Istri kedua itu memang penilaiannya akan selalu buruk tapi tidak banyak orang tau kalau derita menjadi yang kedua itu tak kalah menyakitkannya dengan istri pertama yang selalu memasang wajah melas memohon simpati dari banyak orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ranimukerje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Wisnu membuka notifikasi email pada laptop dan matanya langsung melotot tajam menatap deretan angka yang tertera disana. Dalam 1 minggu terakhir nara mengeluarkan uang ratusan juta dan itu sudah diatas limit credit card yang nara bawa. Wisnu memijat pelipisnya, kepalanya berdenyut nyeri. Istri pertamanya ini memang selalu membuat ulah pandai berdrama dan pemaksa.
"Apa aja yang dia beli sampai habis uang segini banyak." Lesu wisnu sambil menelungkupkan wajahnya diatas meja kerja.
Tring
Satu pesan masuk ke ponselnya. Pemberitahuan pembekuan semua kartu yang nara pegang.
"Pasti papa" Gumam wisnu dengan dada sesak dan kepala panas yang sudah siap meledak.
Tring
Tring
Tring
Dering ponsel kembali terdengar. Panggilan dari sang ayah.
"Ya pa"
"Papa yang bekukan semua kartu yang istrimu pegang."
"Iya"
"Selesaikan segera."
"Baik pa, pa ....."
Suara wisnu tercekat ditenggorokan.
"Kamu ga perlu merasa bersalah apalagi sampai minta maaf. Semua punya mu tapi papa melakukan ini karena istrimu sudah keterlaluan."
"Iya pa, aku akan bicara sama nara."
Klik
Sambungan telpon terputus.
Wisnu bangkit, ia akan pulang kerumahnya bersama nara atau mencari dimana istri pertamanya itu berada. Mereka harus bicara karena kali ini nara sudah sangat keterlaluan sekali.
Tring
Tring
Tring
Ponsel disaku jas wisnu kembali berdering dan itu nada khusus untuk nomor milik nara. Wisnu menghela napas panjang terlebih dulu sebelum menerima panggilan itu.
"Mas, kenapa semua kartu milik ku dibekukan."
Tak ada salam tak ada sapaan yang ada hanya nada suara tinggi penuh amarah. Wisnu yang sedang menahan emosi langsung mengeras wajahnya.
"Kamu dimana?" Tanya wisnu dengan suara datar.
"Jawab mas, kenapa dibekukan ini. Aku mau bayar makan ga bisa."
"Kamu masih ada atm yang untuk uang bulanan kan, kenapa bayat makan aja hatus pakai kartu kredit."
"Isinya ga ada."
Mendengar jawaban sang istri amarah wisnu kian menjadi. Ini belum pertengahan bulan dan uang bulanan yang wisnu berikan sudah habis. Padahal nominal yanh wisnu berikan tidak sedikit dan itu hanya untuk kebutuhan pribadinya saja. Urusan listrik air gaji art tukang kebun satpam kebutuhan rumah makan dan lain lain sudah wisnu yang urus karena nara menolak untuk mengurusnya.
"Ra ini belum masuk pertengahan bulan dan kamu bilang isi atm mu sudah habis?"
"Iya, udah aku pakai. Please deh mas ga usah bawel kamu, cepet transfer mas aku malu ini mau bayar makan ga bisa."
Klik
Nara menutup telpon secara sepihak padahal wisnu baru akan berbicara lagi.
Walau amarahnya sedang memuncak, wisnu tetap mentransfer sejumlah uang ke rekening istrinya. Dan wisnu mengirim pesan singkat untuk meminta sangi stri segera pulang karena mereka harus bicara hal penting. Di iyakan oleh nara dan wisnu langsung menuju rumah.
Dalam perjalanan. Wisnu hanya melamun tspi ia tetap berusaha fokus saat mengemudi. 30 menit dijalan akhirnya wisnu sampai tapi mobil milik nara belum ada di garasi.
Wisnu masuk kedalam rumah, sepi hanya ada suara beberapa mba dibelakang yang sedang mengerjakan pekerjaan mereka. Wisnu duduk diruang tengah, matanya terpejam dengan lengan diatas kepala.
Entah berapa lama ia tertidur tapi saat matanya terbuka sosok yang ditunggu ternyata belum juga pulang. Dengan malas, wisnu mengambil ponsel disaku jasnya. Dicari nomor sang istri dan menelpon.
Satu kali panggilan tak diangkat, dua kali tiga kali dan akhirnya dipanggilan keempat baru nara menerima panggilan itu.
"Ya mas"
Suara nara terdengar ringan tanpa beban juga tanpa rasa bersalah.
"Kamu dimana? Aku udah nunggu dirumah dari jam 11."
"Oh, aku masih disalon nih."
Santai sekali.
Sementara wisnu, langsung duduk tegak dan rahangnya mengeras.
"Kamu keterlaluan ra."
