Ketika cinta bertabrakan dengan ambisi, dan kelembutan mengikis kekejaman…
Min Yoongi, seorang CEO muda tampan yang dikenal dingin dan kejam, menjalankan bisnis warisan orang tuanya dengan tangan besi. Tak ada ruang untuk belas kasih di kantornya—semua tunduk, semua takut. Sampai datang seorang gadis bernama Lee YN, pelamar baru dengan paras luar biasa bak boneka buatan, namun dengan hati yang tulus dan kecerdasan luar biasa.
YN yang polos, sopan, dan penuh semangat, menyimpan luka mendalam sebagai yatim piatu. Tapi hidupnya berubah saat ia diterima bekerja di bawah kepemimpinan Yoongi. Ketertarikan sang CEO tumbuh menjadi obsesi, membawa mereka ke dalam hubungan yang penuh gairah, rahasia, dan ketegangan.
Namun, cinta mereka tidak berjalan mudah. Yoongi masih terikat dengan Jennie, kekasih cantik nan angkuh yang tidak terima posisinya tergantikan. Sementara itu, Jimin—sahabat Yoongi yang terkenal playboy—juga mulai tertarik pada YN dan bertekad merebut hatinya.
Dibayangi fitnah, d
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angle love, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 18 — Bayangan yang Mengintai
Sudah tiga hari sejak surat ancaman itu muncul, dan suasana di rumah Yoongi mulai berubah. Sekuat apa pun mereka berusaha menjalani hari seperti biasa, selalu ada rasa waspada menggantung di udara. Seperti awan hitam yang menunggu waktu untuk melepaskan badai.
YN masih tinggal di rumah Yoongi. Ia sudah kembali tertawa kecil, sudah mulai terbiasa dengan rutinitas baru, dan bahkan menikmati sesi sarapan mereka setiap pagi. Tapi tatapan waspada Yoongi—setiap kali seseorang mendekati mereka—membuat YN tahu bahwa bahaya masih belum pergi.
Yoongi menambahkan dua lapis keamanan lagi, memasang sistem pengenal wajah dan menyewa mantan tentara sebagai kepala keamanan.
Namun semua itu tak menghentikan bayangan dari masa lalu yang kini tengah menyusun langkah.
---
Di sebuah bangunan tua yang dijadikan markas sementara, Seonwoo menyusun rencana dengan dua anak buahnya. Ia menunjukkan peta rumah Yoongi, jadwal keamanan, dan foto-foto YN dari kejauhan. Wajahnya terlihat puas.
“Besok malam. Saat mereka keluar untuk charity event, kita buat kekacauan. Buat seolah ini kecelakaan. Tidak mencurigakan... tapi cukup untuk meninggalkan luka yang dalam,” ucap Seonwoo dengan suara dingin.
“Kalau sampai Yoongi tahu—”
“Yoongi gak akan tahu siapa kita. Dan kalaupun tahu, sudah terlambat,” jawab Seonwoo.
Sementara itu, Jennie menerima pesan dari Seonwoo: “Besok. Pastikan dia ada di mobil.”
Jennie tersenyum puas. “Satu langkah lagi... dan dia akan lenyap dari hidup Yoongi.”
---
Malam charity event akhirnya tiba. Yoongi awalnya tak ingin YN ikut, tapi gadis itu memohon. Ia tak ingin terus bersembunyi, tak ingin ketakutannya menang. Dan dengan berat hati, Yoongi mengalah—dengan syarat: mereka pergi bersama, pulang bersama, dan tetap dalam pengawasan ketat.
YN mengenakan gaun hitam elegan dengan potongan sederhana, rambutnya digelung rapi. Yoongi tak bisa melepaskan pandangan saat ia melihat YN keluar dari kamar.
“Kau cantik sekali,” bisiknya pelan, penuh kagum.
YN tersenyum malu. “Dan kamu terlalu menatapku.”
“Wajar. Karena aku hampir kehilanganmu, YN.”
Yoongi mengulurkan tangan, menggenggam tangan gadis itu erat. “Jangan lepas dariku malam ini, oke?”
