NovelToon NovelToon
Perjalanan Mengubah Nasib

Perjalanan Mengubah Nasib

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / CEO
Popularitas:437
Nilai: 5
Nama Author: clara_yang

Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang dulunya selalu diabaikan suaminya bereinkarnasi kembali kemasalalu untuk mengubah nasibnya agar tidak berakhir tragis. jika ingin tau kelanjutannya ikuti cerita nya,,!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon clara_yang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Hujan masih turun ketika Kenny melangkah keluar dari rumah. Udara basah menempel di wajahnya, dingin menusuk kulit, namun pikirannya jauh lebih kacau daripada cuaca di sekelilingnya. Langkah-langkah panjangnya cepat dan tegas, kontras dengan gemuruh petir yang terdengar di kejauhan. Ia tahu satu hal: ancaman terhadap Keyla bukan ancaman biasa.

Paket tanpa nama. Liontin yang jelas bukan benda acak. Telepon misterius. Semua itu bukan sekadar intimidasi—tapi pesan pribadi.

Kenny naik ke mobil hitamnya dan menyuruh sopir pribadi untuk pulang. Ia memilih menyetir sendiri malam itu. Ada tempat yang harus ia datangi. Ada seseorang yang harus ia temui.

Sosok yang pernah ia hindari.

Reno.

Pria yang dulu mengaku pernah mengenal Keyla, tapi selalu menolak menjelaskan lebih jauh. Kenny awalnya hanya menganggap itu godaan atau kebohongan semata… namun sekarang semuanya terasa lain. Tiba-tiba ucapan-ucapan Reno di masa lalu—yang dulu Kenny abaikan—mulai terhubung seperti potongan puzzle gelap yang menunggu untuk disusun.

“Kalau kamu pikir Keyla itu polos, kamu benar-benar buta, Ken.”

“Kamu nggak kenal dia seperti yang aku kenal.”

“Ada bagian dalam dirinya yang pasti dia sembunyikan darimu.”

Kenny dulu menganggapnya cuma ocehan orang cemburu. Tapi kini… semua terasa seperti peringatan.

Ia menggenggam setir lebih kuat.

“Aku janji, Key… aku akan cari tahu siapa yang mengincarmu.”

Reno

Kenny tiba di lokasi yang hanya sedikit orang tahu: sebuah bar kecil di pinggiran kota. Bukan tempat populer, tapi cukup ramai untuk membuat percakapan sensitif tidak terdengar terlalu jelas.

Di sudut ruangan, Reno duduk sendirian dengan rokok yang belum dinyalakan dan botol bir yang sudah setengah kosong.

Reno mendongak ketika Kenny mendekat.

“Lama nggak kelihatan, Tuan Kenny,” ucapnya lirih, suaranya berat. “Biasanya kalau kamu datang berarti ada masalah besar.”

Kenny duduk tanpa basa-basi. “Ada sesuatu yang harus aku tanyakan.”

Reno tertawa pendek. “Selalu langsung ke intinya ya, bos.”

“Ini soal Keyla.”

Tatapan Reno berubah. Mata yang tadinya santai mendadak tajam, seolah kalimat Kenny menyalakan sesuatu dalam dirinya.

“Apa yang terjadi?” Reno bertanya hati-hati.

“Dia… diteror.”

Kenny menarik napas dalam. “Ada pria yang menguntitnya. Mengirim paket berisi liontin—bentuk bulan sabit, ada ukiran mawar.”

Reno langsung mematung. Botol bir di tangannya jatuh dan pecah, namun ia tidak bereaksi. Wajahnya mendadak pucat.

“…liontin itu?” bisiknya. “Yang itu?”

“Jadi kamu tahu,” Kenny menekankan.

Reno mengusap wajahnya kasar. “Astag—Keyla dapat liontin itu lagi?”

“Lagi?” ulang Kenny tajam. “Maksudmu?”

Reno berdiri tiba-tiba, kursinya bergeser keras hingga membuat beberapa orang menoleh.

“Kenny… kamu harus bawa Keyla pergi. Sekarang.”

