Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Ktp
Tak ada sedih apalagi kecewa. Alif pulang, dengan sepeda motor Zaki.
Zaki, mengingat sikap dan perilakunya selama ini, membuat Alif terenyuh. Dia berjanji akan membalas budi lelaki itu, suatu saat nanti.
Sehari, seminggu, sebulan, hingga akhirnya Alif lulus di bangku SMA. Dan di masa tenang ini, Alif sudah menyusun beberapa wacana kedepannya.
"Pakde, minggu depan, aku berencana ke kota, dan kebetulan, aku udah daftar kuliah disana, secara online." ujar Alif pada suatu hari.
"Syukur lah, pakde bangga sama kamu Lif, belajar lah, sungguh-sungguh, agar kamu bisa di banggakan, dan pakde akan selalu mendoakanmu." ucap Zaki menepuk-nepuk bahu Alif.
Alif memejamkan matanya, merasakan semangat yang semakin membara.
Dengan berboncengan sama Aziz, keduanya melesat ke kota, di mana kampus, tempat keduanya belajar.
Ya, Aziz memutuskan untuk kuliah di tempat yang sama dengan Alif, dan kedua orang tuanya, tidak menentang sedikit pun, karena bagi mereka belajar bisa dimana saja, yang penting ilmunya.
Disini lah, mereka berdua, duduk di taman, setelah menyerahkan beberapa berkas untuk keperluan daftar ulang.
"Jadi bagaimana?" tanya Aziz, menatap Alif yang sedang menatap kosong ke depan.
"Entah lah, aku gak yakin mereka akan memberikan ktp seperti katamu." sahut Alif.
"Kita usahakan aja dulu, besok saat kembali, aku akan temani kamu ke rumah ayahmu." ujar Aziz.
Keesokan harinya, Alif dan Aziz pergi ke keramat. Walaupun menghabiskan waktu hampir lima jam lamanya, Aziz tak sedikitpun mengeluh. Sebab, mereka memulai perjalanan dari kota, tempat mereka menimba ilmu.
"Wah, masih berani kamu kesini ya? Mau apa? Mau menertawakan aku dan ibu tirimu?" cerca Haris, kala melihat Alif yang turun dari motor.
Alif memandang sekeliling rumah Haris, warung sudah resmi tutup. Dan cat rumah, terlihat begitu usang.
"Aku, aku hanya ingin fotokopi ktp. Karena sekarang, aku mau mendaftarkan kuliah." ujar Alif, tanpa basa-basi.
Nanda yang mendengar suara teriakan Haris, tergopoh-gopoh keluar.
"Masih berani juga, kamu menunjukkan batang hidungmu ke sini hah." hardik Nanda emosi.
"Mau kuliah? Hebat sekali kamu ya. Jika kamu mau fotokopi ktp-ku, maka bayar. Aku mau kamu bayar sepuluh juta." ucap Haris menadahkan tangannya.
Aziz membelalakkan matanya, "Hei, dari pada membayar uang sepuluh juta untuk anda, lebih baik kami kasih uang aja untuk dosen, supaya memudahkan Alif." kekeh Aziz.
Haris menatap tajam ke arah Aziz, begitu juga dengan Nanda.
"Apa sebaiknya, aku suruh buat surat kematian aja ya? Sama kepala desa." gumam Alif, menggaruk tekuknya.
Dan Aziz tersenyum sumringah, sembari menepuk kedua tangannya. "Ide bagus tuh, nanti kamu akan mendapatkan sedikit keringanan, karena yatim." ujar Aziz tertawa.
Muka Haris merah padam, karena menahan amarah. "Anak gak tahu diri, sampai kapanpun, gak akan aku serahkan ktp-ku untuk mu." teriak Haris.
"Karena sekarang kamu udah dewasa dan punya uang, maka aku minta kamu membayar kembali semua uang, yang pernah aku kasih untukmu." Nanda mendekap tangannya.
"Aku juga minta, uang hasil jual rumah nenek." sahut Alif mencibir ke arah pasangan di depannya.
Nanda mengeram dia kalah, karena sekarang Alif sudah tidak sepolos dulu lagi.
"Mana?" Alif masih menadahkan tangannya.
"Bentar, aku ambil ktp-nya. Tapi, kamu segera pergi dari sini, dan jangan pernah minta apapun lagi." Haris memasuki rumahnya.
Dan Nanda masih menatap tajam ke arah Alif, sedangkan Alif malah membalasnya dengan santai.
