Elara Vienne menyadari dirinya masuk ke dalam novel yang baru-baru ini ia baca. Tapi kenapa justru menjadi tokoh antagonis sampingan? Tokoh yang bahkan tidak bertahan lebih dari lima bab dalam cerita.
Tokoh antagonis ini benar-benar menyedihkan—tidak diakui oleh keluarga aslinya, dibenci oleh netizen, dan bahkan pacarnya direbut oleh sang putri asli.
Ketika bangun dia bahkan sudah kehilangan kesuciannya, sungguh Elara sangat terkejut. tapi kenapa laki-laki ini begitu mencintainya?
Let’s start the story.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly-Ra?, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Kalau begitu, saya melawan anda untuk melindungi Ayla!" ucap Daffa dengan tegas, tidak ada ruang negoisasi lagi ketika dia mengatakan hal tersebut.
Keenan menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas, adiknya ini terlalu bodoh atau terlalu menyukai Ayla? Dia tidak mengerti. Walaupun Keenan menghargai Ayla tapi bukan berarti dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Siapapun tau siapa yang harus mengalah disini.
Menyinggung Tuan Arkan sama seperti mencari mati.
Kepala Elara menyembul keluar dari punggung Arkan, dia berjalan ke depan Arkan dengan tangan bersedekap dada, tidak lupa dengan senyuman remeh, "Tuan Daffa sebaiknya berpikir seperti itu, setelah mendengar rekaman ini."
Apa? Rekaman?
Semua orang menatap terkejut kearah Elara, bahkan Ayla mengerutkan keningnya dengan mengepalkan tangannya, seingatnya mereka tidak diperbolehkan menggunakan ponsel! Jadi darimana rekaman yang dimaksud Elara?
"Kamu bawa ponsel? kamu sudah melanggar peraturan bukan?" Ayla dengan berani langsung bertanya, dia menatap marah kearah Elara tanpa sembunyi-sembunyi dan menutupi wajahnya yang bengkak.
Elara mengangkat satu alisnya, "Eh? siapa yang bilang aku bawa ponsel? Memangnya cuman ponsel yang bisa merekam?"
Tanpa banyak bicara lagi, Elara mengeluarkan sebuah pena dari sakunya. Lalu dia menekan tombol play, ruangan itu menjadi sunyi- hanya pena rekaman yang mengisi udara, makian tajam, kata-kata tidak senonoh, semuanya mendengar ...
Plak!
Suara tamparan itu terdengar cukup keras dari pena rekaman, tanpa sadar Ayla mundur beberapa langkah sambil memegang wajahnya erat. Sepertinya tamparan itu cukup meninggalkan bayangan psikologis untuk Ayla.
Dengan wajah memucat dia memandang sekeliling, dimana orang-orang menatapnya tidak percaya, seakan sifat yang mereka lihat bukanlah seperti itu.
Daffa memegang lengan Ayla, membuat gadis itu berbalik menatapnya, "Gak mungkin itu kamu kan? Kamu gak seperti ini Ayla, aku gak percaya!"
Ayla tidak menjawab hanya menatap takut kearah Daffa, laki-laki didepannya terlihat marah dan kecewa, sangat menakutkan.
"Jadi selama ini ... " Daffa menarik napas dalam, suaranya mulai terdengar bergetar, "Kamu— kamu berbohong sama aku? Katanya Elara yang menyakitimu duluan, tapi ternyata kamu duluan yang memprovokasi dia?"
Elara tersenyum sinis mendengar hal itu, dia menatap Daffa tapi Arkan menariknya untuk berbalik menghadapnya, Arkan menatap dingin kearah Elara, melihat suaminya yang cemburu diam-diam Elara menyembunyikan wajahnya didada Arkan. membuat laki-laki itu tersenyum tipis.
"Jawab, Ayla!" desak Daffa, suaranya mulai panik dengan tersirat marah dan kecewa.
Ayla membuka mulutnya, tapi tak ada suara yang keluar, kali ini dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. semua orang membelanya karena reputasi dan kebaikan ... Perlahan-lahan runtuh.
Dunia yang dibangun oleh Ayla dengan topeng manisnya, dan berpura-pura tidak bersalah. Mulai hancur. Dibawah bukti yang tidak diharapkan olehnya.
Penggemar Ayla terdiam melihat hal ini, mereka tidak menyangka orang yang terlihat polos dan baik. punya sisi seperti ini.
"HAHAHAHA, kemana para penggemar Ayla? Keluar sini! Idolamu sangat buruk bukan?"
"Para penggemar Ayla akhirnya ditampar, idola yang katanya polos dan baik, ternyata punya sisi mengerikan seperti ini."
