Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Ratu Ilmu Hitam
"Mba, siapa tadi siang yang menolongku?" malam ini Ratih tidur dirumah Bude Sukma, karena kondisinya belum stabil.
"Tuan Zacky. Tih, suaminya Jeng Sinta." kata Bude Sukma.
"Tuan Zacky? lalu dia bertanya apa saja padamu Mba?" Ratih baru sadar, kalau yang mengantarkannya adalah Tuan Zacky.
"Ya. Aku juga baru ingat, kenapa kamu menganti namamu menjadi Anjani? padahal beliau orang baik seharusnya kamu ngak usah, ubah identitas, apalagi. Beliau sudah mengenalmu."
Mendengar itu Ratih tidak bisa bernafas dengan lega, sudah pasti Tuan Zacky mengetahui semuanya. "Mba, kasih tahu dia nama asliku?" Ratih kembali duduk, ia menatap kearah Bude Sukma yang sedang berbaring.
"Mba ngak kasih tahu, tapi Mba refleks terkejut saat kamu pingsan dijalan, Mba panggil nama kamu, memangnya kenapa? kok wajahnya malah pucat gitu?" Bude Sukma kembali ikut terduduk.
"Kebapa Mba katakan itu? ada hal, yang seharusnya Tuan Zacky tidak mengetahu nama asliku!" Ratih sedikit marah. suaranya bergetar
Bude Sukma tersentak kaget. "Kenapa Tih? ada-apa?" Bude Sukma tetap berusaha tenang.
"Aku dan Tuan Zacky punya masalalu Mba." Ratih menutup matanya, tangisanya kembali tumpah.
"Masalalu?" Bude Sukma mengerutkan keningnya, ia masih tidak faham dengan masalalu yang Ratih katakan.
"Masalalu apa, Tih? Mba tidak tahu itu sebelumnya?"
"Masalalu panjang, yang tidak bisa aku katakan Mba, sekarang aku harus pergi kerumah Sinta! dendam ku belum terbalas!" Ratih langsung beranjak dari ranjang.
Bude Sukma terlihat begitu khawatir ia langsung menahan Ratih, karena kondisinya belum stabil. "Ratih apa yang kamu lakukan, jangan lakukan itu! anak buah Sinta, kematian Pak lurah, semuanya itu tewas secara tidak lazim, jika kamu keluar dan membunuh Sinta yang ada kematian mereka juga warga akan berfikir kalau kamu yang melakukan itu Ratih." Bude Sukma, menahan tangan Ratih, agar ia tidak pergi malam ini.
"Aku tidak perduli Mba, kematian mereka semua memang aku yang membunuhnya!" Ratih berbicara begitu gamblang, kali ini benar-benar tidak ada yang perlu di tutupi lagi.
"Apa? Ratih jangan mengada-ngada kamu, tolong jangan katakan itu." Suara Bude Sukma bergetar, ia langsung menutup mulutnya, ia tidak menyangka kalau pembunuh mereka semua itu adalah Ratih.
"Dan Mba tahu! kemunculan Harimau itu juga ulahku! ia adalah Iblis Alas Siro. Aku sengaja memangilnya karena tempo hari Sinta dan Pak lurah mendatangi seorang dukun, dan dukun itu juga aku bunuh! karena mereka semua berani-beraninya mencampuri urusanku!" Ratih bersuara, namun seolah itu bukanlah suarnya.
Bude Sukma merasa lemas saat mendengar pengakuan Ratih, ia tidak bisa percaya bahwa Ratih adalah orang yang telah melakukan semua kejahatan itu. Ia merasa seperti telah salah mengenal orang, dan itu membuatnya merasa sangat buruk.
"Tih, kenapa kamu melakukan itu semua?" Bude Sukma bertanya, suaranya lembut. Namun airmatanya tidak bisa di bendung lagi.
Ratih tidak menjawab, ia hanya menatap ke arah Bude Sukma dengan mata yang kosong. Ia tidak merasa penyesalan, hanya kebencian yang membara di dalam hatinya.
"Aku lakukan itu semua untuk membalas dendam, Mba," kata Ratih, suaranya dingin. "Dan aku tidak akan berhenti sampai Sinta dan Tuan Zacky membayar semua kejahatan mereka."
Bude Sukma merasa seperti telah kehilangan orang yang ia kenal, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia hanya bisa memeluk Ratih, berharap bahwa ada sedikit kebaikan yang masih tersisa di dalam hatinya.
"Tih, aku ada di sini untuk kamu, aku akan selalu ada di sini untuk kamu, dan kenapa kamu lakukan semua ini? Tuan Zacky tidak bersalah Mba yakin itu, yang salah adalah Sinta, tidak seharusnya kamu dendam pada semua orang Ratih," kata Bude Sukma, suaranya terisak, ia kembali memeluk Ratih.
