Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.
Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.
Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…
Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?
Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 Kecemburuan?
Kehidupan yang berubah 180° itu mulai membawa dampak pada diri Liliana, gadis itu akan memulai jadwal padatnya kali ini. Jika sebelumnya ia hanya mengisi waktu siang dengan berada di kantor, lalu sisanya di apartemen. Kini ia harus menghabiskan waktu setengah malamnya berada di kampus.
Ya—Liliana sudah memasuki kelas pertama kuliah malam ini, ia sengaja mengambil kuliah malam lantaran kesibukannya sebagai seorang CEO.
Halaman kampus masih dihiasi para mahasiswa yang berlalu lalang, termasuk Liliana. Gadis itu dalam perjalanan untuk pulang. Tidak—dia akan melanjutkan kegiatan menghadiri perkumpulan keluarga Dravenhart lagi, kali ini dalam rangka hanya pertemuan ringan karena pernikahan Emric yang akan berlangsung besok.
Berjarak beberapa meter dari arahnya berjalan, sebuah mobil keluaran terbaru tengah menunggunya diantara deretan mobil yang terparkir rapi. Namun, Liliana tampak celingukan, mencari keberadaan mobil Lucien yang biasa dia pakai.
Beberapa kali ia mengecek ponselnya untuk menelpon Lucien, tapi belum ada balasan. Hingga pintu mobil tersebut terbuka, memperlihatkan sosok pria tinggi yang berdiri menghadapnya.
Saat itu Liliana masih tidak berpikir bahwa itu Lucien, ia masih berkutat pada ponselnya, sesekali ia menelpon Grack yang ternyata juga tidak meresponnya.
"Apa perlu digelar red carpet?" suara bariton memecah rasa panik gadis itu.
Ia langsung menegakkan tubuhnya yang sempat menunduk lesu. Mengamati penampilan Lucien, sesuatu perbedaan ia temukan, entah apa itu yang jelas pria itu terlihat lebih tampan dari sebelumnya. Padahal ia hanya memakai kemeja berlengan pendek yang menonjolkan bisepnya serta bawahan hitam diatas lutut yang memperjelas otot kakinya.
"Anjir! Ganteng banget!"
Satu celetukan pelan yang bersumber dari dua orang mahasiswi, mereka sedang berjalan tidak jauh dari Liliana.
Spontan gadis itu menoleh, ia melihat mahasiswi seumurannya itu menatap Lucien tanpa kedip.
"Ayo," ajak Liliana. Tanpa sadar atau tidak, ia menarik lengan pria itu segera menuju mobil.
Lucien menyadari raut wajah Liliana, datar tapi tidak seperti biasanya, tapi juga tidak terlihat marah.
"Habis potong rambut ya?" tanyanya dengan raut seperti biasanya ia tunjukkan pada Lucien. Kali ini ia menyadari darimana perbedaan signifikan yang semakin memperjelas ketampanan Lucien.
Lucien mengangguk singkat, dengan salah satu alisnya terangkat, "Kenapa?"
"Gakpapa sih, gak cocok," jawabnya lalu tersenyum.
...~• suddenly become a bride •~...
Keduanya memasuki mansion dengan langkah beriringan serta saling bergandengan satu sama lain. Mereka terlihat sangat romantis jika di hadapan orang-orang, sama sekali tidak ada kecanggungan yang membatasi keduanya, walaupun pada kenyataannya kecanggungan itu akan tetap bersama mereka.
Didalam meja makan yang selalu menjadi spot perkumpulan keluarga itu, sudah diisi oleh beberapa anggota keluarga. Seperti seharusnya, gadis dalam balutan setelan kasual itu menyapa setiap anggota keluarga. Kali ini Liliana tidak menangkap keberadaan kedua orang tua Lucien, sepertinya sedang dalam perjalanan bisnis, atau hal lainnya.
Liliana duduk disamping Kim.
Selang beberapa tahun tidak ada komunikasi yang terjalin membuat gadis itu merasa canggung dan sungkan untuk berbincang dengan Kim.
"Thanks udah bayar," bisik Kim pada gadis itu.
"Oh—iya, aku juga terimakasih," balas Liliana dengan senyum cerahnya.
Tidak membutuhkan waktu lama, pintu besar yang berdiri jauh dibelakang Liliana duduk itu perlahan terbuka, menghadirkan sisa anggota keluarga yang belum datang. Berjalan dengan dagu naik, kebiasaan keluarga Anderson.
"I bet, pernikahan mereka tidak lebih terkenal dari kalian," bisik Jacob pada Lucien yang kebetulan duduk disampingnya.
Lucien menggeleng pelan, "Jaga bicaramu, Jack. Atau mau dibunuh Anderson."