Hening
Wisnu hanya mampu menundukkan kepalanya dalam. Ia masih duduk diruang tengah dengan dada naik turun karena amarah yang memuncak.
Tring
Satu pesan masuk.
"Mas, aku udah masak sop iga sesuai request. Mas jadi makan siang dirumah?"
Itu pesan dari febri, karena kemarin malam. Wisnu sempat meminta ibunya agar istri keduanya itu memasakkan sop iga dan hari ini febri memasakkannya.
"Mas otw" Wisnu membalas pesan itu cepat.
Langkahnya cepat, masuk kedalam mobil dan melajukan kendaraan besi itu dengan kecepatan sedang. Entah kenapa, wisnu ingin cepat sampai kerumah orangtuanya. Bukan karena sop iga tapi hatinya sedang ingin bertemu dengan seseorang yang ia yakini bisa memberi rasa nyaman dan tenang.
.
.
.
"Mba, suami saya kemana ya?" Tanya nara saat masuk kedalam rumah tapi didepan tak mendapati mobil milik wisnu.
"Pak wisnu udah pergi setengah jam yang lalu bu."
Nara mencebik kesal.
"Tadi nyuruh pulang sekarang aku udah dirumah dia malah pergi." Dumal nara dalam hati.
"Saya keatas mba."
Nara naik kelantai atas. Dengan perasaan dongkol. Niat hati akan mencecar wisnu karena kartu miliknya dibekukan tapi sang suami sudah pergi. Apalagi saat sampai didalam kamar, nara berulang kali menelpon juga mengirim pesan pada sang suami tapi ada satupun yang ditanggapi.
Makin makin emosinya nara tapi tidak bisa berbuat apapun.
"Keterlaluan banget sih kamu mas."
Didalam kamar nara terus mengumpat. Semua cacian keluar.
Sampai ketukan pintu membuat omelan nara harus berhenti.
"Ada apa?" Tanya nara saat mendapati salah satu mba berdiri didepan pintu kamarnya.
"Ada yanh cari bu nara."
Alis nara mengernyit.
"Siapa?"
Si mba menggeleng.
"Ga kenal bu, baru pertama kesini kayaknya."
Nat tak menanggapi lebih. Ia berjalan lebih dulu guna menemui tamunya.
Diambang pintu penghubung antara ruang tengah dan ruang tamu. Nara berdiri tegang saat matanya bertemu dengan nata si tamu. Tubuh nara membeku.
Nara tak bereaksi tapi wajahnya jelas tegang menunjukkan keterkejutan yang luar biasa.
"Ra"
Tamu laki-laki yang datang itu langsung berdiri. Berjalan mendekat menghampiri nara yang masih berdiri kaku ditempatnya.
"Kamu kenapa hilang kabar? Dan sialnya aku dapat kamar dari anak anak kalau kamu udah nikah."
Nara bereaksi saat pelukan itu makin erat. Didorong paksa dada si pria dengan sekuat tenaga.
"Lepas" Ucao nara pelan tapi suaranya jelas bergetar.
"Ra, aku kangen."
"Lepas, aku udah punya suami."
Pelukan itu terlepas pelan pelan, kenyataan yang membuat pelukan itu harus terlepas walau sejatinya si pria enggan untuk melepasnya.
"Kenapa? Kenapa ra? Kamu udah janji sama aku."
Wajah nara pias. Rasa bersalah tapi tekadnya juga membara. Pria didepannya ini hanya masa lalu dan wisnu yang sudah ia pilih adalah cintanya.
"Mending kamu pergi aja."
Nara memutar tubuh tapi belum sempat kakinya melangkah tangannya sudah ditarik. Mau tak mau nara akhirnya berbalik lagi.
"Kami harus kasih aku penjelasan."
Nara memejamkan matanya rapat.
"Ga ada yang perlu aku jelasin. Kita udah selesai dan aku sekarang udah nikah udah jadi istri orang. Dengan status ku sekarang harusnya kamu udah ngerti."
Si pria bukan tak paham, tapi hatinya masih tak terima dengan berita yang ia dengar apalagi sekarang didepannya wanita yang begitu dicintai memang sudah menjadi milik orang lain.
#Happyreading
#
nara dan org tuanya tak benar" menganggpmu sbg bagian dri keluarga.... mereka hnya mnjadiknmu mesin uang.....
miara ular ber bisa kok betah amat wisnu....
jgn nnti bilang nyesel klo febri prgi dri hidupmu krna kmunya menye" g jelas... & msih sja mmberi nara ksempatan brbuat ulah untuk yg ksekian kalinya...
km permpuan egois... punya kekirangan tpi ttp sja g berubah tetap aja miara pola hidup buruk....
jgn salahkn suamimu bila kelak mmbuangmu nara.... suamimu jga makin lama bkalan muak dgn sikapmu yg semakin g karuan... ap lgi madumu perempuan idaman suami dan mertua...