"Anda memang istriku,tapi ingat....hanya di atas kertas, jadi jaga batasan Anda"
" baik.... begitu pun dengan anda, tolong jangan campuri urusan saya juga, apapun yang saya lakukan asal tidak merusak nama baik keluarga anda, tolong jangan hentikan saya"
bismillahirrahmanirrahim...
hadir lagi... si wanita lemah lembut, baik hatinya , baik adabnya , baik ucapnya....tapi ingat, Hanya untuk orang-orang yang baik padanya, apalagi pada keluarga nya...
Rukayyah... gadis bercadar yang menutupi seluruh tubuhnya dengan kain kebesaran serta berwarna hitam, bahkan hanya kedua matanya saja yang terlihat.... terpaksa harus menerima perjodohan, karena wasiat kakeknya dulu, dan memang di lingkungan pesantren semua saudaranya menikah karena di jodohkan...hanya kakak laki-lakinya yang paling lembut hatinya mencari sendiri jodoh nya, siapa lagi kalau bukan Yusuf dan Zora....
nantikan kisah selanjutnya, semoga sukaaaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perjalanan menuju kota.
" ada apa bah?" tanya Yusuf penasaran melihat wajah terkejut abahnya.
" ini nak, tuan Faisal memberikan cek sebesar satu milyar" jawab kyai Rahman pada Yusuf, karena hanya tinggal Yusuf saja di ruang tamu.
"masyaallah, banyak sekali" jawab Yusuf ikut terkejut.
"sebagian akan Abah kasihkan ke panti asuhan di desa sebelah, dan sebagian lagi untuk pembangunan pesantren kita, agar lebih nyaman lagi untuk para santri" kata kyai Rahman lalu memberikan cek itu pada Yusuf, agar Yusuf bisa segera mencairkan uang itu dalam bentuk uang tunai.
***
Sementara di dalam perjalanan Mobil supercar hitam Hilman melesat membelah jalanan pedesaan menuju kota. Di dalam mobil, suasana terasa sangat dingin. Hilman fokus mengemudi, sementara Rukayyah duduk tegak di kursi penumpang dengan cadar hitamnya, menyelimuti dirinya dalam keheningan total.
Dalam keheningan yang canggung, Hilman melirik sebentar ke arah istrinya. Ia terkejut melihat pergerakan di tangan Rukayyah. Meskipun tertutup rapat, Rukayyah sedang sibuk memainkan ponselnya.
Bukan ponsel biasa, melainkan smartphone yang sangat canggih dan terbaru, jenis yang sering ia gunakan dalam bisnisnya yang menuntut teknologi tinggi.
Hilman, si pengusaha yang angkuh, langsung membuat asumsi di benaknya.
"Ponsel secanggih ini? Mustahil gadis desa dari Pesantren bisa memilikinya. Pasti itu pemberian Zora. Ya, Zora si pewaris itu pasti memberikan ponsel mahalnya agar adik iparnya tidak terlalu malu saat di kota." gumam Hilman remeh , Baginya, ponsel canggih itu hanyalah bukti lain dari kemewahan Zora yang kini melekat pada Rukayyah. Ia tidak pernah membayangkan bahwa gadis di sampingnya ini memiliki sumber daya dan kemampuan teknologi jauh melampaui kebanyakan orang di kantornya.
Padahal, kenyataannya sangat berbeda.
Ponsel itu adalah milik Rukayyah sendiri, dibeli dengan uangnya yang halal. Itu adalah hasil dari gajinya setelah membantu secara rahasia beberapa perusahaan besar untuk mengamankan sistem mereka dari serangan siber, sebuah pekerjaan yang ia lakukan dari Kairo, memanfaatkan keahliannya sebagai seorang hacker yang tidak diketahui siapa pun... bahkan tabungannya sangat banyak, kurang lebih , Rukayyah baru memanfaatkan kelebihan nya selama dua tahun ini, kalau dulu dirinya hanya iseng-iseng saja.
Setelah beberapa saat dalam keheningan yang tegang, Hilman memecah kesunyian dengan suara yang dingin dan tajam, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Rukayyah. Ia ingin menetapkan aturan main sejak awal.
"Dengarkan baik-baik, Rukayyah. Pernikahan kita ini hanya sebatas menepati janji wasiat kakek saja." kata Hilman dengan Suaranya keras dan menyakitkan, menusuk langsung pada inti pernikahan mereka yang tanpa cinta.
"Jadi, saya harap, anda tidak berharap lebih dari saya. Saya tidak ingin ada drama, dan yang terpenting, jaga batasan. Jangan pernah ikut campur urusan saya, apapun itu." lanjut nya tanpa menoleh.
Hilman menunggu reaksi marah, sedih, atau menangis. Ia siap menghadapi gejolak emosi dari seorang gadis desa yang tiba-tiba dinikahi seorang pengusaha.
