NovelToon NovelToon
Mahira

Mahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Pengganti
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MH 32

Semua mayat diseret lalu ditumpuk di tengah ruangan. Bau logam dan debu bercampur jadi satu.

“Perhatikan baik-baik, bodoh,” ucap si pendek sambil menatap Leo.

Si kurus tinggi membuka botol logam kecil, lalu menyiramkan cairan bening ke tumpukan tubuh itu.

“Gagu, kamera,” perintah si pendek pada pria kekar.

Pria kekar mengangkat sebuah kamera kecil, merekam tanpa ekspresi seolah ini hanya pekerjaan rutin.

Saat cairan terakhir dituang, tumpukan mayat itu mulai mengeluarkan asap tipis. Suara mendesis terdengar pelan. Dalam hitungan detik, tubuh-tubuh itu menyusut, melengkung, lalu berubah menjadi kabut keabu-abuan yang menghilang di udara seperti tidak pernah ada.

Leo menyaksikan semuanya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Rasa takut mencengkeram dadanya lebih kuat daripada sebelumnya.

Pria tinggi kurus melangkah mendekati Leo. Nafasnya berbau menyengat ketika ia menyeringai tepat di depan wajah Leo.

“Bagaimana? Takut ya?” ucapnya pelan.

Ia menepuk pipi Leo dengan kasar. “Makanya kalau bertindak itu pikir dulu , bodoh.”

Leo ketakutan kata kata itu beberapa menit yang lalu di ucapkan untuk mengintimidasi Mahira tapi sekarang menghantam dirinya

Tangannya kemudian mencengkram dagu Leo, memaksa wajah Leo menghadap ke atas.

“Demi apa pun… membunuh kamu sebenarnya menurunkan harga diriku. Tapi… mau bagaimana lagi. Malam ini adalah malam terakhir kamu.”

Leo hendak membalas, tapi tiba-tiba tenggorokannya dicekik kuat. Napasnya tersengal.

“Jawab bodoh,” bentak si tinggi.

Leo hanya melepas suara serak, tidak bisa bicara sama sekali.

Si pendek menggeleng jengkel. “Rus, cepatlah. Pekerjaan kita masih banyak. Adegan masih panjang.”

“Yah, baru juga mulai main-main,” keluh si tinggi kurus masih mencengkram kerah Leo sebelum akhirnya melepaskannya.

Si pendek meraih botol serum yang sebelumnya akan disuntikan ke Mahira. Ia mengendusnya singkat lalu mendecak.

“Barang murahan.”

Ia melemparkan botol itu ke pria atletis. “Gagu, coba kau minum.”

Tanpa ragu sedikit pun, pria kekar itu membuka botol dan menenggaknya. Tubuhnya bergetar beberapa detik, otot-ototnya menegang… kemudian ia meludah ke lantai.

“Payah,” ucap si pendek, kecewa. “Jangankan membunuh, membuatmu pusing saja tidak sanggup.”

Ia menatap Leo tajam. “Tenang saja. Aku akan memberimu yang seratus kali lebih dahsyat.”

Tiba-tiba terdengar pukulan keras.

“Buggh!”

Leo terpental ke lantai dan langsung pingsan.

“Pelan-pelan, bego! Belum saatnya dia mati,” bentak si pendek.

Si kurusi mengangkat bahu. “Ah, kelepasan.

..

“Gagu, bawa wanita itu.” Si Boncel memberi isyarat pada gagu

Gagu tidak menjawab. Bahunya bergerak tegang ketika ia meraih tubuh Mahira lalu memikulnya begitu saja. Di sisi lain, Si Kurus menyeret tubuh Leo yang tinggi besar. Tubuh Leo bergeser di lantai tanah seperti hewan buruan yang kalah.

Mereka tiba di sebuah mobil pikap penuh tumpukan sampah. Mahira dibaringkan di kursi depan, wajahnya pucat dan tidak bergerak. Gagu naik ke bak belakang. Leo dilempar ke atas tumpukan sampah, tubuhnya jatuh keras seperti bangkai tikus yang tidak berharga.

Si Tinggi masuk ke kabin. Jemarinya memutar kunci dengan santai, seolah mereka bukan baru saja meninggalkan jejak pembantaian. Mesin menderu pelan lalu mobil itu meluncur pergi dalam gelap.

Sementara itu, Doni baru saja berpisah dari Saras. Ada rasa tidak enak di dadanya, seperti ada tangan yang meremas jantungnya. Tanpa menunda, ia mempercepat langkah menuju kontrakan, berharap Mahira baik-baik saja.

Begitu pintu kontrakan terbuka, ruang itu tampak kosong.

“Tidak ada…” Doni berbisik panik. Nafasnya memburu. “Ke mana kamu, sayang…” Dadanya terasa nyeri, ada firasat buruk yang menusuk.

Ia segera keluar lagi, hampir berlari menuju mobil. Mesin langsung dinyalakan, dan Doni memacu kendaraan keluar area kontrakan.

Saat melewati gerbang kontrakan, ia berpapasan dengan sebuah mobil sampah yang melaju pelan. Doni sempat melihat jam di spidometer. Baru jam dua belas malam. Aneh, biasanya tidak ada mobil sampah lewat di jam segini.

Namun pikiran Doni dipenuhi satu hal. Ia terus menginjak pedal gas, ingin segera menemukan Mahira.

Boncel berdiri di depan pintu kontrakan Mahira. Ia hanya meletakkan telapak tangannya di atas gagang pintu. Beberapa detik kemudian terdengar bunyi klik halus. Pintu itu terbuka tanpa rusak sedikit pun.

Gagu masuk lebih dulu. Ia mengangkat tubuh Mahira dengan hati-hati lalu membaringkannya di sofa yang sempit.

“Baru kali ini kita dapat tugas menyelamatkan manusia....... Keterlaluan,” gumam Boncel dengan nada sebal, seolah tugas itu merusak mood malamnya.

Mereka keluar lagi dan kembali ke mobil. Kendaraan itu melaju dengan kecepatan sedang, lampu depannya menyapu sepanjang jalan yang mulai sunyi. Hingga akhirnya mereka tiba di gerbang sekolah.

Boncel turun. Dia hanya menyentuh gembok selama beberapa detik dan gembok itu terbuka seakan bukan penghalang sama sekali.

“Hei, siapa ka…”

Bruk. Suara tubuh jatuh membuat malam semakin hening. Security pingsan begitu menatap wajah Boncel tanpa peringatan apa pun.

Gagu mengangkat tubuh security itu ke pos jaga. Boncel menepuk kepala pria itu dengan santai. “Kamu tidak ingat apa pun.” Suaranya datar namun memaksa. Security itu mengangguk perlahan dengan tatapan yang kosong dan wajah seperti tersapu kabut.

Mobil perlahan masuk ke area sekolah.

Boncel mengeluarkan seruling kecil berwarna gelap. Nada lembut meluncur dari alat itu, menyebar seperti udara dingin. Dalam hitungan detik, para security lain yang sedang berjaga menguap, kelopak mata mereka turun berat, lalu tubuh mereka ambruk satu per satu tanpa suara.

Mobil berhenti di tengah area parkir. Si Kurus mendorong tubuh Leo dari bak mobil. Tubuh besar itu jatuh menghantam aspal dan tidak bergerak.

Gagu sudah mengeluarkan ponsel. Jemarinya lincah bergerak, menguasai sistem sekolah dalam beberapa detik. Semua CCTV menuruti perintahnya.

Boncel berlutut di samping Leo dan mengeluarkan jarum suntik. Jarum itu menempel di leher Leo. Tubuh Leo mengejang keras, napasnya tersendat. Beberapa detik kemudian ia bangkit perlahan, matanya kosong tanpa garis emosi.

Boncel memasukkan sebuah anting kecil ke saku Leo. Lalu memasukkan selembar kertas berisi tulisan, “Jika negara tidak memberi keadilan maka biarkan hukum rimba yang memberikannya.”

“Omong kosong apa lagi ini,” gerutu Boncel malas. Baginya, tulisan itu tidak lebih dari sampah. Dalam kepalanya hanya ada tiga hal: uang, membunuh, dan senang-senang.

Ia mengeluarkan silikon bergambar sidik jari lalu menempelkannya di beberapa bagian tubuh Leo, rapi dan presisi.

“Jalanlah,” ujar Boncel pelan.

Leo bergerak menuju gedung dekat laboratorium. Langkahnya lambat seperti boneka yang baru dihidupkan.

“Lambat banget jalannya. Gua tembak juga sih,” keluh Si Kurus sambil mengangkat bahu.

“Bisa sabar tidak. Malam ini coba kurangi hasrat membunuh kamu,” balas Boncel kesal. Ia bersandar pada mobil, menunggu Leo melangkah ke tempat yang mereka inginkan.

Leo terus melangkah melewati koridor gelap menuju gedung yang dituju. Gerakannya kaku, seperti tubuhnya dipaksa oleh sesuatu yang tidak terlihat. Ia menaiki tangga perlahan, anak tangga pertama, lalu kedua, hingga lantai tiga. Setiap langkah terdengar berat.

Sesampainya di lantai tiga, Leo berhenti di tepi balkon. Tatapannya kosong. Dalam satu gerakan tiba-tiba, ia menjatuhkan dirinya ke bawah. Tubuhnya menghantam batang pohon besar di halaman. Suara benturannya terdengar keras di tengah keheningan malam.

Tubuh Leo terguling ke tanah. Napasnya tersengal. Kesadarannya mulai kembali, tetapi rasa sakit memenuhi seluruh tubuhnya. Sendi-sendinya seperti dipelintir, sementara kepalanya terasa menusuk, seakan ribuan jarum ditancapkan bersamaan.

“Cepat bunuh aku,” geram Leo. Suaranya bergetar, tercampur antara amarah dan rasa sakit yang luar biasa.

Boncel berdiri tidak jauh dari situ. Ia memasukkan tangan ke saku celana dengan malas. “Ayo pulang,” ucapnya hambar, sama sekali tidak peduli pada penderitaan Leo.

Gagu dan Si Kurus kembali ke mobil. Para security mulai bergerak di sekitar area sekolah, masing-masing dengan tatapan kosong. Dalam imajinasi mereka, mereka sedang menjalankan tugas seperti biasa. Malam itu terekam di memori mereka sebagai malam yang tenang, seakan tidak ada kejadian aneh yang mengusik.

Boncel naik ke kabin. Mesin mobil sampah kembali menderu pelan. Kendaraan itu keluar dari area sekolah dengan mulus, meninggalkan halaman yang tampak rapi dan sunyi, seolah tidak pernah terjadi apa pun.

1
puspa endah
ceritanya bagus thor susah di tebak
puspa endah
teka teki banget ceritanya👍👍👍👍 lanjut thor😍😍😍
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
partini
oh seperti itu
puspa endah
lanjut thor👍👍👍
puspa endah
banyak teka tekinya thor😄😄😄. siapa lagi ya itu....
anak buah doni kah?
puspa endah
woow siapakah Leo?
NP
ga jadi mandi di doni
puspa endah
🤣🤣🤣 lucu banget mahira n doni
partini
Leo saking cintanya sama tuh Kunti Ampe segitunya nurut aja ,,dia dalangnya Leo yg eksekusi hemmmm ledhoooooooooo
partini
sehhh sadis nya, guru ga ada harganya di mata mereka wow super wow
partini
hemmm modus ini mah
partini
apa Doni bukan anak SMA,, wah banyak misteri
puspa endah
wah kereen bu kepsek👍👍👍 hempaskan bu susi, bu anggi dan pak marno😄😄😄😄
partini
Reza takut ma bosnya 😂😂
sama" cembukur teryata
puspa endah
bagus mahira👍👍👍 jangan takut klo ga salah
puspa endah
doni kayaknya lagi menyamar
partini
daster panjang di bawah lutut ga Sampai mata kaki ya Thor
tapi pakai hijab apa ga aneh
NP: q kalo dirumah jg sering kayak itu ..to pake legging lengan pendek
total 3 replies
partini
hemmmm Doni ,, kenapa aku berfikir ke sana yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!