Bukan pernikahan kontrak! Satu atap selama 3 tahun hidup bagai orang asing.
Ya, Aluna sepi dan hampa, mencoba melepaskan pernikahan itu. Tapi, ketika sidang cerai, tiba-tiba Erick kecelakaan dan mengalami amnesia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erma _roviko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keceplosan
Setelah kunjungan tak terduga ke taman, di mana alam bawah sadar Erick secara tidak sengaja mengonfirmasi pengamatan rahasianya, Aluna kembali ke Mansion dengan perasaan yang campur aduk.
Di satu sisi, ia dipenuhi kebahagiaan karena telah menemukan kedalaman cinta tersembunyi suaminya, di sisi lain, ia didera kecemasan karena ancaman Bima dan dokumen perceraian yang harus segera ia hadapi.
Malam itu, Aluna menunda bertemu dengan Bima.
Ia memutuskan bahwa ia harus membanjiri Erick dengan kehangatan dan kepastian, menjadikannya perisai emosional sebelum badai datang.
Ia tidak bisa membiarkan Erick tidur dalam kekosongan, mengetahui bahwa hidup mereka berada di ujung tanduk.
Di kamar tidur, Aluna mengenakan gaun tidur sutra yang lembut, bukan sebagai godaan, tetapi sebagai selimut ketenangan. Ia menemukan Erick duduk di tepi ranjang, merenung, tangannya mengelus kepala bagian kanannya, tempat bekas luka itu berada.
Aluna mendekat, hatinya dipenuhi rasa iba dan cinta yang tulus, penyesalan masih terasa di setiap sentuhannya.
“Kenapa, Sayang? Apa kau memikirkan sesuatu?” tanya Aluna, suaranya lembut.
Erick mendongak, matanya sedikit berkabut.
“Aku tidak tahu. Setelah dari taman tadi, rasanya kepalaku sedikit berdenyut. Bukan sakit, tapi… seperti ada sesuatu yang mencoba keluar. Seperti gelembung di air yang ingin mencapai permukaan.”
Aluna menelan ludah. Itu adalah memori yang mencoba kembali. Ia harus mengalihkan perhatiannya.
“Sini.” Aluna duduk di belakang Erick, merentangkan tangannya, dan memeluknya dari belakang.
Ia menyandarkan kepalanya di bahu Erick, merasakan berat tubuh pria itu.
Mereka duduk dalam keheningan yang lama dan intim. Kehangatan tubuh mereka beradu. Aluna memejamkan mata, membiarkan semua penyesalan, semua pencerahan di kafe, dan semua cinta yang baru ia temukan meluap dalam pelukan itu.
Ia memeluk bukan hanya Erick yang amnesia, yang manja, yang posesif; ia memeluk Erick yang pemalu, yang bermain Chopin, yang menghabiskan sebelas tahun lalu mengamati idealisme Aluna dari sudut kafe. Ia memeluk tragedi mereka, dan cinta mereka yang disabotase.
Pelukan itu berlangsung sangat lama, jauh melampaui keintiman fisik. Itu adalah penyesalan yang menjadi kehangatan.
Aluna mencium leher Erick, mencium bau musk khasnya, dan menggenggam tangan suaminya di pinggangnya.
“Aku sangat takut, Rick,” bisik Aluna, tanpa menyadari bahwa ia telah membiarkan tembok emosinya runtuh.
“Aku takut kehilanganmu. Aku takut kau akan kembali menjadi Erick yang tidak kumengerti.”
Erick menoleh sedikit, mencium kening Aluna. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana, Lun. Aku janji. Aku hanya milikmu.”
Aluna menarik nafas dalam-dalam, menahan tangis yang mendesak. Ia merasakan detak jantungnya sendiri berpacu. Ia harus melepaskan semua kebenaran ini.
Dalam pelukan yang begitu dalam dan menenangkan itu, Aluna melontarkan kata-kata yang selama ini tertahan, yang ditujukan untuk Erick yang baru ia temukan di masa lalu.
“Aku mencintaimu… terima kasih sudah mencintaiku selama ini. Terima kasih sudah mengamatiku,” bisik Aluna, kata-kata terakhir itu keluar hampir tanpa suara, teredam di bahu suaminya.
Seketika itu juga, segalanya membeku.
Tubuh Erick, yang semula rileks dan hangat, tiba-tiba menegang seperti kawat baja yang tiba-tiba muncul di antara mereka, kali ini jauh lebih kuat dari insiden bekas luka.