Setelah mendapatkan ktp Haris, ke duanya mulai pergi. Sekarang, tujuan mereka ke rumah Misna. Tapi sebelumnya, mereka akan bertandang ke rumah Aziz terlebih dahulu, untuk sekedar istirahat.
Akhirnya, setelah berbincang-bincang, keduanya sepakat akan ke rumah Misna keesokan harinya. Dan ini, pertama kalinya, Alif nginap di rumah Aziz.
Dan kedua orang tua Aziz menerima Alif dengan tangan terbuka, apalagi setelah tahu banyak kisah yang dilalui Alif.
Besoknya, setelah sarapan, keduanya memutuskan untuk ke rumah Misna, karena rencananya mereka akan langsung kembali ke kota, setelah urusan dengan Misna selesai.
Tiba di rumah, Misna yang sedang menyapu halaman mendengus kala melihat Alif yang turun dari sepeda motor, seraya melepaskan helmnya.
"Mau apa lagi kamu ke sini?" tanya Misna menghampiri Alif dan Aziz.
"Mau minta fotokopi ktp anda, untuk keperluan kuliah." sahut Alif.
"Gak ada." cetusnya hendak membalikan badannya.
"Hanya fotokopinya saja." lanjut Alif.
"Kenapa aku harus memberinya untukmu? Dulu, aku bahkan memohon-mohon padamu, untuk memberi uang." cetus Misna, tanpa menoleh ke arah Alif.
"Aku memang tidak memberinya pada anda, tapi aku mengantarnya langsung pada Ayah Faisal." balas Alif tak mau kalah.
Misna diam, karena setelah dimana dia mengusir Alif terakhir kalinya, Faisal seperti berubah. Dia sudah tak selembut dulu, bahkan terbilang abai pada pekerjaan rumah, yang dulu sering diambil alih olehnya.
"Pergi lah, dan jangan pernah menunjukkan ..."
"Bayanganmu disini." sambung Aziz memutar matanya.
Misna semakin meradang, dia bahkan melempari Aziz dengan sapu yang ada di tangannya. Dan karena berhasil mengelak, kembali Aziz menjulur lidahnya.
Karena tak mendapatkan apa yang dia mau, akhirnya Alif dan Aziz kembali pergi. Mereka langsung kembali ke kota, untuk melihat kost, yang baru saja di tanyai melalui media online.
Dan rencananya, mereka berdua akan tinggal berdua di kost yang sama. Hal itu sengaja Aziz lakukan, untuk meringankan Alif dalam hal membayar uang kost, dan tentu saja, agar Alif bisa tinggal di tempat yang lebih layak.
"Seperti kata papaku saja, nanti biar dia minta tolong untuk hubungi salah satu dosen kenalannya, agar bisa membantu kamu, dalam mengurus beasiswa." ujar Aziz setengah berteriak, karena mereka sedang berada diatas motor.
"Baiklah, dan seperti yang ku katakan sebelumnya, aku hanya ingin mememberikan mereka kesempatan untuk terakhir kalinya. Nyatanya, kedua orang tuaku, tak memudahkan perjalanan hidupku." kekeh Alif miris.
Miris dengan jalan hidupnya sendiri.
Setelah mendapatkan kosan seperti yang mereka mau. Bukan, lebih tepatnya kemauan Aziz, karena Alif lebih mengikuti apa yang Aziz mau. Dan dia sendiri, bisa tinggal dimana saja, buktinya dia bahkan bisa tinggal di sekolah.
"Aku, harus cari kerjaan deh, kayaknya." ujar Alif, merebahkan tubuhnya di kasur yang telah di sediakan oleh pihak kosan.
"Memangnya uangmu habis?" tanya Aziz, di kasur sebelahnya.
Kosan tersebut mempunyai satu kamar yang diisi dua ranjang, dua lemari serta dua meja kecil, dan rak untuk diisi buku, tak lupa, ac untuk pelengkapnya. Serta, dapur kecil dan kamar mandi di dekat dapur. Tak ada ruang tamu, dan ruang lainnya.
Alif melirik ke Aziz, "Cari kerja, gak sampai harus nunggu uang habis dulu Aziz."
"Kalo begitu, kamu jadi guru les aja. Untuk, anak-anak sd atau smp. Kan, nilaimu lumayan bagus," ujar Aziz.
"Memang bisa? Bagaimana caranya?" Alif mengernyit dahi, dan bangun dari tidurnya.
"Nanti aku tanya Eliza, kemarin aku sempat lihat story wa-nya, tentang guru les privat gitu." sahut Aziz.
"Eliza?"