Ratih masih membisu, ia hanya menatap ke arah Bude Sukma dengan mata yang kosong. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi ia tahu bahwa ia tidak akan berhenti sampai dendamnya terbalas.
"Lepaskan aku Mba, aku akan balas perbuatan Sinta, sebelum ia pergi melarikan diri." Ratih berteriak, bahkan sampai mendorong tubuh Bude Sukma hinga terjungkal kebelakang. "Sekali lagi maafkan aku, Mba, nyawa harus dibayar dengan nyawa!" Ratih langsung meraih paku bumi yang da di atas meja kamar Bude Sukma.
Ia segera bergegas berjalan keluar untuk membalas dendam pada Sinta. Sementara itu, Bude Sukma susah payah meraih bangku untuk ia beranjak, karen tenaga Ratih saat menghempaskan nya, barusan benar-benar membuat kakinya sakit.
Bude Sukma berjalan menyusul Ratih, meskipun satu kakinya terasa berat. "Ratih Mba mohon, kamu jangan lakukan itu Ratih, semua warga akan menghakimimu!" pekik Bude Sukma.
Bude Sukma berlari menyusul Ratih, meskipun kakinya terasa sakit. Ia tidak ingin Ratih melakukan kesalahan yang akan membuatnya kehilangan semuanya.
"Tih, jangan lakukan itu! Kamu tidak bisa membunuh Sinta, itu tidak akan menyelesaikan apa-apa!" Bude Sukma berteriak, tapi suaranya tidak bisa mengejar Ratih yang sudah berlari jauh.
Ratih tidak menoleh ke belakang, ia hanya terus berlari menuju rumah Sinta. Ia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi, ia hanya ingin membalas dendam pada Sinta.
Bude Sukma terus berlari, meskipun kakinya terasa sakit. Ia tidak ingin kehilangan Ratih, tidak ingin kehilangan orang yang telah menjadi seperti keluarganya sendiri.
"Tih, aku mohon! Jangan lakukan itu!" Bude Sukma berteriak, tapi suaranya sudah tidak bisa didengar lagi.
Meskipun kakinya begitu berat Bude Sukma tetap melangkah. "Aku harus cepat membawa Ratih pergi, sebelum semuanya terlambat." lirih Bude Sukma.
Ratih berlari menuju rumah Sinta, ia membawa paku bumi yang masih di tangannya. Ia berteriak dengan keras, "Sinta, kamu tidak akan pernah lari dari aku! keluar kamu perempuan Sialan!" Teriak Ratih keras.
Seluruh warga yang sedang tidur langsung keluar dari rumah mereka, mereka terkejut dengan teriakan Ratih. "Apa yang terjadi?" salah satu warga bertanya. Mereka membawa senter di tanganya, dan beberapa bapak-bapak menuju ke rumah Sinta.
Di dalam rumah nampan tidak ada jawab, ia langsung masuk ke dalam rumah Sinta. Warga lainnya mengikuti di belakangnya, mereka ingin tahu apa yang terjadi.
Tuan Zacky dan Sinta sudah tidak ada di rumah, mereka sudah pergi ke Semarang. Rumah Sinta terlihat kosong dan gelap.
Ratih berlari ke dalam rumah, ia mencari Sinta tapi tidak menemukannya. Ia berteriak lagi, "Sinta, kamu tidak akan pernah lari dari aku!"
Warga yang mengikuti di belakangnya mulai merasa tidak nyaman, mereka tidak tahu apa yang terjadi.
"Apa yang kamu lakukan, Ratih? ini sudah malam, bisakah kau tidak perlu berteriak seperti orang tidak waras!" salah satu warga berkata demikian, membuat amarah Ratih semakin memuncak.
Ratih tidak menjawab, ia hanya terus berteriak dan mencari Sinta. Ia seperti kehilangan kontrol, ia hanya ingin membalas dendam pada Sinta.
Warga lainnya mulai merasa takut, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kita harus segera bawa Ratih pergi dari sini, aku rasa sejak kematian anaknya ia menjadi depresi!" salah satu warga berkata.
Tiba-tiba, Ratih berhenti berteriak dan menatap ke arah warga. Ia tersenyum, tapi senyumannya tidak seperti senyum biasa. "Kalian semua akan membayar," katanya, sambil mengangkat paku bumi di tangannya.
Warga lainnya merasa takut, mereka langsung berlari menjauh dari Ratih. Ratih tertawa, ia seperti menikmati situasi ini. "Kalian semua akan membayar," ulangnya, sambil berlari keluar dari rumah Sinta.
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