NovelToon NovelToon
Koki Cantik Penyelamat Kaisar

Koki Cantik Penyelamat Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Time Travel / Cinta Seiring Waktu / Masuk ke dalam novel / Mengubah Takdir / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Han Qiu, seorang penggemar berat street food, tewas akibat keracunan dan bertransmigrasi ke dalam tubuh Xiao Lu, pelayan dapur di era Dinasti Song. Ia terkejut mendapati Dapur Kekaisaran dikuasai oleh Chef Gao yang tiran, yang memaksakan filosofi 'kemurnian'—makanan hambar dan steril yang membuat Kaisar muda menderita anoreksia. Bertekad bertahan hidup dan memicu perubahan, Han Qiu diam-diam memasak hidangan jalanan seperti nasi goreng dan sate. Ia membentuk aliansi dengan Kasim Li dan koki tua Zhang, memulai revolusi rasa dari bawah tanah. Konfliknya dengan Chef Gao memuncak dalam tuduhan keracunan dan duel kuliner akbar, di mana Han Qiu tidak hanya memenangkan hati Kaisar tetapi juga mengungkap kejahatan Gao. Setelah berhasil merestorasi cita rasa di istana, ia kembali ke dunia modern dengan misi baru: memperjuangkan street food yang lezat sekaligus higienis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembali Dengan Bumbu Kekuatan

Bungkusan berisi satu kati kacang tanah kualitas terbaik untuk Chef Gao.

"Jangan macam-macam ini pesanan Chef Gao"

Pisau daging berkarat itu berhenti bergerak.

"Untuk Chef Gao?" ulang si pria bermata satu, nadanya berubah dari ancaman menjadi rasa ingin tahu yang berbahaya.

"Seorang pelayan rendahan membeli bahan untuk Kepala Koki Kekaisaran... di pasar gelap?"

Sial, batin Han Qiu, otaknya berputar lebih cepat dari batu giling. Ia baru saja mengganti satu jebakan dengan jebakan lain yang lebih besar.

Li, di sampingnya, mengeluarkan suara tercekat yang aneh, seperti seekor ayam yang mencoba menelan batu.

"Bukan urusanmu," balas Han Qiu, suaranya ia paksa terdengar dingin dan angkuh, meniru nada bicara Gao sendiri.

"Ini adalah tugas rahasia. Perintah langsung. Beliau sedang menguji resep kuno. Resep yang membutuhkan bahan... otentik."

Ia meludahkan kata 'otentik' seolah itu adalah sesuatu yang kotor, sesuatu yang hanya bisa ditemukan di tempat menjijikkan seperti ini.

Para pedagang di sekeliling mereka saling pandang. Logika Han Qiu, meskipun dibuat-buat, memiliki cincin kebenaran yang aneh. Siapa lagi yang berani meminta bahan dengan standar setinggi itu selain sang tiran dapur sendiri? Dan sifat Gao yang eksentrik dan kejam sudah menjadi legenda bahkan di luar tembok istana.

Wanita gemuk yang tadi menipu mereka mendengus.

"Bohong. Kalian hanya anak-anak istana yang mencoba pamer."

"Kalau begitu, silakan ambil," tantang Han Qiu, menyodorkan kantong kacang itu sedikit ke depan.

"Ambil. Dan besok pagi, ketika Chef Gao tidak menerima pesanannya, jelaskan padanya bagaimana kalian mengganggu tugas kekaisaran. Aku yakin pisaumu itu akan terlihat bagus menancap di gerbang kota sebagai peringatan bagi pedagang lain."

Keheningan.

Suara srekk... srekk... pisau itu telah berhenti.

"Pergi," geramnya akhirnya, menurunkan pisaunya.

"Pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran."

Han Qiu tidak menunggu perintah kedua.

Ia menarik lengan Li yang masih membeku dan menariknya menjauh dari kerumunan itu. Mereka tidak berjalan. Mereka berlari.

Setengah berlari, setengah tersandung di jalanan berlumpur yang gelap, napas mereka memburu, dan suara langkah kaki mereka sendiri terdengar seperti genderang perang di telinga mereka.

"Kau... kau gila," desis Li di antara napasnya yang terengah-engah.

"Kau benar-benar gila! Kau menggunakan namanya? Kau mengancam mereka dengan namanya?"

"Berhasil, kan?" balas Han Qiu singkat, matanya waspada memindai setiap gang gelap yang mereka lewati.

