Menjadi penghalang bagi hubungan saudarinya sendiri bukanlah pilihan yang mudah. Mau tidak mau Ran relakan dirinya demi keutuhan keluarga. Cacian, hinaan, tak dianggap, itu bukanlah hal yang baru. Ran memasang wajah palsu yang ia pertontonkan pada siapa pun.
“Di sini aku Ran. Apa kalian melihatku? Aku ada dan hidup di planet yang sama dengan kalian, tolong jangan abaikan aku ... aku sendiri.”
Setelah menikah apa hidup Ran akan berubah? Atau malah sama saja? Menjadi sosok yang dibenci banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Kejadian tadi siang membuat Pasya menangis sampai sekarang. Bagaimana tidak? Guren menjemputnya hanya untuk memarahi Pasya soal kejadian Ran. Dan juga ... tempat ini sangat menyeramkan.
Masih teringat jelas bagaimana takutnya Pasya saat pria itu datang ke rumah dengan gelagat baik di hadapan Mama juga Papa. Namun Pasya tahu jika Guren tidak berniat baik padanya. Saat pria itu minta izin untuk membawa Pasya jalan-jalan, Pasya berusaha menolak dengan berbagai macam alasan.
“Pergilah, Pasya. Kamu sudah lama kan tidak jalan dengan Guren? Nak Guren, bawa mobilnya hati-hati, ya.”
Salsa malah mendorong Pasya untuk ikut dengan Guren. Andaikan wanita itu tahu, putrinya sudah ketakutan setengah mati sekarang.
“Ayo, Pasya,” ajak Guren membingkai bibirnya dengan senyuman yang dibuat sebaik mungkin.
“Ta-tapi—aw!”
Guren langsung menarik tangan Pasya, terkesan memaksa memang, tapi itu tidak disadari oles Salsa yang menganggap Guren hanya tidak sabar menghabiskan waktu dengan Pasya.
Di dalam mobil hanya ada kebisuan, kebisuan yang menegangkan bagi wanita yang tahu apa salahnya. Mata Guren fokus melihat ke depan, sedangkan Pasya menundukkan kepala sembari menggenggam tangannya sendiri.
“Ki-kita mau ke mana?” cicit Pasya pelan, dia baru bersuara setelah 20 menit perjalanan.
Tiba-tiba mobil berhenti di rumah kosong yang tampak menyeramkan peninggalan mendiang nenek Guren, istri Kakek Tarmizi. Rumah itu saksi bagaimana neneknya Guren tumbuh besar, dan sekarang hannyalah bangunan terbengkalai di lingkungan yang sepi.
“Guren, ke-kenapa kita ke sini?” Pasya memandang Guren dengan nanar yang hampir menangis. Sayangnya Guren tidak terpengaruh sama sekali, dia tidak mengendurkan tekatnya untuk menghukum Pasya.
“Malam ini kau tidur di sini.”
“Apa! Tidak mau!” pekik Pasya, kemudian keluar dari mobil secepatnya.
Pasya ingin lari, namun langkahnya tidak begitu jauh sampai tertangkap lagi oleh Guren. Dia menjerit juga menangis meminta tolong pada siapa pun. Hm ... Percuma, tidak ada siapa pun di sini, lebih baik meminta semak dan batu untuk menolongnya.
Pasya diseret ke dalam, puing-puing bangunan itu melukai kaki Pasya. Sakitnya tidak terasa, perasaan takutnya lebih dominan dari pada luka.
“Guren, lepas! Maafkan aku, aku akan bersujud di kaki Ran,” pinta Pasya penuh ari mata.
Guren tidak mendengarkan Pasya, dia mengikat Pasya di salah satu pilar yang masih berdiri kokoh.
“Tidak perlu minta maaf padanya, kau nikmati saja malammu di puing-puing ini.” Guren seakan tidak ada perasaannya, bukankah dia mencintai Pasya? Kenapa dia tega mengikat wanita itu di sini?
Atau ini memang sifat Guren? Mengingat reaksi ketakutan Pasya saat dijemput tadi, sepertinya ini bukan pertama kali Pasya mendapat hukuman dari Guren.
“Apa pun asalkan jangan mengikatku di sini. A-atau kau bisa merekamku menari tanpa pakaian seperti dulu.”
“Ini bukan kesalahan kecil Pasya.” Setelah itu Guren pergi meninggalkan Pasya sendiri di sini. Dia sempat berjanji akan datang kembali untuk mengantarkan makanan, juga menyuapi Pasya.
Seorang diri Pasya berpikir, kenapa Guren sebegitunya menghukum Pasya demi membela Ran. Apa dia sudah jatuh hati pada Ran? Padahal Guren sudah berjanji untuk meninggalkan Ran dan menikah dengan Pasya.
“Kenapa begini? Kenapa tatapannya berubah padaku?” gumam Pasya.
Kembali lagi pada Pasya di detik ini. Dia mengecilkan suara tangisnya sebab takut disahut hantu, seperti rumor yang beredar. Gelapnya malam di lingkungan yang menyeramkan seperti ini membuat Pasya tidak berhenti gemetaran.