"Dia memang mengerikan dari dulu, dan gila. Apa kau ingat saat kita di gantung diatas pohon?" tanya Jacob mengingatkan pada hal-hal konyol yang mereka lakukan saat masih tinggal di mansion ini. Lucien manggut-manggut.
"Karena kita menjahili Emric," imbuhnya.
"Mereka itu sangat kaku, tapi lihatlah kaki Anderson. Dia semakin tua, mungkin giliran aku yang akan menggantungnya," bisik Jacob dengan menunjuk kearah kaki Anderson yang berjalan sedikit tidak biasa, sembari memasang wajah tanpa dosa membuat Lucien memukul lengannya kuat.
Lucien tergelak tawa tanpa suara, kalimat Jacob tidak pernah membuatnya tidak tertawa. Bersama Jacob setidaknya membuat ia merasa dunia tidak selamanya serius.
Gadis disampingnya itupun menoleh saat Lucien tertawa, secara naluri senyuman tipis tercipta dibibirnya. Dengan itu menjelaskan bahwa Lucien tidak sepenuhnya orang kaku yang sama sekali tidak pernah tertawa. Ia hanya menyesuaikan dengan siapa ia bicara.
Dari ujung meja, seorang wanita dengan rambut disanggul kecil dibagian belakang kepala sedang mengamati pasangan baru tersebut.
"Lili, apa kamu baik-baik saja? Aku mendengar kemarin kamu dikejar sama orang asing bahkan sampai ditembak?" tanya Dewi dengan tatapan sendu, kekhawatiran layaknya seorang ibu tampak jelas dari air mukanya.
"Benar, eyang. Itu beberapa hari yang lalu, saya sudah baik-baik saja sekarang," jawab Liliana. Ia mengangguk.
"Baguslah—" Dewi beralih menatap Lucien, tatapannya berubah datar tetapi tajam, bukan amarah tetapi hanya seperti tatapan peringatan, "Lux, sebaiknya kau segera mencari tahu siapa pelakunya, atau dikemudian hari akan melangsungkan aksinya lagi."
Lucien mengangguk mantap, "Baik eyang, saya masih mencari pelakunya."
Liliana menaikkan sedikit alisnya, mempertanyakan kebenaran dari ucapan Lucien. Tidak ada harapan—sebuah kepenasaran.
"Emric—calon pengantin kita, bolehlah cariin aku pacar!" Suara Jacob terdengar keras seolah menguasai udara dimeja tersebut.
Keluarga Anderson datang kemudian satu persatu mendudukkan pantatnya. Emric yang duduk bersebelahan dengan Seraphina, serta Anderson disampaing Diah.
Sekilas Liliana beradu pandang dengan wanita paruh baya yang dinilai anggun dari luarnya, ia melempar anggukan tanpa senyum lalu memalingkan wajahnya. Perkataan terakhir kali yang membekas dipikiran Liliana hingga saat ini.
"Atau teman kamu? Seraphina, pasti cantik cantik dan badannya yang—Ugh." Bola mata Jacob berputar, pikirannya membayangkan betapa sempurnanya ia jika dikelilingi model cantik.
"Jacob hentikan—siapa yang akan mau dengan orang menjijikkan seperti kamu," celetuk Kim dengan nada ketus, penuh kegelian didalamnya.
Jacob menoleh tajam pada adiknya sendiri, "Hei! Kim, jangan meragukan kekuatan kakak kamu!"
"Cih." Kim memperagakan muntah tanpa mengeluarkan apapun.
"Kalian berdua~" Dewi mulai menghentikan perseteruan kakak beradik yang tidak pernah berhenti itu.
"Sudah dipersiapkan semuanya Emric?" tanya Dewi membuka topik baru. Mengangkat seseorang yang akan menjadi topik utama hari ini.
"Sudah eyang, digelarnya di hotel Luxury Well. Yang dilanjut malamnya pesta," jelas Emric dengan tegas.
Mereka melakukan perbincangan ringan, dimana waktu sudah berlalu sangat cepat hingga jam mulai menyentuh tengah malam, meja yang sebelumnya penuh dengan dentingan sendok serta obrolan, kini menyisakan kesunyian.
Lain dengan keluarga lainnya, Liliana saat ini berada di ruang tamu hanya bersama Lucien, saudara kakak beradik itu dan eyang.
"Apa menurutmu potongan rambutku tidak cocok?" tanya Lucien tiba-tiba kepada Jacob yang sedang memakan camilan seraya duduk lesehan diatas karpet.
Spontan pria dengan beberapa tindik telinga itu menoleh, ia mengeleng, "Tidak, itu sangat cocok. Kau terlihat lebih tampan Lux, kalau saja aku perempuan sudah aku goda kau."
Lucien hanya manggut-manggut kemudian melirik Liliana yang sibuk menonton tayangan televisi.