Alina, seorang gadis lugu yang dijebak kemudian dijual kepada seorang laki-laki yang tidak ia kenali, oleh sahabatnya sendiri.
Hanya karena kesalahan pahaman yang begitu sepele, Imelda, sahabat yang sudah seperti saudaranya itu, menawarkan keperawanan Alina ke sebuah situs online dan akhirnya dibeli oleh seorang laki-laki misterius.
Hingga akhirnya kemalangan bertubi-tubi menghampiri Alina. Ia dinyatakan positif hamil dan seluruh orang mulai mempertanyakan siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung.
Sedangkan Alina sendiri tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Karena di malam naas itu ia dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh Imelda.
Bagaimana perjuangan seorang Alina mempertahankan kehamilannya ditengah cemoohan seluruh warga. Dan apakah dia berhasil menemukan lelaki misterius yang merupakan ayah kandung dari bayinya?
Yukk ... ikutin ceritanya hanya di My Baby's Daddy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebersamaan Erlan Dan Alina
"Kenalkan, namaku Erlan Ardinasa Harrison. Kamu bisa panggil aku Erlan." Erlan mengulurkan tangannya kepada Alina sambil terus memperhatikan wajah cantik gadis itu.
Alina segera menyambutnya dan gadis itupun turut menyebutkan namanya. "Namaku Alina Larasati, Tuan bisa memanggilku Alina."
Lagi-lagi dada Erlan bergetar hebat tatkala ia memegang tangan mungil Alina. Seandainya bisa, ia ingin sekali memeluk dan menciumi gadis itu sama seperti di dalam mimpinya.
"Alina?!" gumam Erlan.
Tiba-tiba ia teringat sosk gadis yang pernah diceritakan oleh Sean kepadanya. Soal gadis yang mencoba bunuh diri karena orang yang menghamilinya sudah meninggal dunia dan namanya juga Alina.
"Tapi, aku rasa tidak mungkin itu dia. Aku yakin itu pasti Alina yang lain," batin Erlan.
"Nah, kalau si cantik ini siapa namanya?" Setelah melepaskan tangan Erlan, Alina berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan si kecil Arsilla yang sejak tadi terus tersenyum manis menatapnya.
"Nama panjang atau nama panggilanku? Kalau nama panjangku, Arsilla Milea Kusumah, tapi Kakak bisa memanggilku Silla," sahut gadis kecil yang suka bicara itu.
"Wah, namamu bagus sekali, Silla."
Alina bangkit kemudian kembali berdiri di hadapan Erlan sambil tersenyum. "Ehm, sebaiknya aku permisi dulu, Tuan Erlan. Soalnya aku harus belanja dulu," ucap Alina.
"Ya, baiklah. Ehm, terima kasih banyak atas rujaknya. Maaf sudah merepotkanmu," sahut Erlan.
Alina melambaikan tangannya kemudian melanjutkan langkahnya memasuki pasar tersebut. Sementara Erlan dan Arsilla kembali ke mobil.
Erlan yang masih penasaran dengan sosok Alina, memilih menunggu gadis itu hingga selesai berbelanja. Ia ingin tahu di mana Alina tinggal, agar ia bisa menemui gadis itu kapan saja.
Namun, tidak semudah yang dibayangkan oleh Erlan. Lelaki itu harus membujuk Arsilla yang sudah mulai jenuh berada di tempat itu. Bujukan demi bujukan ia lancarkan agar Arsilla bersedia menunggunya sebentar lagi.
"Ya, bentar lagi. Plisss!" bujuk Erlan sambil memasang wajah memelasnya kepada Arsilla.
"Baiklah. Tapi janji ya cuma sebentar," lirih Arsilla.
"Ya, Om janji."
Cukup lama Erlan dan Arsilla menunggu Alina, hingga akhirnya gadis itu keluar dari pasar sambil menenteng keranjang yang penuh dengan barang belanjaannya.
Erlan tidak tega melihat gadis itu menenteng banyak barang belanjaan di kedua belah tangannya. Lelaki itupun segera keluar dari mobilnya kemudian berlari kecil menghampiri Alina.
"Sini, biar aku bantu."
Alina membulatkan matanya, ternyata lelaki tampan itu masih berada di sana dan sekarang malah membantunya membawa barang-barang belanjaan yang lumayan berat itu.
"Aku kira Tuan Erlan sudah pulang," ucap Alina sambil memperhatikan lelaki itu.
Erlan tersenyum manis. "Aku sengaja menunggumu. Aku ingin mengantarkanmu pulang, Alina. Boleh 'kan?"