Mereka kembali ke labirin jalanan yang sunyi, menjauhi secercah cahaya dari pasar terkutuk itu. Setiap bayangan tampak seperti ancaman. Setiap suara daun yang tertiup angin terdengar seperti langkah kaki pengejar.

Ketakutan.

Paranoia.

Adrenalin.

Ritme tiga langkah neraka yang memompa darah mereka.

Tiba-tiba, dari ujung jalan di depan, terdengar suara langkah kaki yang teratur dan denting logam.

Patroli.

"Sini!" bisik Han Qiu panik, menarik Li ke balik tumpukan tong-tong kayu kosong yang berbau cuka busuk.

Mereka meringkuk dalam kegelapan, menahan napas hingga paru-paru mereka terasa seperti akan meledak. Dua orang penjaga berjalan melewati persembunyian mereka, obor mereka melemparkan bayangan-bayangan menari yang mengerikan ke dinding. Han Qiu bisa mencium bau minyak dari obor itu, bau yang begitu dekat hingga terasa membakar bulu hidungnya.

Satu detik.

Lima detik.

Satu kehidupan.

Langkah kaki itu menjauh dan akhirnya lenyap ditelan malam.

Li mulai gemetar hebat.

"Aku tidak bisa. Aku benar-benar tidak bisa. Jantungku... aku rasa jantungku mau berhenti."

"Kalau berhenti sekarang, aku akan meninggalkannya di sini untuk dimakan tikus," ancam Han Qiu, meskipun suaranya sendiri bergetar.

Ia mengintip keluar.

"Aman. Ayo."

Perjalanan kembali ke pintu servis rahasia terasa seratus kali lebih lama. Ketika mereka akhirnya tiba di dinding istana yang familier, rasanya seperti menemukan sebuah oase setelah berjalan di gurun selama setahun. Pintu kayu yang lapuk itu tampak seperti gerbang surga.

Dengan hati-hati, mereka menyelinap masuk, memasang kembali palang besi yang berkarat dengan suara erangan pelan, dan menutup pintu menuju dunia luar yang brutal itu.

Mereka berhasil.

Mereka kembali.

Hidup.

Ketika pintu kamar sempit mereka akhirnya tertutup di belakang mereka, Li langsung merosot ke lantai, tubuhnya gemetar tak terkendali, napasnya tersengal-sengal dalam isak tangis yang tertahan. Han Qiu bersandar di pintu, memejamkan matanya sejenak, membiarkan kelegaan yang luar biasa membasuh dirinya.

Lalu ia membuka matanya.

Dan mencium baunya.

Bau pasar itu menempel pada mereka. Bau tanah basah, bau busuk, bau keringat, dan bau keputusasaan. Dan di atas semua itu, bau dari harta karun mereka.

Han Qiu meletakkan bungkusan-bungkusan itu di atas meja kayu kecil. Satu bungkusan kacang untuk Gao, yang ia letakkan terpisah seolah benda itu terkutuk. Lalu bungkusan bahan-bahan mereka: kacang yang lebih murah, cabai kering, ketumbar, dan beberapa siung bawang putih 'bonus' dari si pencuri.

Ia membuka bungkusan kacang mereka.

Li mengangkat kepalanya, matanya merah dan bengkak. Saat melihat isi bungkusan itu, wajahnya berubah dari pucat menjadi hijau.

"Itu..." bisiknya ngeri.

"Itu bukan makanan. Itu tanah. Ada tanahnya, Xiao Lu! Dan... apa itu? Kotoran serangga?"

Han Qiu menatap kacang-kacang itu. Memang benar. Kacang-kacang itu dilapisi debu dan tanah kering. Beberapa bahkan memiliki lubang-lubang kecil yang mencurigakan.

"Kita tidak bisa menggunakan ini," kata Li, suaranya naik menjadi jeritan panik yang tertahan.

"Kita akan membunuh Kaisar! Kita akan membunuhnya dengan penyakit! Ini lebih buruk dari makanan Gao!"

"Tenang," kata Han Qiu. Suaranya terdengar aneh, bahkan bagi dirinya sendiri.

Tenang dan fokus. Seolah bagian dari otaknya yang modern dan ilmiah telah mengambil alih sepenuhnya.

"Kita tidak akan menyajikannya seperti ini, bodoh," lanjutnya sambil berjalan ke kendi air kecil di sudut ruangan.

"Kita akan membersihkannya."

"Dibersihkan? Dicuci?" cibir Li.

"Kau pikir mencucinya dengan air bisa menghilangkan kutukan dari pasar itu? Bakteri, Xiao Lu! Penyakit! Kau sendiri yang hampir mati karenanya!"