“Tidak akan,” jawab YN dengan yakin.
---
Malam berjalan lancar—setidaknya pada awalnya.
Acara diadakan di ballroom hotel mewah. Para tamu penting berdatangan, dan kilatan kamera tak berhenti. YN berdiri di sisi Yoongi, berusaha tersenyum meski gugup. Tapi Yoongi tak pernah meninggalkan sisinya.
Namun saat malam hampir berakhir, salah satu bodyguard Yoongi menerima panggilan mendesak. Ia mendekat, berbisik di telinga Yoongi.
“Ada yang aneh di area parkir. Salah satu mobil pengganti Anda ditemukan dengan jejak alat peledak... tapi sudah kami netralkan.”
Yoongi menegang. Wajahnya langsung berubah gelap.
“Pastikan semua jalan pulang steril. Saya akan bawa YN lewat rute belakang. Sekarang.”
Yoongi langsung menarik tangan YN, membisikkan, “Kita harus pergi. Sekarang.”
---
Namun tak semudah itu.
Saat mereka melewati lorong samping menuju mobil cadangan, dari arah berlawanan muncul seseorang. Wajah yang tidak asing bagi YN.
Seonwoo.
Mata YN langsung melebar, tubuhnya kaku. Napasnya tercekat.
“Yoongi... itu dia... dia yang—”
Belum sempat YN menyelesaikan kalimatnya, Seonwoo menarik sesuatu dari balik jaketnya. Sebuah tongkat besi.
Tapi sebelum sempat mendekat, salah satu bodyguard menembakkan peluru ke arah kakinya. Seonwoo terjatuh, namun sempat menyentuh lengan YN dan mendorongnya hingga ia terhuyung ke belakang.
Yoongi menangkap tubuh YN tepat waktu. Matanya membakar amarah.
“JANGAN PERNAH SENTUH DIA!”
Seonwoo tertawa sambil meringis kesakitan.
“Kau pikir... dia aman bersamamu, Yoongi? Aku hanya permulaan.”
Yoongi menendang tongkat dari tangan Seonwoo. Bodyguard langsung memborgolnya.
Sementara itu, YN terduduk di lantai, tubuhnya gemetar hebat. Wajahnya pucat.
“YN... hey... lihat aku, baby.” Yoongi memeluknya erat. “Dia sudah ditangkap. Kamu aman sekarang. Aku janji.”
YN menangis, tubuhnya menempel erat di dada Yoongi. Tangisannya seperti ledakan dari semua trauma yang selama ini ia tahan. Dan kali ini, Yoongi membiarkan dirinya hancur bersama gadis itu—karena ia tahu, inilah waktunya mereka sembuh bersama.
---
Beberapa jam kemudian, mereka kembali ke rumah. YN sudah diberi obat penenang oleh dokter pribadi, dan tertidur di kamar Yoongi. Tapi Yoongi tidak tidur. Ia berdiri di depan jendela, menatap malam yang tenang—dengan hati yang sama sekali tidak tenang.
Teleponnya berbunyi.
Dari Jimin.
“Yoongi, aku dengar dari pengawalmu. Kamu baik-baik saja?”
Yoongi mengangguk walau tak terlihat. “Kami aman. Tapi itu bukan kecelakaan biasa, Jimin. Dia... dia pria dari masa lalu YN. Yang pernah menyakitinya.”
“Gila...”
“Dan orang yang menyuruhnya—aku curiga... Jennie.”
Jimin terdiam sejenak.
“Kau yakin?”
“Aku akan cari buktinya. Tapi aku tahu Jennie. Dia gak akan terima kalah begitu saja.”
Yoongi mengepalkan tangan. “Aku gak akan diam lagi, Jimin. Kali ini, aku akan menghancurkan siapa pun yang menyentuh YN. Bahkan kalau itu berarti... aku harus membunuhnya.”
---
Malam itu, Yoongi duduk di sisi tempat tidur YN, menggenggam tangannya yang mungil. Ia mencium punggung tangan itu, lalu bersandar di samping YN, memeluknya dari belakang.
