Ariel tak menyangka pernikahannya dengan Luna, wanita yang sangat dicintainya, hanya seumur jagung.
Segalanya berubah kala Luna mengetahui bahwa adiknya dipersunting oleh pria kaya raya. Sejak saat itu ia menjelma menjadi sosok yang penuh tuntutan, abai pada kemampuan Ariel.
Rasa iri dengki dan tak mau tersaingi seolah membutakan hati Luna. Ariel lelah, cinta terkikis oleh materialisme. Rumah tangga yang diimpikan retak, tergerus ambisi Luna.
Mampukah Ariel bertahan ataukah perpisahan menjadi jalan terbaik bagi mereka?
Ikuti kisah mereka hanya di sini;👇
"Setelah Kita Berpisah" karya Moms TZ bukan yang lain.
WARNING!!!
cerita ini buat yang mau-mau aja ya, gaes.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19#. Perlawanan Dian dan kekhawatiran Ariel
Dian terkejut mendengar hinaan Luna yang begitu menusuk hatinya. Ia tidak menyangka Luna akan berkata sekasar itu padanya.
"Jaga bicaramu!" sergah Dian dengan nada tegas. Ia berusaha untuk tidak terpancing emosi, meskipun hatinya terasa sakit. "Kita nggak saling kenal, jadi jangan menuduhku yang bukan-bukan. Lagipula, aku dan Ariel hanya sebatas rekan bisnis. Tidak lebih."
Luna tertawa meremehkan. "Rekan bisnis? Alaaah, basi! Aku tahu betul bagaimana tatapan mata seorang wanita yang sedang jatuh cinta. Dan aku melihat tatapan itu di matamu saat kamu melihat suamiku."
Luna semakin mendekat ke arah Dian, membuat Dian merasa terpojok. "Aku peringatkan sekali lagi. Jauhi suamiku, atau kamu akan berurusan denganku!"
Luna mendorong bahu Dian dengan kasar seolah ia pemegang kendali atas diri Ariel dan ia lah pemenangnya. Luna lantas berbalik dan pergi meninggalkan ruangan Dian dengan wajah merah padam penuh amarah.
Dian terdiam membisu. Ia masih terkejut dengan perkataan dan perlakuan Luna yang menurutnya sangat menginjak-injak harga dirinya.
Ia merasa marah dan terhina, ia pun berpikir untuk melakukan perlawanan dan tidak akan membiarkan Luna merendahkannya begitu saja.
Dengan cepat, Dian bangkit dari kursinya dan mengejar Luna yang sudah hampir mencapai pintu keluar.
"Tunggu!" teriak Dian dengan suara lantang.
Luna berhenti dan berbalik menghadap Dian dengan tatapan sinis. "Kenapa? Mau apa, kamu?"
Dian mendekat ke arah Luna dan menatapnya dengan berani. "Aku tidak tahu apa masalahmu denganku. Tapi perlu aku tegaskan sekali lagi, aku tidak pernah berniat untuk merebut suamimu. Aku dan Ariel hanya sebatas rekan bisnis!"
Dian mengangkat dagunya dan menatap Luna dengan tatapan menantang. "Dan satu lagi, jangan pernah menghinaku lagi, karena aku tidak akan tinggal diam jika kamu masih berani melakukannya!"
Luna tertawa meremehkan. "Oh, ya? Lalu apa yang akan kamu lakukan?"
Dian mendekat ke arah Luna dan berbisik dengan nada mengancam, "Aku bisa melakukan apa saja untuk membalas perbuatanmu! Jangan kamu kira aku takut sama kamu!"
Dian menatap Luna dengan tatapan tajam sebelum akhirnya berbalik dan kembali ke dalam ruangannya. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak takut pada Luna dan memberi celah untuk mengintimidasinya.
Luna tertegun dengan keberanian Dian yang tiba-tiba. Ia tidak menyangka Dian akan memberikan perlawanan.
"Si*lan! Dasar jendes nggak tahu diri!" Luna menghentakkan kakinya. Amarahnya semakin membara.
Dengan langkah tergesa-gesa, Luna meninggalkan ruko D'Style. Ia merasa harga dirinya terluka. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan membalas perbuatan Dian dan membuat hidupnya menderita.
Tepat setelah Luna masuk ke dalam mobilnya dan melaju pergi meninggalkan area depan ruko, Ariel menghentikan mobilnya di depan ruko D'Style. Beberapa saat yang lalu dia keluar, guna membelikan makan siang untuk karyawan D'Style.
"Itu tadi kayak mobil Luna," gumam Ariel, dahinya mengernyit tajam. "Ngapain dia kemari? Jangan-jangan...? Oh, tidak...!"
Jantung Ariel mulai berdebar kencang. Instingnya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk mungkin telah terjadi. Ia takut Luna melakukan hal yang tidak menyenangkan pada Dian.
Tanpa pikir panjang, Ariel segera keluar dari mobilnya. Ia bergegas masuk ke dalam ruko dan langsung menuju ruangan Dian.
Ariel membuka pintu dengan tergesa-gesa. Ia melihat Dian duduk di kursi kerjanya sambil tertunduk dan memegangi kepalanya.
"Dian, apa yang terjadi? Kamu nggak apa-apa? Aku melihat mobil Luna pergi, dia nggak berbuat nekad, kan?" cecar Ariel dengan nada khawatir. Dia mendekati Dian dan memeriksa apakah ada luka atau memar di tubuhnya.
Dian mengangkat kepalanya, ia tertegun melihat Ariel yang begitu mengkhawatirkannya. Lalu ia menggeleng pelan dan tersenyum tipis. "Aku nggak pa-pa, kamu jangan khawatir. Aku bisa menjaga diriku sendiri," jawabnya sedikit datar.