Alina terdiam sejenak sambil berpikir. Bukannya tidak mau, hanya saja Alina tidak ingin para tetangga julid itu kembali berpikiran jelek tentang dirinya dan juga Erlan. Sama seperti dulu, saat ia diantar oleh Sean, lelaki yang menolongnya saat ia ingin bunuh diri.
"Ehm, sebenarnya ...." Alina bingung bagaimana menjelaskannya kepada Erlan, sebab lelaki itu tidak tahu menahu soal cerita hidupnya yang kelam.
"Alina, apa setiap hari kamu selalu membawa barang belanjaan sampai sebanyak ini?" tanya Erlan heran. Bukannya menanggapi ucapan Alina yang sempat tertahan, lelaki itu malah mempermasalahkan barang bawaan Alina yang begitu banyak dan berat.
"Ya. Memangnya kenapa, Tuan?" tanya Alina heran.
"Barang belanjaanmu ini berat, Alina. Sedangkan tubuhmu ... mungil sekali," sahut Erlan sembari memperhatikan tubuh mungil Alina.
Alina terkekeh pelan. "Kecil, maksud Tuan? Tapi aku sudah terbiasa melakukannya, Tuan. Jadi tidak masalah buatku."
Erlan menghembuskan napas berat setelah mendengar jawaban dari gadis itu. Bagi Erlan pekerjaan Alina sangatlah berat dan ia begitu salut pada kegigihan gadis itu.
Erlan menuntun Alina menuju mobilnya kemudian memasukkan semua barang belanjaan milik gadis itu ke dalam bagasi. Alina pun akhirnya menurut saja, walaupun sebenarnya ia ragu.
"Masuklah."
Erlan membukakan pintu mobilnya untuk Alina dan gadis itupun segera masuk di jok bagian belakang. Melihat Alina duduk di belakang, Arsilla pun beralih tempat dan memilih duduk bersama Alina.
Setelah kedua gadis cantik itu duduk manis di belakangnya, Erlan pun segera melajukan mobil tersebut menuju kediaman Alina.
"Kamu tinggal sama siapa, Alina?" tanya Erlan seraya melirik gadis itu dari kaca spion mobilnya.
"Dulu aku tinggal berdua sama Ibuku, Tuan. Tapi sekarang Ibuku sudah meninggal dan kini aku tinggal sendirian di sana," sahut Alina dengan raut wajah sedih saat ia kembali teringat akan mendiang Ibunya.
"Maafkan aku, Alina. Aku turut berduka."
Perjalanan mereka terasa sangat singkat, apalagi bagi Erlan. Ia masih ingin berlama-lama bersama gadis itu. Sosok Alina membuat Erlan begitu penasaran dan ia ingin tahu lebih jauh lagi tentangnya.
Akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Erlan tiba di depan kediaman sederhana milik Alina dan sekarang Erlan sadar kenapa gadis itu harus berjuang keras hanya untuk sekedar menyambung hidupnya.
"Ini rumahmu, Alina?" tanya Erlan sambil memperhatikan kondisi rumah gadis itu.
"Ya, Tuan. Maaf, rumah saya jelek. Apa Tuan ingin masuk? Biar nanti saya buatkan minuman untuk kalian." Alina tersenyum kecut saat menatap Erlan.
Erlan menatap Arsilla yang kembali menekuk wajahnya. Itu artinya ia harus menolak ajakan Alina untuk bertamu. "Mungkin nanti, Alina. Apa kamu lihat wajah menekuk Arsilla?"
"Oh, ya. Baiklah, tidak apa-apa." Alina tertawa pelan melihat ekspresi gadis kecil itu.
"Aku pulang dulu ya, Alina. Yang penting sekarang aku sudah tahu di mana rumahmu. Jadi, kapan-kapan aku bisa berkunjung lagi ke sini untuk menikmati nasi uduk buatanmu," ucap Erlan sebelum ia memasuki mobilnya.
"Ya, tentu saja, Tuan."
Benar saja, para tetangga julid di sekitar rumah Alina kembali mengintip kebersamaan mereka. Bahkan Erlan pun belum pergi dari tempat itu, mereka sudah kembali menyindir-nyindir Alina.
"Ehm, tamu baru lagi. Entah sudah berapa banyak laki-laki tajir yang ia bawa ke kampung ini. Dia yang ketiban durian runtuh, lah kita-kita ini yang ketiban sialnya!"
"Ih bener banget, Bu" timpal yang lainnya.
Alina benar-benar merasa malu. Ia takut Erlan akan beranggapan buruk tentang dirinya. Apalagi saat itu Erlan baru saja menghidupkan mesin mobilnya. Dan ia yakin sekali Erlan pasti mendengar apa yang di ucapkan oleh tetangga-tetangga julidnya.
...***...