Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Keesokan paginya, banyak tetangga dan orang-orang yang mengenal Ibu Alena datang melayat, orang tua Ahen menyambut para tamu, sedangkan Alena hanya diam di kamar dengan tatapan kosong.
Ahen masuk ke kamar sambil membawa nampan berisi sepiring nasi beserta lauk serta segelas susu, ia duduk di tepi tempat tidur.
"Makan dulu, sudah jam 10."
Alena diam tidak bergeming sedikitpun. Ahen akhirnya duduk di samping Alena.
"Ibumu nggak akan suka lihat anaknya mogok makan pastinya."
Alena menghela napas.
"Makan, ya?." Ahen kembali membujuk Alena.
"Sedikit,"
Ahen mengangguk, ia menyuapi Alena dengan hati-hati, tatapan Alena masih saja sama sejak ia sadar dari pingsanny.
Setelah lima suapan, Alena menolak untuk makan lagi, ia langsung membaringkan tubuhnya, ia memiringkan tubuhnya membelakangi Ahen.
Kebiasan warga disini, mereka tidak mengadakan tahlilan selama 7 hari, cukup hanya 1 hari. Malam ini Ahen memutuskan pulang dan mengajak Alena pulang ke rumahnya agar ia tidak terlalu bersedih.
"Kamu yakin mau pulang?" tanya Ibu Ahen sambil menata piring yang baru selesai di cuci.
"Iya, Ma. Kalau disini terus nanti Alena terus-terusan sedih." jawab Ahen.
"Ya udah kalau itu mau kamu. Kamu duluan sama sama Istri kamu. Nanti atau besok kunci rumah ini Mama anter ke kamu."
Ahen mengangguk, ia pun pergi ke kamar Alena dan mendapati Alena sedang duduk di sudut ruangan.
"Alena, kamu ngapain disitu?" tanya Ahen sambil menghampiri Alena.
Alena hanya menggeleng pelan.
"Kita pulang ke rumah, yuk." ajak Ahen, Alena mendongak dan menatap Ahen.
"Kenapa?" tanya Alena dengan suara serak parau.
"Mama kan udah tinggal bareng kita di rumah kita, mungkin aja Mama nggak nengokin kamu kalau kamu disini."
Alena tampak berpikir, tidak lama ia pun setuju.
"Ya udah, kita pamit dulu sama orang tuaku di bawah ya."
Alena mengangguk, ia berdiri mengikuti Ahen yang juga berdiri.
Sesampainya di rumah Ahen, Alena langsung pergi menuju dapur, di dapur ia tampak mencari sesuatu dan beberapa kali membuka kulkas.
"Nyonya..." panggil Bi Mia dengan mata yang sudah sembab.
"Mana kue yang Mama buat kemarin pagi? Cake itu mana?" tanya Alena dengan tergesa-gesa.
"Cake cokelat itu, Nyonya?" tanya Bi Mia.
"Iya, yang Mama buat kemarin itu. Mana?!"
Bi Mia membuka kulkas dan mengambil Thinwall yang letaknya paling belakang, kemudian ia menyerahkannya kepada Alena.
"Ini Nyonya."
Alena membuka tutup Thinwall itu, air matanya kembali mengalir saat memandangi kue bolu cokelat buatan Ibunya kemarin sepulangnya olahraga.
"Jangan di apa-apain ya, Bi. Simpen baik-baik di kulkas." Alena berpesan sambil kembali memasang tutup Thinwall itu.
"Iya, Nyonya."
Alena kembali meletakkannya di kulkas. Disisi lain, Ahen yang baru selesai mandi merasa ada yang kurang saat tidak melihat keberadaan Alena di kamarnya. Ia bergegas keluar kamar dan pergi kamar pertama Alena di rumah ini, benar saja Alena sedang tidur. Pakaian Ibu Alena berada di setiap sisinya, Ahen melangkah pelan dan melihat Alena dari dekat. Terlihat Alena tidur pulas sambil memeluk salah satu pakaian Ibunya.
Pagi harinya, jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, Ahen bersiap untuk sarapan namun Alena tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.
"Nyonya mana, Bi?" tanya Ahen.
"Nyonya dari tadi belum keluar dari kamarnya, Tuan." jawab Bi Mia sambil meletakkan piring di depan Tuannya.
"Oh."
Setelah itu Ahen pergi ke kamar Alena, saat pintu di buka, ia mendapati Alena sedang berdiri di depan jendela.