"Di, bagaimana aku tidak khawatir. Aku tahu Luna itu seperti apa. Ia pasti telah melakukan sesuatu sama kamu, kan? Atau mungkin ada kata-katanya yang menyakiti perasaanmu." Ariel meraih kedua tangan Dian dan menggenggamnya erat. "Katakan, Di. Apa yang Luna katakan padamu?"
Dian menatap mata Ariel yang penuh kekhawatiran. Ia bisa melihat ketulusan di mata itu. Namun, ia ragu apakah harus menceritakan semuanya pada Ariel. Ia takut jika menceritakan yang sebenarnya, Ariel akan marah pada Luna dan keadaan akan semakin memburuk.
"Tidak ada apa-apa, Ariel. Sungguh," jawab Dian seolah meyakinkan, meskipun hatinya bergejolak. "Luna hanya... hanya mengingatkanku untuk tidak terlalu dekat denganmu. Itu saja."
Ariel mengernyitkan dahi. Dia tidak percaya begitu saja dengan perkataan Dian. Dia merasa Luna pasti mengatakan sesuatu yang lebih dari itu.
"Dian, jangan berbohong padaku. Aku tahu Luna pasti mengatakan sesuatu yang lebih buruk padamu. Aku bisa melihatnya dari matamu." Ariel menatap mata Dian dengan intens. "Katakan padaku, Di. Aku berhak tahu."
Dian terdiam sejenak. Ia bimbang antara kejujuran dan merahasiakan. Akhirnya, ia memutuskan untuk menceritakan sebagian dari apa yang terjadi.
"Luna...ia mengatakan bahwa aku adalah seorang janda ga*al yang berusaha merebut suaminya," ucap Dian dengan suara lirih. Matanya berkaca-kaca mengingat tuduhan yang Luna layangkan padanya.
Ariel terkejut mendengar perkataan Dian. Dia tidak menyangka Luna bisa berkata sekasar itu pada Dian.
"Ya Tuhan, Luna..." desis Ariel kecewa. Dia melepaskan genggaman tangannya dari Dian dan berjalan menjauh. Dia merasa bersalah karena telah membuat Dian terseret dalam masalahnya dengan Luna.
"Aku minta maaf, Di. Atas nama Luna aku benar-benar minta maaf," ucap Ariel dengan nada menyesal. "Aku tidak tahu Luna bisa bertindak sejauh ini."
Ariel menatap Dian dengan tatapan penuh penyesalan. "Aku akan bicara padanya. Aku akan memintanya untuk tidak mengganggumu lagi."
"Riel, please! Jangan memperkeruh keadaan. Aku nggak mau masalah ini jadi besar. Cukup sampai di sini saja," pinta Dian.
Akan tetapi, Ariel tetap berlalu pergi tanpa menggubris perkataan Dian. Dia masuk ke dalam mobilnya, lalu meninggalkan ruko D'Style, di mana Dian menatapnya dengan perasaan khawatir. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi ikut campur. Ia merasa itu bukan ranahnya. "Semoga dia bisa menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin," gumam Dian.
*
Sambil mengemudikan mobilnya, Ariel menelpon Luna dan menanyakan keberadaannya. Lalu meminta untuk bertemu di tempat favorit mereka.
Sementara itu, Luna tersenyum. Ia merasa menang, karena akhirnya Ariel menghubunginya dan memintanya bertemu. "Dia pasti akan memintaku pulang, dan memberikan berlian itu."
Luna tidak sabar dan segera menuju kedai kopi tempat favoritnya bersama ariel.
Sesampainya di sana ternyata Ariel telah menunggunya. Ia pun segera keluar dari mobil dan menemui suaminya. Namun, setelah berada dekat dengan Ariel, Luna memasang wajah jaim, seolah tidak mengharap kehadiran suaminya tersebut.
"Ada apa kamu ingin bertemu denganku? Apa kamu sudah bisa membelikan berlian itu dan sekarang akan memberikannya padaku?" tanya Luna.
"Lupakan soal berlian itu. Aku sudah tak tertarik lagi untuk mendapatkannya," kata Ariel dengan nada sinis.
"Kalau begitu kamu tidak sungguh-sungguh mencintaiku dan menginginkan aku kembali," sahut Luna. "Apa karena..."
"Tidak! Kalau memang kamu mencintaiku dan menerimaku apa adanya, kamu pasti tidak akan mengajukan syarat itu," jawab Ariel cepat.
"Lagipula ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan Dian. Kami hanya sebatas rekan bisnis. Tidak lebih!" sambungnya menekankan.
"Bohong...!" Luna mengambil ponselnya dan menggulir galeri, lalu memperlihatkan beberapa foto Ariel dan Dian dari berbagai sudut.
Namun, tanggapan Ariel justru di luar prediksi Luna. Ia mengira Ariel akan meminta maaf dan memberikan penjelasan padanya, tetapi pria itu malah tertawa melihat foto-foto itu.
"Aku tidak perlu menjelaskan apapun padamu, karena kamu pasti akan menyangkalnya. Jadi, silakan berasumsi sendiri dengan pikiranmu yang sudah dirasuki oleh prasangka burukmu itu!"
"Dan aku ingatkan! Jangan pernah melibatkan Dian dalam masalah kita!" Setelah berkata demikian, Ariel pun pergi tanpa menyentuh kopi yang telah dipesannya.
Luna mengepalkan tangannya, wajahnya mengeras. Ia merasa apa yang Ariel lakukan padanya adalah penghinaan.
"Si*alan! Lihat saja nanti, aku pasti akan membuat hidupmu sengsara!" gumamnya penuh amarah.
.
.
.
Jangan lupa lupa like dan komennya ya, gaes🤗
tapi seru 😂👍