malam.
"Benar. Ini salahmu Gin. Kalau kamu tidak mengenalkannya padaku, semua ini tidak akan terjadi." Wajah Clara memerah karena marah. Ia menatap tajam sahabatnya itu. Gina-lah yang harus disalahkan atas kesialannya ini.
"Salahku? Aku tidak memaksamu tidur dengan Dean." Gina tak terima dengan perkataan itu.
"Jika kau tidak mengenalkannya padaku..."
"Aku hanya membantumu berkenalan dengannya. Selebihnya itu salahmu!" potong Gina tak terima.
Clara yang bengis pun melunak dan kembali menangis. "Aku tahu Gin, aku tahu."
...****************...
flashback
Tiga bulan yang lalu, ia dan Gina ke kelab malam seperti biasa dengan teman-teman mereka yang lain. Ia sudah sering ke kelab malam, hanya untuk minum miras sedikit dan menikmati musik.
"Ayo ke sana," ajak Nindy menunjuk ke kerumunan orang yang sedang menari.
"Kalian aja," tolak Gina.
"Kalian mana bisa dapat cowok kalo disini aja," paksa Nindy lagi.
"Udah buruan sana." Zira mendorong Nindy dan kekasihnya. "Dasar cerewet."
Clara dan Gina tertawa kecil. Zira baru saja putus dengan kekasihnya seminggu yang lalu. Itulah alasan mereka berada disini. Well, sebenarnya itu sekedar alasan kecil mereka untuk menjadi 'nakal'. Seolah jika datang ke kelab malam tanpa alasan membuat mereka lebih berdosa.
Hanya sebentar bagi Zira untuk mendapati mangsa baru di antara pengunjung kelab. "Yang itu ganteng," seringai Zira dan tanpa basa basi ia menghampiri pria yang sedang menari di lantai pesta.
"Kamu harus banyak belajar dari Zira, Ra." Mata keduanya mengekor mengekor ke arah Zira yang sudah berpelukan dengan laki-laki tak dikenal.
"Dia cocok banget jadi guru masalah percintaan," ucap Clara setuju. Matanya memutar mencari laki-laki tampan yang mungkin bisa meluluhkan hatinya, seperti kata Zira "Mangsa".
Banyak pria tampan di sana tapi entah bagaimana mereka terlihat norak dengan tarian tidak jelas itu. Tidak ada yang sesuai dengan keinginannnya. Karena itulah Gina menyebut Clara punya standar terlalu tinggi.
"Hai, mau menari denganku?" seorang pria mendatangi meja Clara dan Gina.
"Maaf, aku tidak menari," tolak Clara dengan sopan.
"Sebentar saja," paksanya tak peduli dengan penolakan Clara.
Clara menggeleng kepalanya.
"Dia kan udah bilang tidak," seloroh Gina kesal.
"Lalu, apa kau mau menari denganku?" tawar laki-laki itu pada Gina yang membuat Gina semakin kesal.
Gina bangkit dari tempat duduknya siap menampar. "Kau sangat baik membuat orang emosi."
"Wanita keras kepala sepertimu semakin menarik," seringai pria itu membuat Gina semakin mendidih marah.
Tanpa mereka sadari, seseorang memukul kepala pria itu sampai ia menunduk. "Cepat minta maaf." Ia menahan kepala pria tak sopan itu tetap menunduk.
"Hei sakit, lepaskan aku Dean," ia menangkis tangan Dean dari kepalanya, tapi tenaga Dean lebih kuat dibandingkan dirinya.
"Baiklah, aku minta maaf. Maafkan aku semuanya."
Barulah Dean melepaskan tangannya dari pria itu. "Gina?" tanyanya memastikan saat matanya bertemu dengan Gina.
"Jadi kau memang Pak Dekan, ya? Aku kira cuma mirip."
"Berhenti memanggilku Pak Dekan."
"Iya, iya. Kau masih temperamen sama seperti dulu. Anyway, ngapain kamu di sini? Kamu kan alim."
Sekilas tentang Gina dan Dean. Mereka dulu satu kelas saat SMA. Dean di panggil pak Dekan oleh teman sekelas karena ia adalah ketua kelas dan juga Dean itu berarti Dekan dalam bahasa Inggris.
"Ini pertama kali," ucap Dean malu-malu.
"Jadi kau dari dulu memang alim, ya. Hai Gina, namaku Abad. Namamu siapa?" tanyanya berbalik pada Clara yang hanya mematung melihat kejadian itu.
Tak senang dengan sikap Abad, Gina langsung menghempas tangan Abad yang hampir Clara salami.
"Dean, ini teman aku Clara. Clara, ini teman SMA aku Dean."
Begitulah awal mereka berkenalan. Dean pun akhirnya bergabung dengan Gina dan Clara di meja mereka sementara Abad sudah menemukan wanita lain. Mereka mengobrol seadanya dibarengi lantunan musik yang menyakitkan telinga.
Entah karena mabuk atau memang pesona Dean yang begitu kuat, Clara terus saja melirik ke arah Dean. Mata mereka yang bertemu membuat pipi Clara memanas. Gina yang terlalu asyik reuni dengan Dean sampai tak sadar dengan tingkah sahabatnya.
Pukul tiga pagi lebih, Gina sudah sangat mabuk sampai-sampai tak sadar diri. Nindy dan Zira juga entah dimana sekarang.
"Aku akan mengantar kalian pulang," ajak Dean membopong Gina yang sudah tepar.
Clara sebenarnya juga lumayan mabuk. Ia bahkan terhuyung saat berjalan.
"Hei, hati-hati," Dean menangkap Clara yang hampir terjatuh.
Genggaman tangan itu membuat jantung Clara berpacu cepat. Pesona Dean sungguh tak bisa ditolak.
Dean memesan taksi untuk mereka bertiga hingga sampai di kosan keduanya. Dean menggendong Gina masuk ke dalam. Ia benar-benar tak sadarkan diri. Padahal biasanya ia dan Clara bisa pulang tanpa harus tepar.
Saat Dean hendak pulang, Clara yang sudah diselimuti hawa nafsu menghadangnya. Ini adalah pertama kalinya ia menginginkan seseorang sehasrat ini. Mungkin ia memang sudah terlalu mabuk.
Tanpa aba-aba Clara mencium bibir Dean dengan panas. Dean tak mendorongnya, hanya membiarkan Clara bertindak semaunya.
Di samping Gina yang tak sadar diri, mereka menghabiskan waktu subuh itu dengan sangat panas. Itu adalah pengalaman yang tak akan bisa Clara lupakan. Ia menyerahkan dirinya yang hanya dalam hitungan jam ia kenal.
Gina tidak tahu apa pun sampai saat seminggu yang lalu Clara mengaku pada Gina. Ia tidak menstruasi dalam dua bulan terakhir, dan akhirnya mengajak Gina ke dokter kandungan. Seperti yang ia takutkan, hal itu memang terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
❀⃝✿𝐋il 𝐌σσηℓꪱׁᧁׁhׁׁׅׅ֮֮t✿⃝❀
/Casual/aku ga liat, gelap, gelap
2024-06-26
0
Bening
awal cerita udah cewek hmil duluan lgi
2024-06-21
1
Irha Hussnain
haha benar juga. aku baru sadar setelah baca dua kali kalimatnya. Dekan dalam bahasa inggris berarti Dean /Facepalm/
2024-06-16
1