Kenny mengerutkan kening. “Reno, jelaskan. Siapa pria itu? Apa hubungan dia dengan Keyla?”

Reno tampak bimbang. Dua detik. Tiga detik. Ia seolah sedang menimbang apakah harus mengungkapkan sesuatu yang seharusnya tidak ia buka.

Hingga akhirnya ia berkata pelan, “Kenny, kamu tahu nama lama Keyla?”

“Kami pernah membicarakan itu. Dia bilang tidak ada apa pun di masa lalunya.”

Reno tersenyum getir. “Ya. Dia pasti bilang begitu.”

Ia menunduk, menatap pecahan kaca di lantai.

“Keyla… dulu bernama Dira.”

Kenny membeku.

Dira.

Nama yang tadi laki-laki itu ucapkan di telepon.

Nama yang membuat Keyla ketakutan hingga menggigil.

“Tolong jangan bilang kamu baru tahu sekarang,” gumam Reno. “Karena kalau begitu, kamu benar-benar terlambat.”

Kenny mengepalkan tangan. “Siapa pria itu yang mengejarnya?”

Reno menggigit bibir. “Dia bukan sekadar pria. Dia… seseorang yang menganggap Dira itu milik dia. Dulu.”

“‘Milik’?” Kenny mengulang dengan nada berbahaya.

Reno mendekat. “Kenny, dengarkan aku baik-baik. Dira itu—dia bukan sekadar perempuan yang kamu kira. Dia kabur dari seseorang yang sangat berbahaya. Orang itu kehilangan dia bertahun-tahun… dan kalau sekarang liontin itu muncul berarti—”

“Dia sudah menemukan Keyla,” potong Kenny.

Reno menatap Kenny dengan tatapan gelap. “Dan dia nggak akan berhenti sampai dia dapat Dira kembali. Apa pun caranya.”

Kenny ingin bertanya lebih banyak—siapa orang itu? Apa hubungan mereka? Kenapa Keyla tidak pernah cerita?—namun Reno mengangkat tangannya.

“Aku nggak bisa bilang semuanya, Ken. Bukan tempatku.”

“Tapi ada satu hal yang harus kamu ketahui…”

Reno mencondongkan tubuh, suaranya nyaris berbisik.

“Pria itu… bukan cuma mengincar Keyla.”

“…dia ingin merebutnya kembali.”

Sebelum Kenny sempat menanggapi, suara ponselnya bergetar.

Satu pesan masuk dari orang kepercayaannya.

“Tuan, kami menemukan sidik jari di liontin itu. Anda harus lihat sendiri.”

Kenny berdiri. “Aku harus pergi.”

Reno memegang lengan Kenny. “Jaga dia. Sungguh-sungguh.”

Kenny menatap Reno beberapa detik. Untuk pertama kalinya, ia melihat ketakutan nyata di mata pria itu.

“Ada hal lain yang harus kamu tahu,” tambah Reno.

“Kedatangan pria itu… selalu diikuti hal-hal buruk.”

Kenny tidak menjawab. Ia keluar dari bar dengan langkah besar, menembus hujan yang semakin deras.

Ia sudah bertekad.

Apa pun yang terjadi, ia akan melindungi Keyla.

Keyla

Di rumah, Keyla berjalan mondar-mandir di kamar sambil memeluk dirinya sendiri. Ponsel yang ia jatuhkan sebelumnya kini tergeletak di lantai, layar masih menyala dengan pesan terakhir:

“Kamu tidak bisa bersembunyi dariku, Dira.”

Air mata mengalir tanpa henti. Nafasnya sesak.

Kenny tidak boleh tahu siapa pria itu. Tidak boleh terlibat.

Karena orang itu… bukan orang yang bisa ditantang.

Keyla membuka jendela sedikit, memastikan tak ada sosok yang berdiri di seberang jalan seperti tadi.

Kosong.

Namun kekosongan itu jauh lebih menakutkan.