“Aku hampir kehilanganmu dua kali... dan aku gak sanggup kalau ada yang ketiga,” bisiknya lirih.
Ia tak peduli jika cinta ini membuatnya gila. Ia tak peduli jika dirinya berubah jadi iblis demi melindungi gadis ini. Karena satu hal sudah pasti: Lee YN adalah satu-satunya alasan Yoongi masih bernapas.
Dan siapapun yang mencoba merebut YN darinya... akan berakhir hancur.
Pagi itu, mentari baru saja naik, dan kehangatan sinarnya mengintip pelan melalui tirai kamar yang masih tertutup. Yoongi terbangun lebih dulu. Matanya masih lekat pada wajah YN yang tertidur di pelukannya—wajah lelah namun damai, seakan semua badai yang semalam terjadi sudah sirna dari pikirannya.
Tapi tidak dari pikiran Yoongi.
Ia perlahan bangkit, melepaskan pelukan dan menyelimuti YN dengan hati-hati. Langkahnya membawa tubuh tegapnya menuju ruang kerja. Sudah saatnya bergerak. Ia tak akan membiarkan wanita itu—Jennie—menyentuh YN lagi, bahkan hanya dalam bentuk bayangan.
Yoongi duduk di depan komputer, membuka file pribadi yang hanya bisa diakses dengan tiga lapis password. Folder “Jennie Kim – Archive.”
---
Sementara itu, YN mulai terbangun. Cahaya pagi menerpa wajahnya. Perlahan ia bangkit, rasa sakit di tubuhnya masih terasa. Tapi saat menyadari ia berada di kamar Yoongi, dan aroma maskulin yang masih tertinggal di bantal, hatinya terasa hangat. Ia mengingat pelukan Yoongi malam tadi—hangat, penuh ketakutan, tapi juga rasa memiliki yang kuat.
Tak butuh waktu lama, YN keluar dari kamar dan menemukan Yoongi di ruang kerja. Ia berdiri di pintu, mengamati pria itu yang tampak serius menatap layar.
“Yoongi...” panggilnya pelan.
Yoongi menoleh cepat. Begitu melihat YN berdiri di sana, ia bangkit dan berjalan menghampirinya.
“Hey, kamu nggak boleh banyak gerak dulu,” katanya khawatir, menarik YN ke dalam pelukannya.
YN menunduk, lalu menatapnya serius.
“Itu dia... Seonwoo... yang pernah...”
“Aku tahu,” potong Yoongi pelan, “Jimin memberitahuku. Dan aku menyesal tidak tahu lebih awal.”
“Bukan salahmu,” bisik YN. “Aku yang terlalu takut untuk bilang...”
Yoongi menatap mata YN lama. “Sekarang aku tahu. Dan aku janji, YN... aku gak akan biarkan siapa pun menyakitimu lagi. Bahkan kalau itu orang yang dulu pernah aku sayangi.”
YN terdiam. “Kamu tahu... tentang Jennie?”
Yoongi mengangguk. “Aku sedang mencari buktinya. Tapi aku yakin dia ada di balik semua ini.”
YN menggenggam tangan Yoongi erat. “Jangan sakiti dia demi aku, Yoongi.”
Yoongi tersenyum pahit. “Aku gak janji.”
---
Beberapa jam kemudian, Yoongi menemui Jimin di kantor utama. Ia membawa laptop dan menyeret Jimin ke ruang rapat pribadi.
“Aku dapat sesuatu,” ucap Yoongi tajam. Ia membuka rekaman CCTV dari pelataran belakang hotel malam acara charity. Terlihat seseorang berbicara dengan Seonwoo—dan meskipun mengenakan topi dan masker, ciri-ciri tubuh dan caranya berjalan sangat khas.
Jennie.
Yoongi memperbesar rekaman dan menunjukkan gelang khas di pergelangan tangan wanita itu.
“Jennie punya gelang ini. Koleksi terbatas Chanel. Hanya satu di Seoul,” kata Yoongi pelan, napasnya berat menahan emosi.
