Tamparan, pukulan, serta hinaan sudah seperti makanan sehari-hari untuk Anita, namun tak sedikitpun ia mengeluh atas perlakuan sang suami.
Dituduh menggugurkan anak sendiri, membuat Arsenio gelap mata terhadap istrinya. Perlahan dia berubah sikap, siksaan demi siksaan Arsen lakukan demi membalas rasa sakit di hatinya.
Anita menerima dengan lapang dada, menganggap penyiksaan itu adalah sebuah bentuk cinta sang suami kepadanya.
Hingga akhirnya Anita mengetahui pengkhianatan Arsenio yang membuatnya memilih diam dan tak lagi mempedulikan sang suami.
Follow Instragramm : @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Khawatir Yang Sama
Ruang operasi Rumah Sakit Citra Karsa baru saja ditinggalkan oleh hiruk-pikuk suara instruksi dan alat-alat medis. Sinar lampu operasi yang sebelumnya menyinari tubuh pasien kini perlahan diredupkan, menyisakan cahaya dari lampu ruangan yang jauh lebih tenang. Dr. Baim, seorang dokter muda spesialis bedah, menarik sarung tangannya dan melepaskan masker bedah dari wajahnya yang tampak sedikit lelah namun lega. Operasi usus buntu yang baru saja ia lakukan berjalan sukses tanpa komplikasi.
Ia melangkah ke ruang istirahat dokter, menggulung lengan jas putihnya sembari menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul 07.42 pagi. Ia baru saja akan duduk ketika dari balik kaca jendela, matanya menangkap sosok rekannya, Dr. Andra, seorang dokter kandungan, berjalan cepat menuju ruang observasi.
Karena merasa ingin menyapa sekadar melepas ketegangan pascaoperasi, Baim membuka pintu dan melangkah ke lorong. Ia menyusul Andra yang baru saja melewati meja perawat.
“Andra!” panggilnya, sedikit mengangkat suara.
Dr. Andra menoleh, mengerutkan dahi sejenak sebelum mengenali Baim dan tersenyum tipis. “Oh, Baim. Kau sudah selesai operasi?”
“Baru saja. Apendiks ruptur, tapi tertangani dengan baik,” jawab Baim sambil mendekat. “Kau ke ruang observasi? Pasien siapa?”
Dr. Andra mengangguk sambil membuka berkas yang dibawanya. “Ya. Pasien baru masuk subuh tadi. Wanita muda dengan Keluhan muntah hebat dan dehidrasi. Dugaan sementara: hiperemesis gravidarum.”
Baim menyandarkan tubuhnya sebentar ke dinding, sekadar mengendurkan sendi-sendinya. Namun saat mendengar penjelasan itu, ia merasa ada sesuatu yang menggelitik di benaknya.
“Hmm… pasien wanita muda… dirawat subuh tadi?” ulangnya pelan.
Dr. Andra mengangguk pelan. “Iya, katanya istri dari pemilik perusahaan yang kemarin kita lakukan donor darah. Emm…. Siapa ya namanya, aku lupa”
Baim spontan menegakkan tubuh. Matanya membelalak. “Anita?”
Dr. Andra mengerutkan kening, bingung melihat reaksi rekannya. “Ahh benar. Kau kenal?”
Baim menatap lurus pada Andra, mencoba menahan gejolak kecemasan yang mulai merayapi dadanya. “Tentu saja aku kenal. Anita adalah sahabat lamaku. Kami teman semasa SMA. Aku dan tuan Arsen juga bertemu kemarin di perusahaannya.”
Dokter Andra tak menyangka jika semua bisa kebetulan seperti ini “Bisa pas begitu ya? Tapi apa kau tak mendapat kabar apapun?”
Baim menggeleng pelan, wajahnya masih menyiratkan kekhawatiran yang dalam. “Kau tahu seberapa parah kondisinya?”
“Sejauh ini baru gejala klinis yang terkonfirmasi,” ujar Andra sambil menurunkan nada suaranya. “Muntah lebih dari lima kali dalam sehari, tidak bisa menahan makanan atau cairan, dan tanda-tanda dehidrasi sedang. Dokter jaga sudah memasang infus dan memberi antiemetik. Tapi aku harus melakukan pemeriksaan USG dan laboratorium sebelum menyimpulkan lebih jauh.”
Baim menghela napas panjang. “Kau akan periksa dia sekarang?”
“Iya. Sebentar lagi,” jawab Andra, menunjuk pintu ruang observasi.
“Andra… kumohon, tangani Anita sebaik mungkin. Dia bukan hanya teman dekat. Dia… dia seperti saudara sendiri bagiku. Orangnya kuat, tapi kalau sampai begini keadaannya, berarti dia benar-benar dalam kondisi serius.”
Andra mengangguk cepat. “Tentu, Baim. Jangan khawatir. Aku akan pastikan dia mendapat penanganan terbaik.”
Baim menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan degup jantung yang berdebar tak karuan. “Beri aku kabar setelah hasil observasi keluar. Aku tidak bisa tenang sebelum tahu bagaimana kondisinya.”
“Pasti,” jawab Andra singkat, lalu melanjutkan langkah menuju ruang observasi dengan berkas di tangannya.
Baim berdiri terpaku beberapa saat. Matanya menatap kosong ke arah lorong tempat Andra menghilang.
Mendengar bahwa Anita terbaring lemah dengan tubuh terguncang oleh muntah hebat, membuat Baim merasa gelisah tak karuan. Ia tahu betul bahwa kehamilan adalah anugerah, tapi juga bisa menjadi ujian berat, apalagi jika sang ibu mengalami hiperemesis gravidarum. Ia pernah menangani kasus serupa, dan tahu betapa cepatnya kondisi bisa memburuk jika tidak tertangani dengan baik.
