Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 HARUSKAH AKU JUJUR
Kevin memandangi Lucinda di hadapannya dengan sorot mata serius, dia mencerna setiap kata yang di ucapkan oleh Lucinda lebih detail lagi.
"Kapan Juwita akan datang ?"
"Mungkin sekitar setengah jam lagi, usai dia menyelesaikan pekerjaannya di laboratorium..."
"Mari kita tunggu saja dia sampai temanmu datang !"
"Aku akan membuatkanmu makanan khusus, sementara makanlah dulu camilan kue kering ini buat mengganjal perutmu yang kosong..."
Kata Lucinda menyarankan pada Kevin agar dia makan camilan yang tersedia di meja dekat tempat tidur.
"Dan ingat, jangan pernah sentuh air minuman di kamar ini !"
"Kenapa ?"
''Kita tidak pernah tahu kandungan apa yang telah tercampur pada semua minuman di sini kecuali aku yang memberikannya, jangan sekali-kali menerima minuman dari siapapun juga, kau mengerti Kevin !"
Peringatkan Kevin yang duduk di sofa kamar.
Kevin tak menjawab ataupun bereaksi sama sekali dengan kata-kata Lucinda de Vries.
Hanya menatap tajam pada Lucinda seraya tersenyum simpul.
"Tapi aku juga tidak mempercayaimu seratus persen karena semua orang pasti punya maksud dibalik kebaikan mereka, Lucinda..."
"Apa ? Kau tidak mempercayaiku ?"
Lucinda tertegun diam dengan mata terbelalak lebar.
"Yah, begitulah..."
"Astaga... ?!"
Sahut Lucinda sambil memalingkan muka ke arah lain.
"Kenapa memangnya, kau keberatan karena pendapatku ini ?"
Ucap Kevin sembari menaikkan kedua alisnya ke atas saat dia menatap ke arah Lucinda.
"Eh, tidak, ada benarnya juga yang kau katakan itu, Kevin, bahwa kita tak seharusnya seratus persen percaya pada siapapun..."
"Dan..."
"Dan kita juga harus selalu waspada pada situasi apapun di sekitar kita, tak mudah terkecoh ataupun mengikuti setiap kemauan orang lain yang baru kita kenal."
"Bagus, kalau kau bisa mengerti ucapanku ini, Lucinda..."
"Lalu ?"
Giliran Lucinda bertanya sembari melipat kedua tangannya ke depan dada.
"Lalu apa ?"
"Yah, apa keputusanmu sekarang tentang kita, maksudku mengenai kelanjutan hubungan kita ke depannya..."
Kevin terdiam namun tatapannya sangat serius saat dia memandang ke arah Lucinda.
Sejenak dia memalingkan muka sembari menelan salivanya seperti berpikir serius dengan ucapan Lucinda akan hubungan mereka ke depannya.
"Kau juga benar, tidak selamanya kita terus seperti ini padahal kita telah menikah..."
Lanjut Kevin seraya mendekati Lucinda yang ada di dekat pintu kamar.
Tiba-tiba Kevin menahan tangannya ke arah pintu kamar sembari menatap tajam ke dalam kedua mata Lucinda.
Pandangan mereka berdua saling menatap lekat bahkan terlalu dekat.
"Katakan padaku, apa keinginanmu sekarang, Lucinda !"
"Aku..."
"Ya, kau, terus teranglah padaku agar aku mengerti dengan maumu sebab aku tidak ingin berselisih denganmu, Lucinda..."
"Keinginanku, apa keinginanku bahkan aku sendiri tidak memahaminya yang kuinginkan ???"
"Yah, baiklah..., akan kujelaskan padamu satu demi persatu..."
"Baiklah, aku akan mendengarkannya, mungkin saja aku bisa paham dengan maksud ucapanmu itu..."
"Aku akan menjelaskan dari awal, mulai kau menerima pernikahan ini, dibawa ke rumah ini lalu tahu keadaanku seperti ini, satu pertanyaan yang ada di benakku sekarang, Lucinda..."
"Ya, apakah itu kalau aku boleh tahu ?"
"Satu pertanyaan yang mengganjalku, Lucinda adalah kenapa kau tidak kabur dariku saat kau tahu kondisiku buruk bahkan mungkin tak terselamatkan..."
"Karena aku punya hati nurani seandainya aku tidak memilikinya, mungkin saja aku telah meninggalkanmu selagi aku punya kesempatan itu, Kevin."
Kevin tertegun namun tatapannya tak mampu berbohong kalau dia mulai menyimpan rasa kekaguman pada diri Lucinda.
"Benarkah itu, terus terang aku tidak mudah tertipu dengan kata-kata manis, Lucinda."
"Yah, aku paham itu, kau selalu sinis bahkan pesimis terhadap lingkungan sekitarmu dan aku mengerti akan hal itu, Kevin."
Masih berdiri di dekat pintu kamar dengan Kevin menatap lekat-lekat dirinya.
Keduanya saling berpandangan serius satu sama lainnya, Lucinda menjawab semua keraguan Kevin terhadap dirinya.
"Dan satu hal yang kau perlu ketahui walaupun kau sekarat saat aku pertama kali melihatmu, aku tetap bersamamu, kenapa ?"