Jimin menatap layar itu lama. “Ini bukti kuat.”
“Belum cukup untuk hukum. Tapi cukup buat aku untuk menyelesaikannya sendiri.”
---
Sore hari, Yoongi menghubungi Jennie dan memintanya bertemu di tempat mereka biasa bertemu dahulu—di rooftop bar eksklusif di pusat kota.
Jennie datang dengan percaya diri, mengenakan dress merah mencolok dan senyum seolah tak terjadi apa-apa. Tapi begitu duduk dan melihat tatapan Yoongi, senyumnya memudar sedikit.
“Aku tahu kau yang kirim Seonwoo,” kata Yoongi tanpa basa-basi.
Jennie tertawa kecil. “Wow. Langsung to the point. Tapi maaf, aku nggak tahu siapa itu Seon—”
“Jangan pura-pura bodoh di depanku,” bentak Yoongi. “Aku punya rekamannya. CCTV di hotel. Kau berbicara padanya. Gelang di tanganmu—itu cukup untuk membuatmu dicurigai, meski belum cukup untuk pengadilan.”
Jennie mencoba tetap tenang. “Oke. Katakanlah itu aku. Lalu? Kau akan laporkan aku ke polisi?”
“Tidak,” Yoongi bersandar, senyumnya dingin. “Aku akan membuat hidupmu hancur, Jennie. Perlahan. Sama seperti kau berusaha menghancurkan YN.”
Jennie menggertakkan gigi. “Karena dia kau berubah, Yoongi! Kau yang tinggalkan aku! Kau yang bilang aku segalanya, lalu kau pilih gadis murahan yang bahkan gak punya apa-apa!”
Yoongi berdiri, menatapnya dari atas.
“Dan justru karena YN gak punya apa-apa, dia bisa mencintaiku dengan tulus. Tanpa pamrih. Tidak seperti kau.”
Jennie terdiam. Wajahnya memerah karena amarah dan rasa malu.
Yoongi menunduk sedikit, mendekat ke telinga Jennie dan berbisik dingin.
“Mulai detik ini, setiap langkahmu akan kuawasi. Setiap orang yang kau dekati, setiap kerja sama yang kau bangun, semua akan runtuh satu per satu. Karena aku bukan hanya pria yang kau permainkan... aku adalah Min Yoongi.”
Tanpa menunggu respon, Yoongi pergi meninggalkan Jennie yang terduduk dengan tangan mengepal, wajahnya dipenuhi rasa malu dan dendam.
---
Malam harinya, Yoongi kembali ke rumah dan menemukan YN tertidur di sofa dengan tablet di tangannya, masih membuka halaman latihan vokal. Yoongi tersenyum kecil. Ia duduk di lantai, bersandar pada sofa sambil mengusap lembut rambut YN.
“Aku tidak akan pernah membiarkanmu jatuh lagi,” bisiknya.
Beberapa menit kemudian, YN membuka mata.
“Sudah pulang?”
Yoongi mengangguk. “Aku sudah bertemu Jennie.”
YN duduk tegak. “Dan?”
“Aku beri dia peringatan. Tapi perang baru saja dimulai. Aku harus bersiap kalau dia membalas.”
YN menggenggam tangan Yoongi. “Kalau begitu, kita lawan sama-sama.”
Yoongi tersenyum. “Kamu nggak takut?”
“Aku takut. Tapi lebih takut kalau kamu menyembunyikan semuanya dariku.”
Yoongi menatap gadis di hadapannya itu, lalu mencium keningnya lembut.
“Aku janji nggak akan sembunyi lagi. Aku milikmu, YN. Sepenuhnya.”
---
Di tempat lain, Jennie duduk di meja rias, wajahnya muram. Ia memandangi pantulan dirinya yang tak lagi seanggun dulu. Semua kini terasa seperti kekalahan. Tapi matanya masih menyala dengan satu hal:
Balas dendam.
“Aku akan buat kalian menyesal,” bisiknya pelan.
Dan kali ini... dia tidak akan sendirian.
---
kenapa gk ada yg nge like yaaa