NovelToon NovelToon
BETWEEN TWO ROOF

BETWEEN TWO ROOF

Status: tamat
Genre:Selingkuh / Pelakor / Pelakor jahat / Tukar Pasangan / Tamat
Popularitas:991
Nilai: 5
Nama Author: gilangboalang

Arnests (32) dan Vanesa (29) adalah pasangan muda yang tinggal di sebuah klaster perumahan di Jakarta Selatan. Mereka dikenal sebagai pasangan yang solid dan adem ayem. Arnests, seorang manajer proyek dengan karir yang mapan, dan Vanesa, seorang desainer freelance yang ceria, sudah terbiasa dengan rutinitas manis pernikahan mereka: kopi pagi bersama, weekend di mall, dan obrolan santai di sofa. Rumah mereka adalah zona damai, tempat Arnests selalu pulang dengan senyum setelah penatnya macet Jakarta.
​Kedamaian itu mulai bergetar seiring kedatangan si tetangga baru (25), tetangga baru mereka di rumah tepat sebelah. Vika adalah seorang wanita muda yang mandiri, enerjik, dan punya aura santai khas anak Jakarta. Awalnya, Vanesa yang paling cepat akrab. Vika sering mampir untuk meminjam bumbu dapur atau sekadar curhat ringan tentang susahnya mencari tukang di Jakarta. Vanesa melihat Vika sebagai partner ngobrol yang seru.
​Namun, perlahan Vanesa mulai menyadari ada perubahan halus pada sua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan di Halaman Depan

Gelisah di Samping Janji 🛌

​Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Keheningan total meliputi kamar tidur utama Arnests dan Vanesa. Jendela besar menghadap ke halaman klaster, menyisakan kegelapan yang pekat.

​Vanesa sudah terlelap dengan damai, napasnya teratur dan tenang. Posisinya miring ke samping, memeluk bantal guling dengan lembut. Di sisi ranjang yang lebar itu, Arnests tidur di samping istrinya. Namun, bagi Arnests, malam itu adalah siksaan. Dia tidak bisa tidur. Matanya terbuka lebar, menatap langit-langit kamar yang gelap, sementara pikirannya bekerja keras tanpa henti.

​Semua yang terjadi beberapa jam lalu kembali berputar di benaknya: sentuhan bahu yang tak sengaja, kehangatan kopi yang dibawakan Clara, dan yang paling mengganggu, pemandangan yang ia saksikan saat terakhir kali mereka bicara di gerbang. Janji Natal yang ia ucapkan kepada Vanesa sepulang gereja terasa sangat jauh dan samar-samar di tengah gelombang ketertarikan yang baru. Ia merasa terperangkap antara kewajiban yang diwakili oleh Vanesa yang tidur tenang di sebelahnya, dan keinginan yang diwakili oleh tetangga muda di seberang pagar.

​Dia kepikiran terus ke Clara. Ia bertanya-tanya, apakah Clara sudah tidur? Apakah Clara juga memikirkan dirinya?

​Arnests pun turun dari ranjangnya dengan sangat pelan, memastikan ia tidak membangunkan Vanesa. Kakinya menginjak karpet lembut. Dengan gerakan mengendap-endap, ia meninggalkan kamar.

​Bayangan di Malam Hari 🔦

​Arnests menyusuri lorong rumahnya yang dingin. Ia tidak menyalakan lampu, hanya mengandalkan cahaya rembulan tipis yang masuk dari jendela. Ia keluar ke sebuah rumah (ruangan) yang menghadap ke halaman depan. Ia berjalan menuju jendela besar yang berlapis gorden tipis.

​Perlahan, Arnests membuka gorden itu sedikit. Dia menoleh ke arah rumah Clara.

​Dan dugaannya benar.

​Di bawah lampu teras yang agak remang, Clara belum tidur. Ia sedang berdiri di garasinya, terlihat sibuk. Anehnya, dia sedang mencuci motornya—motor yang baru saja diperbaiki Arnests. Tindakan itu dilakukan selarut ini, sebuah rutinitas yang tidak biasa.

​Clara sambil mendengar musik yang tidak terlalu berisik dari headset kecil, tubuhnya bergerak ringan mengikuti irama musik. Dia berpakaian kek tadi—sangat santai, kaus dalam (kaus kutang) dan celana jeans yang sangat pendek—pakaian yang benar-benar tidak pantas untuk mencuci motor di tengah malam, tetapi sangat menggoda.

​Arnests menyaksikan setiap gerakan Clara, mulai dari menyeka sadel hingga membilas body motor. Air membasahi pakaiannya, dan di bawah cahaya malam, singlet putih itu menjadi semi-transparan. Arnests terpaku, melihat adegan yang terasa intim dan privat itu. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari siluet tubuh Clara yang terpantul air dan cahaya.