“Hah!” Pasya memutar kepala pelan-pelan, mendengar suara langkah kaki yang menginjak puing-puing yang berserakan di lantai.
“Kak Guren?” panggil Pasya memastikan, tapi dia berharap itu adalah Guren dan bukannya hantu yang membawa kepala seperti di film horor, semua itu terbesit di otak Pasya.
Tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan juga tawa seorang pria. Pasya ketakutan, itu bukan suara Guren, dia pun tak bersuara lagi juga air pipis mengalir begitu saja.
Suara tawa itu semakin kencang bersamaan dengan lampu senter yang baru dihidupkan. “Maaf, aku menakutimu, ya? Aduh bagaimana ini? Kau pipis dalam celana.”
“Mi-Miztard!” teriak Pasya, jantungnya sudah hampir lepas tadi. Tapi dia kembali tenang melihat seorang manusia yang datang, menemani dirinya di sini.
“Kau tampak lega setelah pipis, atau ... karena ada aku di sini?” tebak Miztard. “Oh maaf ya, aku ke sini cuman sebentar ... untuk menyuapimu makan.
***
Sedangkan di sini Guren tiduran di kasur yang nyaman seorang diri. Sebenarnya dia bingung, kenapa dia meninggalkan Pasya seorang diri di rumah tak berpenghuni itu. Tapi ... Guren tidak merasa kasihan seperti sebelumnya, biasanya Guren memberikan hukuman ringan bahkan saat Pasya ketahuan selingkuh di belakangnya.
“Miztard, dia sudah kau beri makan?” Ternyata ponselnya terhubung dengan Miztard sejak tadi, dia mendengar obrolan Pasya dan Miztard.
Tentu Guren juga tahu kalau Pasya mengompol.
“Sudah, sekarang aku di perjalanan pulang. Apa tidak apa-apa mengikatnya di situ?”
“Hm, bisa kau membelikannya celana baru?” Setidaknya Guren masih memiliki sedikit simpati, hanya sedikit!
“Oh, ternyata kau punya hati juga. Aku bingung padamu, antara Pasya dan Ran mana yang lebih kau pilih?”
Pertanyaan Miztard membuat Guren terdiam sesaat. Benar, antara Pasya dan Ran, mana yang akan Guren pilih? ... Bisakah kedua-duanya?
Kenapa dua?! Guren menggetok kepalanya sendiri karena berpikir ingin menguasai dua anak perempuan Mama Salsa dan Pak Doni.
Guren pun menjawab setelah sekian detik terjeda. “Kalau aku pilih kedua—”
“Jangan berpikir memilih keduanya! Sekalian aja kau nikahi juga Adit, biar paket lengkap bersaudara dikuasai oleh Guren yang rakus.”
“Engga sudi, jika aku gay pun aku tidak akan menikahi bocah kurang ajar itu.”
Terdengar suara tawa Miztard yang kegelian. Selanjutnya dia mulai serius. “Kau harus pilih salah satu, pertimbangkan segalanya dan pilihlah orang yang tepat. Atau kau akan menyesal.”
Panggilan pun terputus, peringatan Miztard mengembalikan renungan panjang Guren.
Semalaman ini, ah ralat! Untuk beberapa hari ke depan, atau minggu, bahkan bulan Guren harus memikirkan jawaban sampai dia menemukan apa yang seharusnya dia pertahankan.
Ini sulit ... menimbang perasaan juga logika. Sekarang dia sadar, perasaannya pada Pasya juga Ran ibaratkan perbandingan 50:50. Dia harus membuat satu sisi berat untuk mengacaukan timbangan yang pas itu.
“Mungkin ... mereka berdua juga harus ditanyakan, tentang aku.” Guren jadi lesu, apa jawaban Ran nanti, ya? Apa dia akan bilang kalau dia mencintai Guren? Atau malah ... entahlah.
Guren pusing sendiri, dia rasanya ingin menghempas semua barang yang ia lihat, termasuk Miztard yang ia lihat sekarang.
“Yo, aku baru sampai sudah mendapat tatapan tajam seperti itu. Kali ini apa salahku?”
“Enyah!”
Miztard lari ketika sebuah gelas dilemparkan. Astaga, dia hanya ingin menanyakan apa ada hal lain lagi yang harus ia lakukan? Teleponnya tadi tak diangkat, jadi Miztard terpaksa bertanya langsung. Dan beginilah nasibnya menjadi babu Guren ... padahal dia calon CEO, loh.
Bersambung....
akhir yang manis.
semangat💪🏻💪🏻💪🏻 selalu untuk karya2 mu yg lain.
perbaiki masa lalu kamu.
terbuka lah dg ran.
semangat up kak author
guren cinta sama kamu ran jadi tidak akan menyakiti kamu, semoga arif dapet balesan nya.
dan guren mau mendengarkan alasan dn penjelasan dr ran kenapa ran sampai pergi.
kasih pelajaran buat arif mak othor.
kuranga ajar si arif mau misahin ran sama guren kan kasian bayinya.
mak othor semoga sehat selalu😘😘😘.
syemangat💪🏻💪🏻💪🏻💪🏻
jangan lama2 yah thor buat ran perginya