My Secret Wife

Malam hari.

"Kakak lagi apa..?" Dena menghampiri Devan yang duduk melamun di balkon di kamarnya.

Devan melihat Dena dan tersenyum.

"Apa ibu sudah tidur..?"

Dena menganggukkan kepalanya.

"Bagaimana keadaannya sekarang..?"

"Sudah lebih baik.."

"Syukurlah.." Jawab Devan lega.

"Terus bagaimana keadaan kakak sekarang..?" Dena melihat kakaknya.

"Apa kakak tidak akan mengenalkanku dengan gadis itu.."

Devan melihat Dena tajam.

"Ibu pasti sudah menceritakannya padamu.."

"Iya..ibu sudah memberitahuku semuanya, kapan aku bisa bertemu dengan dia..?" Tanya Dena bersemangat.

Devan tersenyum kecil.

"Entahlah.." Jawab Devan pelan.

"Kakak pasti sangat mencintai wanita itu..?"

Devan kembali melihat adiknya dan mengangguk.

"Kamu benar, kakak sangat mencintainya.."

"Aku ingin sekali bertemu dengannya, dia pasti wanita istimewa, karena telah berhasil membuat kakakku menyukainya..."

Devan mengangguk sambil tersenyum.

"Ini kali pertama kakak jatuh cinta..?"

Devan terdiam.

"Kakak harus memperjuangkannya, aku akan selalu mendukung kakak..."

"Terima kasih.." Devan sedikit terharu.

"Dan mengenai ibu, kakak tenang saja, aku akan terus memberinya pengertian, walaupun akan sedikit sulit.."

Devan mendesah.

"Kamu benar, semuanya tidak akan mudah..kita tahu persis bagaimana sifat ibu.."

"Dan bapagaimanapun juga, Kakak sangat menyayanginya, terlebih cuma ibu sekarang orang tua kita satunya, dan ayah sudah meminta kakak untuk menjaga kalian berdua.."

Dena menundukkan kepalanya.

"Tapi itu bukan berarti kakak akan mengorbankan kebahagiaan kakak sendiri.."

"Ibu tidak bisa memaksa kakak untuk menikahi kak Angel karena kakak tidak mencintainya.." Ucap Dena lagi.

"Tapi bagaimana kalau ibu bersikeras..?" Devan melihat Dena.

"Perjodohan ini sudah direncanakan semenjak kakak dan Angel masih kecil, memutuskannya tidak akan semudah itu.." Ucap Devan lagi dengan putus asa.

Keduanya terdiam sejenak.

"Yang pertama harus kita lakukan adalah, membuat ibu mengerti saja dulu, aku akan membantu kakak.."

"Sebaiknya kamu tidak usah pikirkan masalah ini, kembali saja ke London dan lanjutkan studi kamu disana.."

"Tapi kak..aku ingin pindah kuliah saja, aku ingin melanjutkannya disini.."

Devan tersentak kaget.

"Kenapa..? jangan bilang karena masalah kakak ini..?"

"Tidak kak..aku hanya ingin bersama kalian terus, terutama ibu, aku tidak bisa meninggalkannya apalagi sekarang dengan kesehatannya seperti itu.."

"Baiklah terserah kamu saja..kakak akan suruh asisten kakak untuk membantu mengurus perpindahan kuliah kamu.."

Dena mengangguk.

***

Beberapa hari kemudian.

Asha memasuki ruangan Devan.

Berjalan perlahan menghampiri meja dan menyerahkan sebuah map kepada suaminya.

Devan kaget melihat wajah Asha yang sendu.

"Kenapa..? sepertinya kamu sedih sekali.."

Asha berusaha tersenyum.

"Iya..hari ini hari terakhir Mbak Diah bekerja karena akan cuti melahirkan, tadi makan siang dia berpamitan.."

"Aku sedih karena Mbak Diah orang yang sangat baik kepadaku, dia sudah banyak membantuku.."

Devan berdiri dari duduknya, berjalan perlahan menghampiri Asha.

"Kenapa bersedih, setelah melahirkan dia akan kembali bekerja lagi.." Devan duduk di tepi meja, menarik Asha ke pelukannya.

Devan menatap wajah Asha yang kini sudah dalam pelukannya.