"Waktunya sarapan."
Alena sedikir terkejut mendengar suara yang tiba-tiba muncul, ia menoleh ke belakang dan melihat Ahen membawa sepiring nasi dan juga air minum.
Ahen meletakkannya di meja di dekat tempat tidur, ia melangkah mendekat ke arah Alena, ia memegang kedua bahu Alena.
"Jangan terlalu berlarut-larut ya, nanti Ibumu bisa marah padaku gara-gara anaknya nggak di bujuk buat makan."
Alena melepas tangan Ahen dan kembali memandangi langit di luar jendela itu.
"Alena, kamu harus habiskan sarapanmu. Aku ada meeting penting hari ini untuk proyek besar, aku akan pulang secepatnya."
Alena diam tidak memberi respon apapun, Ahen menghela napas pelan.
"Aku berangkat." pamit Ahen, ia pun pergi dari kamar Alena.
Sore harinya, hari ini Ahen pulang lebih cepat sesuai perkataannya tadi pagi.
"Nyonya di mana?" tanya Ahen pada Bi Mia yang baru saja membukakan pintu rumah.
"Nyonya seharian tidak keluar dari kamarnya, Tuan. Makanannya utuh."
Mendengar laporan Bi Mia, Ahen segera menuju kamar Alena dan benar saja makanan tadi pagi masih utuh tidak tersentuh. Ia menghampiri Alena yang duduk di tempat tidur membelakangi Ahen.
"Alena, kenapa makanannya nggak dimakan?" tanya Ahen yang kini berdiri di hadapan Alena.
Terlihat tatapan Alena masih saja kosong dan tidak menggubris Ahen sedikitpun.
"Makan sekarang!" Ahen mulai menaikkan nada bicaranya, namun Alena seakan tuli akan hal itu.
Ahen menghela napas kasar.
"Makan dikit aja, biar nggak sakit. Jangan keras kepala."
Ahen keluar dari kamar Alena, tidak berselang lama ia kembali masuk ke kamar Alena sambil membawa makanan yang baru dan masih hangat.
"Ayo makan, sedikit aja."
Ahen menyodorkan sesendok nasi dan ayam kecap, namun Alena enggan membuka mulut. Ia masih saja diam bagaikan patung.
4 hari berlalu, Alena mulai ada perubahan yakni memakan makanan walaupun hanya sedikit, tetapi ia tidak berbicara pada siapapun di rumah itu. Ahen pun sudah hampir setiap pagi dan sepulang kerja selalu menghibur Alena dan mencoba menenangkan Alena, tetapi tidak ada perubahan pada Alena.
"Bagaimana, Tuan?" tanya Bi Mia yang melihat Ahen meletakkan piring di meja.
"Hanya dimakan satu sendok." jawab Ahen yang terlihat mulai frustasi, ia duduk sambil menghela napas berat.
Bi Mia ikut menitikkan air mata saat mengingat 4 hari ini Alena bahkan tidak pernah memakan makanannya melebihi 3 sendok dalam sehari.
"Saya bingung, Bi. Gimana caranya Alena bisa bangkit." ungkap Ahen.
Bi Ina hanya diam sambil menyeka air matanya.
"Bukan hanya mendiamkan kita, bahkan kepada mertuanya juga dia tidak membuka mulutnya sedikitpun." lanjutnya.
"Kalau besok masih seperti ini, saya terpaksa pakai cara lain."
****************
Besoknya saat malam telah tiba, Ahen pun baru pulang. Benar saja, hari ini Alena masih bungkam seribu bahasa.
"Tuan, Nyonya masih seperti yang kemarin." lapor Bi Mia, Ahen hanya mengangguk.
Ahen kembali menuju kamar Alena sambil membawa sepiring makanan dan juga susu hangat, Alena terlihat duduk di tempat tidur sambil menatap luru ke arah depan.
"Alena, hari ini kamu masih puasa suara?" tanya Ahen, ia meletakkan makanan yang dibawanya.
"Aku membawa seseorang yang mungkin bisa membuatmu membuka mulut dan kembali bicara. Makanannya disini, aku keluar dulu."
Ahen berdiri dan keluar dari kamar Ahen tanpa menutup pintu.
"Len.."
Terdengar suara yang tidak asing di telinganya, ia langsung menoleh ke arah sumber suara.
Suami istri ❎
Tom n Jerry✅
prosotan pake kumis geli dong🤣🤣🤣🤣🤦🏻♀️