Ucap Lucinda dengan ujung bibir agak naik ke atas kemudian berkata kembali.
"Karena aku ingin mengenalmu lebih akrab lagi, dengan menaruh semua keyakinanku akan kesembuhanmu bahwa aku bisa membuatmu bangun kembali, Kevin."
Kali ini Lucinda mampu membalas tatapan Kevin dengan sorot mata tajam seperti Kevin kepadanya.
Kevin terdiam tanpa mampu menjawab ucapan Lucinda padanya.
"Yah, baiklah, sekarang kau tahu mengapa aku tidak meninggalkanmu selagi aku berkesempatan untuk itu, dan biarkan aku pergi sekarang, Kevin..."
Lucinda menyentuh dada Kevin untuk mendorongnya namun Kevin segera menangkapnya.
"Kau akan pergi kemana, Lucinda ?"
"Memasak, bukannya kau harus makan setelah perutmu lama tidak terisi makanan, Kevin..."
"Yah, kau benar, aku memang sudah sangat lapar sedari tadi, Lucinda..."
"Kalau begitu biarkan sekarang aku pergi untuk memasak jika kau terus menahanku disini, bagaimana aku bisa pergi."
Kata Lucinda sembari melangkahkan kakinya hendak pergi.
"Lucinda, jujurlah padaku satu hal saja !"
"Ya, apa itu, Kevin ?"
"Bahwa kau melakukan ini semua karena kau jatuh cinta padaku, iyakan, Lucinda...''
Seketika suasana berubah hening diantara mereka berdua.
Tatapan keduanya saling bertautan lekat satu sama lainnya, Lucinda terdiam sejenak tak lama kemudian dia tertawa.
"Hahahahaha... !"
Kevin mundur menjauh, tatapannya tertuju lurus pada Lucinda tapi dia sangat kesal dengan sikap Lucinda yang tak di mengerti olehnya.
"Kenapa kau tertawa, Lucinda ?"
"Hahahaha..."
"Ayolah, Lucinda ini sikap yang tak pantas kau tunjukkan pada suamimu !"
"Kau sangat lucu, Kevin !"
"Apa, lucu ? Kau kira aku ini seorang badut sehingga mampu membuatmu tertawa, Lucinda ?"
"Hahahahaha..., yah, yah... !"
"Ya, ampun, kau benar-benar menjengkelkan sekali, dan aku kesal karenamu, Lucinda !"
"Maaf... "
Sahut Lucinda seraya menyeka sudut matanya yang berair lantaran kebanyakan tertawa.
"Maaf, Kevin..., aku benar-benar minta maaf padamu, dan biarkan aku pergi sekarang untuk menyiapkanmu makanan..."
"Krieeet... !"
Lucinda mendorong pintu kamar lalu pergi menghilang di balik pintu sedangkan dia meninggalkan Kevin sendirian di kamarnya yang mewah ini.
Sontak Kevin di buatnya linglung, roman wajahnya berubah kebingungan karena sikap Lucinda yang di anggapnya sangat keterlaluan.
"Sial !"
Umpatnya kesal seraya mengepalkan kedua tangannya.
Kevin mengalihkan pandangannya kepada Sugeng yang masih bersandar di lantai kamarnya seolah-olah Sugeng menjadi saksi bisu diantara pembicaraan dirinya dan Lucinda beberapa menit yang lalu.
Bahkan Kevin hampir melupakan bahwa ada Sugeng di kamar ini.
Mendadak saja tubuh Kevin lemas, dan penglihatan matanya berubah kabur sepertinya dia mulai kehilangan kendali atas tubuhnya.
Sedetik kemudian, tubuh Kevin kembali ambruk dan dia terbaring lemah di lantai kamarnya sama seperti Sugeng.
"Bruk... !"
Dan pandangan matanya mulai berangsur-angsur berubah gelap gulita, sehingga dia terpaksa memejamkan matanya untuk menenangkan dirinya.
"Sial... !"
Gumam Kevin saat kedua matanya terpejam rapat-rapat.
"Kenapa denganku sekarang, mendadak saja tubuhku lemas tak berdaya bahkan kepalaku mulai terasa berat ???"
Keluh Kevin saat dirinya berbaring di lantai kamarnya sedangkan dia tidak mampu sedikitpun menggerakkan tubuhnya.
"Entah apa yang terjadi pada diriku saat ini, mungkinkah racun itu bekerja lagi ???"
Tubuh Kevin menggigil kuat, darahnya membeku bahkan tenggorokannya terasa kering sehingga dia kehausan.
Kedua tangannya tak mampu dia gerakkan sama sekali, dan jari jemarinya sulit sekali buat dia pindahkan, sedangkan wajahnya berubah memerah pekat.
Kevin Jansen berusaha bertahan dari serangan racun yang bekerja aktif dalam tubuhnya, dan membuat dirinya menjadi sangat kaku seperti onggokkan kayu kering, hal yang bisa dia lakukan saat ini, cuma berdiam diri dengan kedua mata terpejam rapat-rapat sedangkan bibirnya berguman pelan.
"Lucinda... !"