Terpaksa Merebut Calon Suami Kakak
Bayangkan jika dirimu menjadi anak yang dibedakan di antara saudaramu yang lain, bagaimana perasaanmu? Perbedaan yang sangat jelas terlihat namun tidak disadari oleh orang tua, saat kau meminta uang, saat kau disuruh ini itu, dan saat kamu bicara.
Ranizi Liszila atau panggil saja Ran. Dia adalah anak kedua dari keluarga sederhana yang masih lengkap, ada mama, papa, juga satu orang kakak bernama Pasya Ina, dan adik laki-laki yang masih SMP bernama Aditya Karna, Ran adalah anak tengah di antara saudaranya.
Mereka bersaudara namun Pasya tidak menyukai Ran, adiknya sendiri. Kenapa? Alasannya karena di sekolah Ran dikenal sebagai Pick me girl yang sangat dibenci di sekolah. Pasya malu memiliki adik seperti itu. Mereka satu kampus hanya beda angkatan dan jurusan saja.
“Ih Kakak pakai parfum berapa banyak sih? Mandi parfum, ya? Menyengat banget wanginya, kaya aku dong dikit aja jadi orang-orang enggak bakal terganggu.”
Lihat kan? Ran selalu merasa kalau dirinya berbeda dengan gadis atau wanita mana pun. Hal itulah yang membuat orang-orang jijik dengannya termasuk Pasya si kakak.
“Sana kau! Engga usah pedulikan urusanku.”
“Hmm ya sudah sih enggak usah marah-marah, sebagai adik yang baik aku hanya memberikan saran.”
Ran pergi keluar dari kamar Pasya, dia lihat di ruang tamu ada Guren, pacarnya si Pasya.
Guren adalah anak hakim yang namanya harum di kota. Papanya ingin Guren menjadi hakim besar seperti dirinya juga, tapi Guren tidak minat, malahan pria itu jago di bidang Cyber security. Dia sudah bekerja di perusahaan milik kakeknya sebagai IT.
“Eh ada Kak Guren, halo Kak.” Ran duduk di samping mamanya berhadapan dengan Guren. Tersenyum manis menyapa Guren. Bukannya genit, tapi ini adalah calon kakak iparnya, apa salah bersikap ramah?
Guren sebenarnya menjadi salah satu orang yang tidak menyukai Ran, tapi di hadapan orang tua Ran dia bersikap ala kadarnya saja, tidak menunjukkan kebencian ataupun sok akrab.
“Ran buatkan teh untuk Guren,” perintah Mama Salsa.
“Oh iya lupa, dari tadi Mama ngapain di sini, masa membiarkan Kak Guren berhadapan dengan meja kosong sih.”
Ran beranjak dari duduknya. “Tunggu ya Kak Guren,” kata Ran sebelum pergi.
Guren hanya tersenyum kikuk menanggapi.
Selagi Ran pergi membuat minum, Pasya pun datang sudah siap dengan penampilannya yang rapi.
“Aduh anak gadis mama yang paling cantik, makin terlihat cantik jika seperti ini,” puji Salsa.
Guren dan Pasya saling tatap-tatapan lalu kemudian Pasya menunduk malu. Guren tersenyum tipis melihat Pasya yang malu-malu begitu.
“Yuk ah pergi,” ajak Pasya.
“Pah, Mah, anaknya aku pinjam sebentar, ya.”
“Iya, jangan macam-macam. Pulang juga jangan terlalu larut.”
Kemudian mereka pergi, di sana ada Ran yang berdiri mematung di tempat dengan tangan yang memegang sebuah mapan. Dia menatap sedih orang-orang di sana, termasuk orang tua yang seperti tidak menganggap Ran ada.
Aditya baru keluar kamar, Ran yang hanya menatap orang-orang di dekat pintu sana membuatnya sedih, hanya bocah itu yang mengerti posisi Ran yang selalu merasa sendirian.
Dengan berani dia menyindir. “Kakakku sudah buat kan minum, hargai sedikit kenapa?” jerit Adit mencuri perhatian mereka.
“Adit! Huuus,” tegur Ran.
“Kaka~”
“Tidak apa-apa, kalau tidak mau minum sekarang ini bisa disimpan di kulkas.”
Guren mendengar teguran Adit tapi mama dan Pasya suruh enggak usah dipedulikan. Jadi mereka pergi saja tanpa mencicip sedikit teh buatan Ran.
Ran kembali ke kamarnya untuk menyelesaikan tugas kampus, dia termasuk siswi yang cerdas dan aktif. Engg ... sebenarnya dia juga sangat cantik bahkan berkali-kali cantik dibandingkan dengan Pasya, cuman ke tutupan sifat yang menyebalkan saja.