​Clara tiba-tiba berhenti menyeka motornya. Dia menyadari bahwa ada yang memperhatikannya. Meskipun Arnests tersembunyi di balik gorden dan kaca gelap, Clara tahu ada sepasang mata di rumah di seberangnya. Ia tidak takut, malah sengaja mengambil lap, membungkuk agak lama untuk membersihkan ban motornya. Aksi itu terasa seperti sengaja, sebuah undangan visual yang senyap.

​Ketegangan di dada Arnests memuncak. Ia tahu ia harus segera menghentikan tindakannya ini.

​Interupsi dan Alibi Cepat 🏃

​Dengan detak jantung yang berpacu, Arnests kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia menutup gorden dengan cepat dan berjalan kembali ke kamar.

​Pas sampai di dalam rumah, ia menutup pintu kamar dengan sangat pelan. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum kembali ke ranjang.

​Namun, saat ia berbalik, ia terkejut.

​Di depannya, samar-samar dalam kegelapan kamar, sudah ada istrinya. Vanesa tidak tidur lagi. Ia sudah duduk tegak di ranjang, memegang selimutnya.

​Istrinya bingung dan bertanya: "Mas, kenapa? Aku dengar kamu keluar kamar. Kenapa kamu kembali dengan tergesa-gesa? Ada apa?"

​Arnests harus merangkai alibi secepat kilat. Wajahnya berusaha menunjukkan kepanikan yang logis. "Astaga, Sayang! Kamu bikin Aku kaget," jawab Arnests, suaranya sedikit bergetar karena panik yang nyata dan panik yang dibuat-buat.

​"Tadi... tadi ada sekelebat bayangan hitam di luar jendela, Sayang. Entah kucing besar atau apa. Jadi aku panik melihatnya. Aku mau cek dulu di ruang depan, takutnya ada maling. Ternyata nggak ada apa-apa," jelas Arnests, sambil memegang dada Vanesa. Alasan itu terasa sangat masuk akal, mengingat kekhawatiran umum tentang keamanan klaster.

​Vanesa yang selalu mempercayai suaminya, merasa lega. "Ya Tuhan, kamu jangan bikin kaget dong, Mas. Syukurlah kalau cuma kucing," katanya, sambil memeluk Arnests.

​Suaminya mengajak tidur lagi. "Ayo, Sayang. Sudah malam. Aku peluk ya. Biar kamu nggak takut lagi," kata Arnests, sambil menuntun Vanesa berbaring dan memeluknya erat. Dalam pelukan Vanesa, Arnests memejamkan mata, berusaha keras menepis bayangan Clara di halaman depan. Ia berhasil lolos, tetapi ia tahu, ia baru saja melakukan kebohongan pertama yang sangat serius dalam pernikahan mereka.

​Kesenangan di Balik Pagar 😊

​Sementara itu, di garasi rumah di seberang, Clara sudah selesai mencuci motor. Ia mematikan headset-nya dan menatap ke arah jendela rumah Arnests yang kini kembali gelap.

​Di posisi Clara, ia tersenyum lebar, senyum kegirangan. Ia tahu, tindakan mencuci motornya selarut itu tidak sia-sia. Ia telah berhasil menarik perhatian Arnests. Ia tahu betul Arnests yang sibuk bekerja tidak mungkin tiba-tiba terjaga di tengah malam tanpa alasan.

​Dengan perasaan puas, dia melanjutkan mencuci motor yang sudah hampir selesai. Misi malamnya berhasil. Ia telah menanam benih penasaran dan kegelisahan yang sempurna di benak Arnests.Nafsu Penasaran yang Membakar 🔥

​Pelukan Vanesa terasa hangat dan menenangkan, sebuah benteng nyata dari janji kesetiaan yang mengelilingi Arnests. Ia memejamkan mata, berusaha keras mengusir bayangan Clara yang masih menari-nari di retinanya—sosok wanita muda yang basah di bawah cahaya lampu taman. Upayanya sia-sia. Setiap kali ia mendekati ambang tidur, rasa penasaran itu menyentaknya kembali ke alam sadar.

​Arnests tetap tidak bisa tidur. Gejolak di dalam dirinya bukan lagi hanya rasa bersalah, melainkan rasa penasaran yang sangat menggebu-gebu. Rasa penasaran ingin memastikan, ingin tahu lebih banyak, ingin menjembatani jarak yang tiba-tiba terasa begitu dekat setelah pertemuan di garasi. Jantungnya berdebar pelan namun konstan, mengiringi suara detak jam dinding yang memecah keheningan. Keinginan untuk meraih ponselnya, benda kecil yang kini menjadi koneksi langsung ke Clara, terasa semakin mendesak.

​Ia menunggu. Menunggu waktu yang terasa aman, menunggu sinyal yang jelas dari Vanesa.