Aluna merasakan shock itu. Ia menyadari hal mengerikan yang baru saja ia lakukan. Kata ‘mengamatiku’ adalah kata sandi rahasia untuk semua yang ia temukan di kafe, sesuatu yang seharusnya tidak diketahui Erick amnesia.
Erick melepaskan pelukan, memutar tubuhnya menghadap Aluna.
Wajahnya tidak lagi polos dan bergantung, wajahnya dipenuhi kebingungan, kecurigaan, dan sedikit kilasan memori yang dingin.
“Apa katamu?” tanya Erick, suaranya rendah dan intens, tanpa gairah.
“Mengamatimu? Apa maksudmu?”
Aluna panik. Ia harus menutup lubang ini segera.
“Aku… maksudku, kau selalu mengamatiku, kan? Kau selalu memperhatikan setiap detail yang kubuat, kau selalu mendukungku dari jauh.” Aluna berbohong, mencoba membuat kalimat itu terdengar romantis dan umum.
Erick tidak melepaskan pandangannya. Matanya menusuk, mencari kebenaran di matanya. Aluna belum pernah melihat intensitas seperti ini sejak amnesianya. Itu adalah intensitas dari CEO yang cerdas dan mencurigakan.
“Aku tidak pernah bilang aku mengamati mu, Aluna. Aku tidak ingat masa lalu kita. Apa yang kau sembunyikan?”
Aluna merasakan keringat dingin membasahi punggungnya. Ia harus bermain peran sekarang. Ia harus menunjukkan cinta yang begitu besar sehingga itu meredam semua kecurigaannya.
Aluna menangkup wajah Erick, memaksanya menatapnya. Matanya penuh air mata yang tulus karena rasa bersalah yang ia biarkan mengalir.
“Aku tidak menyembunyikan apa pun! Aku hanya… terharu, Erick!” desak Aluna, suaranya bergetar.
“Jangan berbohong, kau pasti menyembunyikan sesuatu.”
“Apa yang begitu serius? Aku bahkan sudah menjelaskannya.”
“Aku yakin, pasti ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku, Luna. Jawab aku, Luna!”
“Aku mencintaimu. Aku sudah kehilanganmu sekali, ketika kau berubah menjadi CEO yang dingin itu! Dan sekarang kau kembali, kau kembali padaku, dan aku takut memori itu akan mengambilmu lagi!”
Aluna mencium Erick, ciuman yang putus asa dan menuntut. Itu adalah ciuman yang dimaksudkan untuk membungkam pertanyaan, tetapi juga untuk mengikatnya dengan janji baru.
Erick merespons, tetapi tangannya tidak memeluknya. Tangannya memegang pergelangan tangan Aluna, kencang. Setelah ciuman itu berakhir, Erick menatapnya dengan tatapan yang semakin membingungkan.
Erick menghela nafas panjang, menekan keningnya ke kening Aluna, seolah sedang menahan gejolak di kepalanya.
“Aku mencintaimu, Lun,” balas Erick. Itu adalah kalimat yang familiar, tetapi kini diucapkan dengan intensitas yang jauh lebih dalam, hampir menakutkan.
“Aku mencintaimu, dan aku tidak tahu mengapa. Tapi aku merasa, aku sudah mencintaimu jauh lebih lama dari yang kukira. Jauh lebih lama dari yang aku tahu.”
Kata-kata Erick, yang dipicu oleh Aluna, adalah konfirmasi yang mengejutkan.
Alam bawah sadar Erick telah merespons pengakuan Aluna tentang pengamatan itu.
Memori emosionalnya telah menghubungkan Aluna dengan cinta belasan tahun yang terpendam, bahkan tanpa adanya memori.
Namun, reaksi itu juga sangat berbahaya. Aluna telah terlalu jauh.
Erick melepaskan tangan Aluna. Ia bangkit dan berjalan ke jendela, melihat ke luar dalam kegelapan. Ia menyentuh bekas lukanya lagi.
“Aku harus mencari tahu. Aku harus mencari tahu kenapa aku merasa seperti ini,” kata Erick, suaranya dingin dan penuh obsesi yang berbeda, obsesi untuk mencari tahu siapa dia.
Aluna tahu, Erick tidak lagi puas dengan jawaban sederhana.
Aluna yang terlalu jujur telah memicu insting investigator dalam dirinya.
Ancaman Bima kini menjadi ancaman kedua. Ancaman terbesar adalah Erick sendiri, yang kini secara aktif mencari masa lalunya.
Aluna harus bertindak, dan ia harus bertindak sekarang. Sebelum Erick menemukan kebenaran dan dokumen perceraian sendiri.
‘Astaga, dia mulai mengingatnya!’ batin Aluna cemas, matanya terus tertuju pada Erick.