Banyak yang suka dengan Ran tapi mereka tidak berani mengutarakan karena Ran adalah bahan bulian dan cacian di sekolah, mereka bisa kena bulian juga kalau ketahuan menyukai Ran.
“Besok ada iuran, minta duit dikasih enggak ya?” pikir Ran, memang mamanya itu pelit kalau sama Ran. Sangat berbeda dengan Pasya yang tidak perlu susah payah minta uang pada Mama Salsa.
Inilah pilih kasih tanpa disadari oleh orang tua, entah apa yang membuat mereka seperti itu pada Ran.
Ran pergi ke kamar Adit, bocah itu satu-satunya orang yang paling menyayangi Ran di keluarga itu. “Dek,” panggil Ran sambil mengetuk pintu kamar Adit.
Adit membukakan pintu, HP berada di tangannya, sangat jelas kalau dia sedang bermain game online.
“Ngegame terus, sudah siap PR belum?” sindir Ran dengan ekspresi bergurau.
“Nanti saja, Kakak ke sini mau apa?”
Ran mengecek situasi kanan-kiri bisa bahaya kalau sempat didengar oleh mamanya, lalu dengan suara pelan dia berkata, “Bantu kakak, Dit.”
“Bantu apa?”
“Minta uang ke mama untuk iuran kakak besok. Adit tahu sendirikan kalau kakak yang minta mama jarang mau ngasih.”
“Yah Kak, Adit tadi sudah minta uang juga untuk iuran kemah. Masa minta lagi ke mama, mau pakai alasan apa?”
Ran menghela napas berat, Adit sudah minta uang ternyata. Kalau Adit minta lagi bisa-bisa bocah itu dikira berbohong oleh Salsa, ya walaupun memang berbohong sih demi Ran.
“Ya sudah deh kakak coba minta sendiri aja nanti.”
“Minta sama papa aja, Kak.”
“Uang papa kan mama yang pegang.” Dengan langkah lesu Ran pergi mencari mamanya yang sedang menonton film India di TV.
Wanita paruh baya itu tampak fokus dengan tontonannya, Ran ikut duduk di sofa sembari menunggu film itu iklan agar mudah berbicara dengan mamanya.
“Ma,” panggil Ran setelah melihat iklan di TV.
“Apa?”
“Minta uang Mah untuk iuran besok.”
“Iuran apa lagi? Kamu itu uang terus ya Ran! Mama capek, enggak bisa ya kamu itu stop minta uang!”
“20.000 aja Mah, iurannya 50.000 biarlah sisanya pakai uangku.”
“Engga!”
“Tapi ....”
“Engga ada uang mama, habis!” tekan Salsa dengan tangan mendorong tubuh Ran agar menjauh darinya.
Ran terdiam kemudian dia berdiri dan pergi dari hadapan Salsa, jangan ditanyakan lagi apa yang dirasakan oleh Ran, tentu saja sakit hati. Mungkin besok dia tidak perlu ikut acara kampus.
Pukul sepuluh malam terdengar suara mobil di luar, Ran beranjak keluar kamar untuk menyambut kakaknya yang baru saja pulang jalan-jalan bareng pacar. Biasanya Pasya selalu membawa makanan kalau habis jalan sama Guren.
Saat keluar Ran dapat melihat Pasya sudah duduk dekat Mamanya. Ran berjalan pelan-pelan karena ingin mengintip apa yang dibawa Pasya.
“Ma, ini Guren beli buah, oh iya aku lupa besok ada iuran 50.000 minta uang, Mah.” Pasya menadah tangan.
“Iya ini ambil.” Salsa mengeluarkan uang lima puluh ribu dari sakunya dengan begitu sangat enteng, padahal tadi Ran minta namun Salsa malah mendorong Ran untuk menjauh.
Ran yang memandang di sana perlahan mundur, dia sudah tidak tertarik lagi dengan makanan yang dibawa Pasya. Ran kembali ke kamarnya menyembunyikan wajah di bawah bantal, dia menangis berteriak keras namun suara itu berhasil diredam oleh bantal.
Ran selalu menelan rasa sakit akibat perilaku pilih kasih orang tuanya. Ran jarang diperhatikan, hal itu yang membuatnya selalu berusaha menarik perhatian orang lain.
Tidak apa-apa dibenci oleh orang lain, yang Ran inginkan hannyalah keberadaan yang diakui.
“Di sini aku Ran. Apa kalian melihatku? Aku ada dan hidup di planet yang sama dengan kalian, tolong jangan abaikan aku. Aku sendiri.” Kata itu selalu Ran teriakkan dalam hati.
Malam ini dia menangis bisu, tapi percayalah besok dia akan muncul dengan wajah ceria seolah dia adalah manusia yang paling bahagia di bumi.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments