Evelyn diadopsi saat bayi oleh seorang pembantu rumah tangga dari seorang tuan kaya raya bernama Horisson.
Evelyn kecil selalu diajak ke tempat kerja oleh sang ibu angkat karena tidak ada orang yang membantu mengurusnya jika di rumah.
Hingga suatu hari disaat Evelyn tumbuh dewasa, tidak disangka itu menarik perhatian tuan Louise anak pertama dari tuan Horisson sendiri.
Bagaimana kah hari-hari Evelyn selanjutnya. Apakah Louise akan serius dengan Evelyn, disaat dirinya terkenal sebagai seorang cassanovaa yang tidak pernah serius dengan pasangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novi niajohan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Dimarahi habis-habisan
Sementara itu disisi lain, tuan Anderson begitu murka kepada satu rekannya yaitu tuan Horisson. Karena ulah Louise yang tiba-tiba pergi begitu saja meninggalkan Gisella sendiran di altar pernikahan.
"Tenangkan dirimu Anderson, Louise tidak akan melupakan tanggung jawabnya. Dia telah katakan akan kembali ke tempat ini dan melanjutkan pernikahannya," ucap tuan Horisson menenangkan teman bisnisnya itu.
"Bagaimana aku bisa tenang Horisson, putriku seperti seorang wanita yang dicampakkan olehnya. Demi hal penting apa anakmu sampai tega meninggalkan Gisella begitu saja!" geram tuan Anderson.
"Tuan Anderson, percayalah pada Louise. Dia tidak akan meninggalkan putrimu," ucap nyonya Grace membantu menenangkan.
"Grace, sudah ku katakan padamu sebelumnya bukan. Jika Louise sampai berani membuat putriku sedih lagi, maka aku tidak akan segan-segan membuat hidupnya menderita!" ancam tuan Anderson.
"Berani sekali kau mengancam keluargaku Anderson, apa kau pikir kami takut dengan ancaman tidak berartimu itu! Jangan lupakanlah ini, putrimu bisa menikah hari ini adalah berkat belas kasihan Louise padanya!" tegas tuan Horisson tak gentar dan mulai tidak suka dengan tindakan tuan Anderson yang bersikap seenaknya.
Tuan Anderson lantas terdiam, sambil berdecak mengepal erat tangannya. Memang benar jika Louise mau melanjutkan pernikahannya itu karena kasihan padanya, akibat tindakan nekad bunuh diri Gisella pada beberapa bulan yang lalu.
"Sudah, kalian berhentilah berdebat. Tidak enak pada tamu yang sudah datang," ucap nyonya Grace menengahi.
Sedangkan Gisella tengah terduduk lemas, sambil memikirkan semua kejadian yang terjadi belum lama tadi.
Saya Louise Alexander Horisson, menerima ... Evelyn ....
"Evelyn," batin Gisella merasa takut.
Kedua tangannya terkepal erat, seketika ia tenggelam didalam pikirannya sendiri. Apakah benar jika nama yang disebut oleh Louise tadi adalah anak pembantu yang memiliki wajah cantik itu.
"Bukankah anak itu sudah pergi dan tidak tahu ada dimana ia sekarang. Apa jangan-jangan dia memang sedang disembunyikan oleh Louise disuatu tempat?" batinnya menerka-nerka.
Gisella lalu menggeleng samar. "Tidak! Louise hanya boleh menjadi milikku," gumam Gisella mulai egois.
...***...
Parkir bawah tanah.
Louise menelepon Selvi, jika ia telah berhasil menemukan Evelyn dan memberitahu jika kini Evelyn sedang bersama dengannya.
Pria yang sedang emosi itu segera meminta Selvi beserta yang lain untuk menunggu didalam mobil Ken dan tidak boleh keluar sampai ada perintah selanjutnya.
"Kalian tunggulah dimobil, ada urusan yang harus ku selesaikan dengan Evelyn," ucap Louise melalui ponselnya, sambil menatap tajam Evelyn yang masih menunduk takut terhadapnya.
"Baik tuan," patuh Selvi dari ujung seberang panggilannya.
Louise menghembus nafasnya kasar. "Kenapa kau begitu berani melanggar perintah tuanmu ini?" tanyanya dingin.
"M-maaf tuan," ucap Evelyn. Dia begitu bingung harus menjawab apa untuk membela diri, karena nyatanya ia telah tertangkap basah melakukan kesalahan.
Louise menarik kedua bahu Evelyn agar berhadapan dengannya, lalu mencengkramnya erat. "Tatap wajahku saat berbicara!" ucapnya serius.
Evelyn tergagap mendapat perlakuan seperti itu, ia hanya bisa menciutkan diri dan berharap Louise tidak marah besar padanya.
Louise menarik dagu Evelyn agar menatapnya. "Apa kau tahu, hilangnya dirimu membuat semua orang menjadi panik! Kau datang kesini bersama dengan semua orang, apa kau sadar telah merepotkan orang-orangku! Kau pikir siapa dirimu, hingga berani meminta kepada mereka untuk pergi keluar rumah tanpa seijin dariku!"
"Sadarlah akan status dan kedudukanmu itu Evelyn! Kau hanya seorang anak pembantu, orang seperti dirimu tidak pantas menghadiri acara orang-orang berkelas seperti ini!" bentak Louise.
Evelyn terperanjat dan mendadak lemas dengan tubuh bergetar hebat, kali ini ia benar-benar takut saat menghadapi sisi lain dari pria yang dia anggap selama ini memiliki hati lembut dan juga hangat itu.
Dan ini kali pertamanya juga ia melihat tuan pamannya marah besar kepadanya seperti ini.
"M-maaf tuan, aku hanya ingin melihatmu dengan Nona Gisella menikah. Itu saja," ucap Evelyn memberanikan diri, sesekali menelan ludahnya susah payah.
Louise mendengus kesal, kata-kata pernikahan dengan Gisella membuat emosinya semakin meluap-luap.
"Kau ingin melihatku menikah dengannya, alasan bodoh apa yang sedang kau bicarakan itu! Sekarang lihatlah aku baik-baik, aku sudah berada didekatmu sekarang! Aku telah memakai baju pengantin, apa kau sudah puas atau kau ingin melihat yang lain lagi? Apa kau juga ingin melihat tuan pamanmu ini menghabiskan malam pertama dengan istrinya hem!" geram Louise. Pria itu sampai melototi Evelyn, karena saking kesalnya.
Evelyn mendadak kaku dan segera menggeleng. "T-tidak tuan, kau salah paham. Maafkan aku, aku mengaku salah," ucapnya tercekat.
Louise berganti menahan tengkuk Evelyn dan menariknya agar mendekat, hingga menyisakan jarak yang hanya tinggal beberapa centi saja, tanpa melepas tatapan tajamnya.
"T-tuan kau ingin apa?" tanya Evelyn bergidik ngeri saat ditatap oleh Louise dari jarak sedekat itu. Hingga nafasnya begitu terasa menampar lembut hampir diseluruh wajahnya.
"Bukankah kau ingin melihatku menikah, sekarang lihatlah aku baik-baik. Atau kau ingin melihat tuan pamanmu ini menunjukkan sisi lainnya?" ancam Louise.
"S-sisi l-lain? T-tuan, kau membuatku takut." Jujur Evelyn, lalu memejamkan kedua matanya.
Louise mengamati dari dekat wajah Evelyn dengan seksama, entah mengapa saat melihat kebersamaan Evelyn dengan opa Bernadi tadi, tiba-tiba muncul begitu saja rasa takut, serta ketidakrelaan akan kehilangan dirinya.
"Sekarang baru mengaku salah dan takut padaku hem, apa aku harus membentak dan memarahimu terlebih dahulu baru kau mau menuruti perintah majikanmu ini!" tegasnya dan Evelyn mengangguk cepat.
"Sekarang katakan padaku, apa saja yang telah kau bicarakan dengan pria tua tadi?" tanya Louise mengubah topik pembicaraan.
Evelyn menggeliat dengan sedikit menarik tubuhnya agar terlepas. "T-tuan bisakah kau melepaskan aku terlebih dahulu?" pintanya merasa risih sekali.
Terlebih posisinya yang tersudut, karena raga kekar Louise terus saja mendesak bagian tubuhnya hingga terhimpit dan sulit bergerak.
Louise mengendurkan cekalan tangannya pada tengkuk leher Evelyn, kemudian menarik diri sedikit menjauh.
"Sekarang katakan padaku, apa saja yang telah kalian berdua bicarakan tadi?" ucap Louise.
"Kakek itu, dia menemaniku saat tersesat tadi," balas Evelyn.
"Lalu?" tanya Louise.
"Tidak ada lagi, hanya saja saat pertama bertemu kakek itu memanggil namaku Cecilia. Lalu ku bilang jika kakek sedang salah orang," balas Evelyn apa adanya.
"Lalu apa lagi? Apa kakek tua itu tahu namamu?" cecar Louise sedikit berdebar.
Evelyn menggeleng. "Tidak tuan, saat ingin menyebut namaku. Tiba-tiba tuan datang dan menarikku agar ikut," balasnya sambil memegangi pergelangan tangannya yang sedikit memerah.
Louise menghela nafasnya lega, merasa bersyukur jika kebenaran tentang Evelyn masih belum terungkap kepada Opa Bernadi.
"Bagus, jangan terlalu banyak berinteraksi dengan siapapun orang yang tidak kau kenal," ucap Louise dan Evelyn mengangguk mengerti.
"Sekarang aku ingin kau pergi dari sini dan pulanglah bersama dengan Selvi dan juga yang lainnya!" titah Louise.
"T-tapi," ucap Evelyn.
"Tidak ada kata tapi tapi! Kalau aku bilang pulang, maka pulanglah! Kehadiran kalian disini tidak diharapkan, apa yang bisa kau lakukan selama pernikahanku hah!" sentak Louise.
Evelyn menunduk lemas, mau tidak mau dia harus kembali ke puncak tanpa bisa menyaksikan acara pernikahan Louise dengan Gisella.
...***...
Setelah mendapatkan omelan habis-habisan dari Louise, rombongan Ken kini akhirnya kembali pulang ke rumah.
Mereka nampak terdiam seribu bahasa, terlebih Evelyn yang mendadak murung dan tidak mau bicara dengan siapapun.
Selvi dan Mika saling bertatapan, entah apa yang telah dikatakan oleh Louise didalam mobil sebelum mereka pulang tadi, hingga gadis itu pun terlihat sangat sedih sekali.
Selvi mengusap pergelangan tangan Evelyn. "Tuan Louise benar, tidak seharusnya kita berada disana."
"Benar, setidaknya kita sudah melihat pengantinnya bukan?" ucap Mika menghibur.
Namun Evelyn masih terdiam, sambil menatapi ruas jalan yang semakin gelap saja.
Pergilah, kau hanya seorang anak pembantu dan bukan seorang putri kerajaan. Aku baik padamu bukan berarti kau bisa melakukan apapun sesuka hatimu! Aku merawat serta menjagamu dan kau bebas berada dirumahku itu semua karena amanah dari mendiang ibu Angel, tidak lebih! Jadi tolong bersikaplah patuh selayaknya bawahanku seperti yang lain!
Evelyn menangis, tidak disangka kata-kata Louise begitu kasar hingga dapat melukai hatinya.
"Aku memang seorang anak pembantu, tapi aku tidak pernah berharap belas kasihan dari orang lain!" batin Evelyn merasa sesak.
.
.
Bersambung.