Ia mundur beberapa langkah, lalu jatuh duduk di lantai. Ingatannya kembali ke masa lalu—ke suara pintu besi yang ditutup keras, bau ruangan pengap, tangan yang selalu menggenggamnya terlalu erat…

“Tolong jangan… jangan kembali,” bisik Keyla pada dirinya sendiri.

Namun bayangan itu sudah kembali menempel seperti racun.

Dira milikku.

Suara itu menggema dalam ingatannya.

Keyla menutup telinganya, mencoba mengusir kenangan itu. Tapi suaranya tidak pernah benar-benar hilang.

Air matanya kembali jatuh. “Kenny… aku takut.”

Seketika, suara gedebuk kecil terdengar dari arah lantai bawah.

Keyla kaget. Tubuhnya kaku.

Ada yang masuk?

“K-Kenny?” panggilnya pelan, namun tidak ada jawaban.

Ia menarik napas dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. Pelan-pelan ia membuka pintu kamar dan mengintip ke luar.

Lorong gelap.

Ia memegang pagar tangga dengan tangan gemetar.

“Kalau ini kamu, Kenny… jawab aku,” katanya, suaranya pecah.

Hening.

Keyla turun satu anak tangga. Dua. Tiga.

Lalu—

Tuk.

Suara pintu halaman belakang berderit.

Keyla menahan napas. Suara itu bukan suara pintu utama. Itu pintu yang hanya karyawan rumah gunakan. Dan seharusnya sudah terkunci.

Ia merasakan bulu kuduknya berdiri.

Seseorang ada di dalam rumah.

Namun ketika ia hendak berbalik dan lari kembali ke kamar—

Ponselnya berbunyi.

Bukan dering telepon.

Bukan notifikasi pesan.

Tetapi rekaman suara.

Dengan tangan gemetar, Keyla mengangkat ponsel itu.

Rekaman singkat.

Hanya dua detik.

Dan suara itu… adalah suara pintu belakang rumahnya yang terbuka.

Keyla membeku.

Pria itu merekam suaranya dari dalam rumah—lalu mengirimkannya kepadanya.

Air matanya mengalir deras. “Tidak… tidak… tolong…”

Ketika ia mengangkat wajahnya, ia melihat sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak.

Di ujung lorong lantai bawah…

sebuah bayangan bergerak.

Seseorang sedang berdiri di sana. Menghadap ke arahnya. Diam.

Dua detik.

Tiga detik.

Kemudian bayangan itu maju selangkah.

Keyla langsung berlari ke kamar, membanting pintu dan menguncinya. Napasnya terengah.

Ia mengambil kursi dan menyandarkannya ke pintu. Tangannya gemetar hebat. Ia meraih ponsel dan menekan nomor Kenny berulang kali.

“Halo?” suara Kenny langsung terdengar.

“Kenny! Di rumah… ada seseorang! Dia masuk! Kenny, tolong pulang!” Keyla menjerit.

“Apa? Key, kunci dirimu! Aku pulang sekarang—jangan buka pintu, dengar aku?!”

“Tolong cepat, Kenny, aku takut…”

Keyla memundurkan diri hingga menempel ke dinding. Tubuhnya gemetar. Air matanya mengalir tanpa henti.

Kemudian…

Tuk tuk tuk.

Ketukan pelan di pintu kamar.

Keyla membeku.

Kenny masih di telepon. “Keyla?! Apa yang terjadi?! Keyla!!”

Keyla menutup mulutnya, menahan tangis.

Tuk tuk tuk.

Kali ini lebih pelan. Seperti seseorang yang sangat yakin ia akan membuka pintu.

Lalu…

Suara pria itu terdengar dari balik pintu.

Lembut.

Tenang.

Tapi begitu mematikan.

“Dira… aku sudah menemukanmu.”

Keyla menjerit histeris.

Dan pintu kamar mulai bergetar… seolah seseorang dari luar bersiap mendobrak.

1
SHAIDDY STHEFANÍA AGUIRRE
Nangkring terus
Tsuyuri
Ngga kecewa sama sekali.
sweet_ice_cream
Jangan berhenti menulis, cerita yang menarik selalu dinantikan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!