"Aku sebenarnya yang bersedih, besok weekend, dan dua hari kita tidak akan bisa bertemu.."

"Dua hari...aku akan sangat tersiksa karena tidak bisa bertemu denganmu.." Devan yang sedih menyimpan kepalanya di pundak Asha.

Asha tersenyum menepuk pundak suaminya.

"Malam Minggu nanti aku akan pergi ke pesta ulang tahun Ibu Catherine, manajer keuangan.."

Devan mengangkat kepalanya.

"Oh ya..kamu diundang..?" Tanya Devan senang

"Semua orang kantor diundangnya, kamu juga pasti diundang kan..?"

Devan mengangguk.

"Kita bisa bertemu disana.."

"Kamu kesana sama siapa..?"

"Della dan Riri.."

"Nando..?"

"Iya..kudengar dia juga akan datang.."

"Baiklah..mari kita bertemu disana.." Devan tersenyum senang.

Tok..tok..

Suara pintu diketuk.

Keduanya kaget.

Asha langsung melepaskan diri dari pelukan suaminya, begitu juga dengan Devan yang langsung menghampiri kursinya dan langsung duduk.

Pintu terbuka.

"Maaf mengganggu.." Ucap Nando dengan senyum lebarnya, sambil memasuki ruangan.

Devan berpura pura sibuk menandatangani map yang tadi dibawa Asha.

***

"Jadi kamu tidak punya gaun pesta..?" Tanya Riri seolah gak percaya.

Asha menggelengkan kepalanya.

"Jadi untuk pesta nanti kamu mau pakai baju apa..?" Tanya Della.

Asha menggeleng polos.

Della dan Riri menepuk kening.

Hari Sabtu siang.

"Jadi tunanganmu tidak akan menemani kamu ke pesta nanti malam..?" Tanya Della kaget.

Asha menggelengkan kepalanya.

"Dia ada pekerjaan penting.." Jawab Asha berbohong.

Della dan Riri saling berpandangan.

"Asha..kamu bukan simpanan suami orang kan..?"

Asha menggeleng cepat.

"Aneh sekali, setiap hari kalian bekerja, dan libur pun kalian tidak bisa bertemu.." Riri melihat Asha heran.

"Dan aku tidak pernah melihat kamu mendapatkan telepon darinya, atau kamu yang meneleponnya.."

"Iya..aku merasa ada sesuatu yang aneh sama hubungan kalian.." begitu juga dengan Della.

Asha hanya tersenyum kecut.

"Aku saja yang menjalani hubungan ini merasa aneh..apalagi kalian.." Gumam Asha dalam hati.

"Sudah jangan pikirkan itu lagi.. sekarang waktunya kita bersenang-senang.." Teriak Della setelah mereka sampai di sebuah Mall besar.

Hari ini ketiganya akan membeli sebuah gaun pesta untuk Asha nanti malam, Della dan Riri akan memilihkan gaun yang cocok untuk Asha sehingga mereka ingin membuat Asha tampil semakin cantik malam ini.

"Berapa..15 juta..?" Asha kaget melihat harga gaun yang dipilihkan oleh kedua temannya.

"Jangan kaget seperti itu..kamu kelihatan norak.." Bisik Della mencubit Asha sambil tersenyum ke pelayan toko.

"Tapi ini mahal sekali.." Jawab Asha pelan.

"Tunanganmu orang kaya..dan kamu bilang dia memberikanmu sebuah kartu.."

"Memang iya, tapi aku tidak pernah memakainya.."

"Dasar bodoh..makanya kamu harus banyak belajar dari kami.."

"Mana kartunya.."

Asha membuka tasnya dan mengambil sebuah kartu kemudian memberikannya kepada Della.

"Dia memberikanmu pin kan..?"

Asha mengangguk.

"Ayo..kita cek seberapa cinta tunanganmu padamu.."

Mereka pergi ke sebuah ATM Center.

Asha terlihat ragu ragu memasukkan kartu itu, namun karena desakan dua sahabatnya, Asha akhirnya berani memeriksa saldo di kartu yang diberikan Devan untuknya.

Mereka bertiga hampir pingsan melihat banyaknya angka yang berjejer.

"Se..se.. puluh...milyar..?" Della melihat Asha dan Riri bergantian.