​Dengan sangat hati-hati, Arnests memutar kepalanya, memastikan melihat istrinya sudah benar-benar tidur. Napas Vanesa kini terdengar sangat dalam dan teratur, menandakan ia sudah terlelap sepenuhnya ke alam mimpi. Gerakan sekecil apa pun dari ranjang bisa membangunkannya, dan Arnests tidak ingin risiko itu terjadi lagi setelah insiden 'sekelebat bayangan' tadi.

​Setelah yakin, ia melepaskan pelukan Vanesa dengan gerakan yang sangat lambat dan terukur, seolah-olah ia sedang memindahkan beban yang sangat rapuh.

​Mencari Kontak dalam Gelap 🔍

​Dia langsung mengambil HP-nya yang tergeletak di nakas. Layarnya menyala, menerangi wajahnya dengan cahaya biru redup. Jam menunjukkan pukul 01.15 dini hari. Waktu yang gila untuk mengirim pesan, tetapi bagi Arnests, ini adalah waktu yang terasa paling aman, paling pribadi.

​Dengan jari yang sedikit gemetar, Arnests membuka aplikasi WhatsApp. Ia tidak perlu scroll jauh; ia mencari kontak Clara di WA-nya yang baru ia simpan beberapa jam lalu. Ia melihat nama kontak yang ia simpan dengan inisial sederhana: Clara Tetangga.

​Arnests menatap nama itu lama, merasakan adrenalin menjalar di tangannya. Ia tahu ia tidak boleh mengirim pesan yang aneh atau genit. Pesan harus biasa, tanpa ada godaan ketertarikan yang bisa meninggalkan jejak atau disalahartikan. Ini hanyalah chat basa-basi saja, sebuah validasi bahwa kontak itu benar-benar ada dan berfungsi, dan yang terpenting, sebuah cara untuk memecah keheningan yang ia rasakan.

​Ia mulai mengetik, kemudian menghapus, mengetik lagi, lalu menghapusnya lagi. Ia harus memilih kata-kata yang paling netral.

​✉️ Dialog WhatsApp (Basa-basi Tengah Malam)

​Arnests:

Aku lihat kamu tadi malam sekali mencuci motor. Sudah selesai?

​Clara:

(Respon hampir instan, menunjukkan Clara juga belum tidur)

Oh, Mas Arnests! Iya, Aku baru selesai. Sudah bersih kinclong sekarang. Maaf ya, mengganggu kalau dilihat dari jendela.

​Arnests:

Tidak apa-apa, Aku cuma khawatir motor kamu kenapa-kenapa lagi. Jangan sampai masalah lagi ya. Besok harus sudah lancar.

​Clara:

Iya, Mas. Terima kasih banyak lho sudah nolongin Aku dua kali. Aku merasa tenang karena Mas sudah kasih tahu Aku kalau ada masalah. Motornya sudah aman sekarang.

​Arnests:

Baguslah kalau begitu. Aku senang dengarnya. Sudah malam sekali, kamu jangan begadang terus ya.

​Clara:

Siap, Mas. Aku juga mau tidur sekarang. Selamat malam, Mas.

​Arnests:

Selamat malam, Clara.

​Senyum Lega dan Tidur Nyenyak 😌

​Percakapan singkat itu, meskipun tidak mengandung satu pun kalimat romantis atau genit, terasa seperti pelepasan emosi yang besar bagi Arnests. Ia telah menembus batas komunikasi informal dan melangkah ke komunikasi yang lebih personal, semua dengan alasan yang sangat wajar (memastikan kondisi motor).

​Arnests mulai tersenyum. Bukan senyum kemenangan, melainkan senyum lega. Rasa penasaran yang membakar dadanya kini sudah sedikit teredam. Adrenalinnya menurun. Ia telah melakukan apa yang ia ingin lakukan, tanpa meninggalkan bukti godaan. Ia merasa lega dan terhibur.

​Dia langsung mengakhiri chat-nya dengan menekan tombol kunci. Menaruh HP-nya kembali ke nakas.

​Ia berbalik, menarik selimut, dan memeluk Vanesa lagi. Kali ini, kegelisahan itu telah sirna, digantikan oleh rasa tenang yang aneh. Ia telah memuaskan rasa ingin tahu pertamanya. Dalam beberapa menit, Arnests yang kelelahan dan penuh konflik batin itu, akhirnya kembali tidur dengan nyenyak di samping istrinya.

​Di kamar sebelah, Clara menatap ponselnya, mengamati chat basa-basi yang baru saja berakhir. Senyum tipis dan licik terukir di bibirnya. Ia tahu, langkah pertama yang paling penting—membuat Arnests menembus keheningan dan mengirim pesan—sudah berhasil ia lakukan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!