Rukayyah hanya menoleh sebentar, matanya yang tenang terlihat jelas di balik cadar hitamnya. Ia memproses kalimat Hilman, menganalisis ancaman dan syaratnya. Kemudian, ia kembali menatap ponselnya.
Rukayyah Mengangguk pelan, suaranya datar dan profesional "Tidak masalah."
Jawaban Rukayyah yang singkat dan tanpa emosi itu membuat Hilman sedikit terkejut. Ia telah menyiapkan mental untuk perdebatan, tetapi yang ia dapatkan adalah kepatuhan yang dingin. Hilman tidak menyadari, dengan kalimat tidak masalah itu, Rukayyah telah menerima persyaratan tersebut sebagai perjanjian bisnis yang memberinya kebebasan penuh, .
Rukayyah melanjutkan perkataannya Nadanya tetap datar, tidak ada kemarahan maupun kesedihan "Begitupun sebaliknya. Anda juga jangan ikut campur urusan saya."
Rukayyah memastikan kesepakatan mereka bersifat timbal balik. Ia tidak akan mengganggu, tetapi ia menuntut kebebasan yang sama.
"Anda tidak perlu khawatir. Yang terpenting, saya akan selalu menjaga kehormatan anda di hadapan publik dan keluarga. Saya akan menjalankan peran saya sebagai istri yang shalihah, tapi di luar itu, saya berhak atas privasi saya." ucapnya datar.
Hilman terkejut untuk kedua kalinya. Jawaban itu bukan datang dari gadis Pesantren yang ia bayangkan. Jawaban Rukayyah begitu logis, cerdas, dan profesional, mirip dengan cara seorang rekan bisnis menegosiasikan sebuah kontrak. Ia tidak bisa membantah.
Rukayyah telah mengambil alih kendali percakapan, mengubah pernikahan tanpa cinta mereka menjadi perjanjian hidup bersama yang terpisah.
"Gadis ini... dia tidak selemah yang dikira Selena. Dia cepat, dan dia menetapkan aturan mainnya sendiri. Bagus. Ini akan membuat hidupku lebih mudah, asalkan dia benar-benar tidak mengganggu urusanku." gumamnya dalam hati Hilman hanya mengangguk.
Hilman semakin frustrasi dengan ketenangan Rukayyah. Ia sengaja melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh di jalan tol, memotong jalur, dan melakukan manuver yang semestinya membuat penumpang biasa, apalagi gadis desa, menjerit ketakutan.
" Kenapa dia tidak bereaksi? Apakah dia tidak takut mati? Semua wanita pasti akan memegang erat kursinya atau setidaknya terkejut!" gumam Hilman dalam hati.
" tapi melihat dia yang telah hidup dalam lingkaran pesantren, sudah pasti tidak takut mati, apalagi mungkin bekal akhiratnya sudah banyak " Hilman masih memikirkan istrinya ini.
Namun, Rukayyah biasa saja. Ia tetap duduk tegak dan tenang, seolah-olah sedang menaiki delman di alun-alun Pesantren. Keahlian mengemudi Hilman yang ugal-ugalan sama sekali tidak menggoyahkan gadis bercadar itu.
Hal ini membuat Hilman sedikit frustrasi karena ia gagal memaksakan dominasinya dan mengusik ketenangan Rukayyah.
Rukayyah memang tidak takut, karena ia sedang teralihkan.... Apalagi di Kairo juga dia sering ikut balapan di saat orang-orang sedang tertidur, sehingga sampai saat ini, kakaknya tidak tahu, tapi kalau pada Zora, tidak ada yang di tutup-tutupi.
Di balik cadarnya, ia sesekali tersenyum kecil saat membaca pesan dari Zora.
Zora, si kakak ipar yang mengkhawatirkan, kini beralih mengirimkan pesan-pesan kocak yang mencoba menghibur Rukayyah di tengah situasi tegang.
📱“Rukayyah, kamu harus berani! Kalau Hilman macam-macam, kamu pura-pura ngidam minta dia joget TikTok di tengah jalan. Itu balas dendam paling ampuh!”
“Ingat pesanmu padaku? Jika dia kejam, lawan dengan otak! Kalau gagal, gunakan jurus tendangan cepat yang kamu ajarkan padaku kemarin!”
Rukayyah menggeleng pelan, menahan tawa. Ia menyadari betapa beruntungnya ia memiliki Kak Zora sebagai sekutunya. Berkat Zora, perjalanan dingin dan penuh intimidasi itu terasa sedikit lebih ringan dan lucu.
tak terasa bangunan-bangunan tinggi sudah mulai terlihat, perjalanan yang biasanya di tempuh dengan waktu 5 sampai 6 jam, kini hanya 3 jam saja. Sementara kedua orang tua Hilman sudah tertinggal sangat jauh....
Rukayyah tidak merasa heran, karena dia sering juga ke kota ini, karena salah satu kakak perempuannya menikah dengan orang kota, tapi tidak sebagai penguasa, melainkan sebagai dokter bedah.