Langkah pelan dr. Baim menyusuri lorong menuju ruang tunggu observasi terasa berat, karena beban pikirannya yang mendadak sesak sejak mendengar kabar tentang Anita. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok yang sudah lama tak ia temui namun sangat familiar dalam kenangannya.
Tak butuh waktu lama, matanya menangkap dua sosok yang duduk di bangku tunggu deretan dekat jendela. Seorang pria yang tampak cemas, berdiri dan berjalan mondar-mandir sesekali menatap ke arah pintu observasi, dan seorang wanita paruh baya yang duduk dengan tangan terlipat di pangkuan, sesekali mengusap wajahnya, seolah berdoa dalam diam.
Baim mempercepat langkahnya sedikit. Dan benar saja, saat jarak mereka sudah dekat, wajah pria itu semakin jelas.
“Tuan Arsen…” panggil Baim pelan.
Arsen menoleh cepat. Ia sempat tampak bingung, tapi hanya sesaat. Ketika menyadari siapa yang memanggilnya, ia langsung berdiri.
“Dokter Baim?” ujarnya hampir tak percaya. Keduanya segera berjabat tangan.
“Saya tidak menyangka bisa bertemu Anda di sini,” kata Arsen.
“Saya juga tidak… apalagi dalam situasi seperti ini,” balas Baim sambil melirik ke arah wanita yang duduk di kursi. Ia tersenyum sopan dan menunduk sedikit.
Wanita itu mengangguk pelan, membalas dengan senyum yang sedikit getir. “Kalian saling kenal?”
Baim menyalami Miranda dengan hangat. “Perkenalkan Saya dr. Baim, teman sekolah Anita dulu. Tadi saya tidak sengaja mendengar seputar Anita, makanya saya langsung mencari Tuan Arsen kemari”
Miranda mengangguk lagi. “Begitu rupanya! Terima kasih sudah menyempatkan ke sini…”
“Sama-sama, Nyonya. Saya juga ingin tau seperti apa kejadian awalnya”
Baim kembali menatap Arsen, kini dengan nada bicara yang lebih serius. “Apa yang sebenarnya terjadi, Tuan?”
Arsen menarik napas panjang, seolah sudah lelah mengingat hal itu. “Sejak dua hari lalu, dia mulai lemas, muntah-muntah. Puncaknya tadi subuh, saya temukan dia nyaris pingsan di kamar mandi.”
Baim mengangguk perlahan. Ia memasang wajah tenang, tapi dalam hatinya ikut teraduk. “Saya paham. Hiperemesis bisa jadi ringan, bisa juga parah. Tapi anda sudah membawanya ke sini di waktu yang tepat. Itu keputusan paling penting.”
Arsen menunduk sejenak, lalu berkata, “Saya hanya takut. Meski ini kehamilan Anita yang kedua, tapi saya tak ingin kejadian sebelumnya terjadi lagi”
Baim menepuk bahu Arsen dengan pelan. “Saya mengerti. Tapi sekarang yang bisa kita lakukan adalah berdoa. Percayakan pada tim medis. dr Andra orang yang sangat teliti dan berpengalaman, dia akan menangani Anita sebaik mungkin.”
“Benar, kami harap semua berjalan dengan lancar. Karena kami sudah sangat menantikan seorang keturunan”
Sesaat, keheningan menyelimuti mereka. Tiga pasang mata menatap ke arah pintu ruang observasi yang tertutup, seolah berharap seseorang keluar membawa kabar baik. Suasana di ruang tunggu terasa syahdu, dipenuhi harap, kecemasan, dan keteguhan hati yang menggantung dalam udara pagi yang mulai menghangat.
apakah akan terus memaklumi sikap suaminya yg semau dia sendiri!! 🤨
dia hanya bisa sakitin Anita dan bakal respek ke Anita kalo bisa kasih keturunan.
padahal Anita wanita yang baik, meski berkarir pun ga pernah tuhhh lupa dengan kewajiban sebagai istri.
percayalah Arsen, belum tentu ada istri yang se Ter baik kayak Anita di luaran sana.
apalagi di bandingan Natasya dan adek loee, jauhhhh bangettt donk sen... tetep anitalah yg Ter Ter baik ...
kena mental gak yah sama ucapan baim "jangan tinggalkan anita lagi"...
biar terseret arus aja kau sekalian! 😤
biar Anita nanti dengan laki2 yg benar2 bisa mencintainya dan membahagiakan dia dengan sempurna dan tulus ikhlas...
gak Mudi an kaya kamu!! 🤨
Mudah tergoda juga!!
dan intinya kau Egois !!!!
Hanya memikirkan diri mu saja, tanpa memikirkan bagaimana perasaan pasangan mu!! 🤨😡
Biar Tau rasa kalau kau Jadi sama cewek manja macam itu!!! 😡🤨
atau.. skalian matre!!! biar habis harta mu yg kau kerja capek-capek!!!
dan yg paling penting, Cewek macam itu Gak akan bisa di andalkan!!! hanya bagus di Awal nya aja!!! karena itu cuma sekedar Pancingan aja bagi laki2 Plin plan kaya kamu 😝😏😏
dan di jebak pun pas banget lelaki pecundang. selamat kalian pasangan serasi, tapi ingatlah karma itu nyata.
Anita berhak bahagia tanpa di sisi Arsen.