"Tepat," kata Han Qiu, menuangkan air ke dalam baskom logam kecil.

"Dan karena itu, aku tahu cara membunuhnya."

Ia menumpahkan kacang-kacang kotor itu ke dalam baskom. Air yang jernih langsung berubah menjadi cokelat keruh.

"Langkah pertama: pencucian. Kita buang semua kotoran fisik yang terlihat."

Ia mengaduk-aduk kacang itu dengan tangannya, menggosoknya satu sama lain hingga buku-buku jarinya memerah. Li menatapnya dengan jijik.

Setelah tiga kali mengganti air hingga akhirnya cukup jernih, Han Qiu menyaring kacang-kacang itu.

"Lihat," katanya.

"Sudah lebih baik."

"Masih terlihat seperti sesuatu yang kau temukan di selokan," balas Li getir.

"Sekarang, bagian ajaibnya," kata Han Qiu, matanya berkilat dengan semangat seorang ilmuwan gila. Ia mengambil anglo kecil tempat mereka biasa memanaskan air teh.

"Kau benar, Li. Mencuci saja tidak cukup. Masih ada jutaan makhluk kecil tak terlihat yang hidup di atasnya. Monster-monster yang bisa membuat perutmu bergejolak."

"Lalu kenapa kau tersenyum?!"

"Karena monster-monster itu lemah terhadap satu hal."

Han Qiu dengan hati-hati meletakkan segenggam kacang basah ke dalam wajan kecil di atas anglo yang apinya baru ia nyalakan.

"Panas."

Ia mulai menyangrai kacang-kacang itu, mengaduknya terus-menerus.

Pssst... Pssst...

Suara air yang menguap memenuhi keheningan kamar.

"Suhu tinggi," jelas Han Qiu, lebih pada dirinya sendiri daripada pada Li.

"Api akan membakar mereka. Merebus mereka hidup-hidup dari dalam. Tidak akan ada yang tersisa. Salmonella, E. coli... semua akan menjadi abu. Ini bukan sihir, Li. Ini ilmu pengetahuan."

Li menatap proses itu dengan mata terbelalak. Perlahan, aroma tanah basah mulai digantikan oleh sesuatu yang lain. Sesuatu yang hangat. Gurih. Harum. Aroma kacang yang disangrai.

Warna kacang berubah dari pucat menjadi keemasan, lalu menjadi cokelat yang indah. Kulit arinya yang tipis mulai retak dan terkelupas. Bau di dalam kamar mereka berubah dari bau neraka menjadi bau surga kecil yang tersembunyi.

Han Qiu mengambil satu butir kacang yang sudah matang, meniupnya agar dingin, lalu mengupas kulit arinya dengan mudah. Ia mengangkat biji kacang yang bersih, berkilau, dan sempurna di bawah cahaya lilin.

"Lihat," bisiknya penuh kemenangan.

"Dari tanah, menjadi emas. Bersih. Aman. Dan penuh dengan kekuatan rasa."

Ia menyerahkan kacang itu pada Li. Dengan ragu, kasim muda itu menerimanya. Ia memeriksanya dari setiap sudut, seolah mencari sisa-sisa kotoran. Tapi tidak ada. Yang ada hanyalah aroma yang luar biasa menggoda. Ia memasukkannya ke dalam mulut.

KRAK.

Matanya melebar.

Rasa gurih yang pekat meledak di lidahnya. Manis alami yang tersembunyi kini keluar berkat panas api. Ini bukan lagi bahan dari pasar kotor. Ini adalah makanan.

Makanan yang jujur dan lezat.

"Ini..." Li tergagap.

"Ini... enak."

Han Qiu tersenyum, senyum tulus pertama sejak mereka meninggalkan istana. Kelelahan, ketakutan, dan rasa mualnya seolah terangkat oleh aroma kemenangan itu. Mereka telah membawa pulang senjata mereka, dan kini senjata itu telah dimurnikan.

Ia mengambil segenggam kacang lagi untuk disangrai, merasa sebuah energi baru mengalir dalam dirinya.

"Sekarang," bisiknya, lebih bersemangat dari sebelumnya.

"Kita bisa membuat makanan yang benar-benar bisa membangunkan seorang naga."

Tepat saat kata-kata itu keluar dari mulutnya.

TOK. TOK. TOK.

Tiga ketukan.

Keras, tajam, dan tanpa keraguan.

Di pintu kamar mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!