"Huh, mereka memarahi Elara dan Alira dengan sangat buruk, ternyata idola mereka yang lebih buruk!"
"Sial, Ayla terlalu tidak tahu malu! Aku tidak ingin menjadi penggemarnya lagi!"
"Aku malu sebagai penggemarnya, tidak sekarang aku bukan penggemarnya. Mataku terlalu buruk memandang seseorang."
"Jadi selama ini Ayla berpura-pura? SIALAN, AYLA KELUAR DARI INDUSTRI HIBURAN."
Dengan bungkamnya Ayla, Daffa merasakan sesak di dada. Perlahan-lahan dia menoleh kearah Elara, mendapati punggung tegak Elara— dingin dan tegak tak tergoyahkan.
Arkan yang menyadari mata Daffa, semakin mengeratkan tangannya di pinggang Elara, matanya sedingin es penuh peringatan, seakan sedang menatap musuh yang mengganggu wilayahnya, "Tuan Daffa sudah paham sekarang bukan? Apakah anda masih ingin melindunginya? Bahkan dia saja tak berani berbicara!"
Daffa menghela nafasnya, dia menundukkan kepalanya merasa menyesal, "Elara, maafkan aku ... Aku terlalu bodoh!" ucapnya pelan, dengan sedikit gemetar.
Elara tak langsung menoleh, dia mendongak menatap suaminya dengan senyuman manis. lalu memutar tubuhnya menatap tajam kearah Daffa, dengan wajah datar, "Heh? Aku tidak butuh permintaan maaf murahan mu itu."
"Aku tidak peduli kepada mu lagi, lagipula sudah tidak ada hubungan apapun diantara kita. Kamu hanyalah pria lemah yang tidak bisa membedakan yang mana baik dan buruk dalam penampilan seseorang, kamu disebut dewa keuangan. Tapi otakmu sangat bodoh dalam melihat hal lain," lanjut Elara dengan nada datar namun tajam.
Elara mendekati Ayla yang menunduk malu, dia melihat wajahnya sangat pucat, kedua tangannya mengepal, matanya sangat kosong seakan mentalnya sangatlah terpukul.
Dengan senyuman sarkasme dia menarik dagu Ayla untuk menatap matanya, "Hanya begini saja kamu sudah terpukul begitu jauh? lemah sekali, Ayla ini hanyalah permulaan kamu tahu bukan? Kamu dulu suka sekali menyiksaku perlahan-lahan, lalu rasakan bagaimana akibatnya nanti."
Perlahan-lahan Elara mundur menjauhi Ayla dan Daffa, ia kembali berdiri disamping Arkan, melihat telapak tangan istrinya. Arkan mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, dan menyeka telapak tangan Elara yang memegang Ayla. Dia memperlakukannya begitu teliti dan hati-hati seakan tidak ingin ada virus yang tertinggal, Elara terkekeh kecil dibuatnya.
Melihat Arkan yang sudah selesai menyeka tangannya, "Ayo pergi, kita lanjutkan saja misi yang tersisa," ajak Elara dengan menarik tangan Arkan, lagipula Elara sudah tidak ingin menampar wajah Ayla.
Keenan menatap Daffa penuh kekecewaan dia lalu pergi dari situ, diikuti oleh Alira yang menggelengkan kepalanya. Ternyata adiknya Keenan sebodoh itu dalam menilai orang.
Sutradara Bayu dan juru kamera juga pergi dari situ secara alami, mereka akan membicarakan tentang Ayla nanti. Sekarang biarkan program berjalan secara semestinya terlebih dahulu, setidaknya itu yang sutradara pikirkan.
Melihat tidak ada lagi orang yang mengawasi mereka, tidak ada lagi kamera. Ayla tertawa terbahak-bahak dengan air mata yang mengalir, dia tidak mengira hanya sebuah pena rekaman semua usahanya selama beberapa bulan sudah hancur total.
"Kamu gila? Pergi ke psikolog!" cibir Daffa dengan mengusap kepalanya, merasa pusing.
"Daffa, kamu dipercayakan orang itu untuk menjagaku, kamu tidak akan membenci ku kan?"
Mendengar hal itu Daffa menjadi bungkam, laki-laki itu menatap kearah jendela yang terlihat masih siang dan cerah. Sudah lama sekali dia pergi. Daffa hampir melupakan keberadaannya.
Daffa menatap tajam kearah Ayla yang masih menunduk, entah apa yang perempuan ini pikirkan, "Jangan coba-coba mengunakan ku! Aku tidak peduli lagi dengan hidup dan mati mu, kamu hanyalah alat baginya. Aku kira kamu benar-benar menyukaiku, ternyata sama saja."
Ayla memutar tubuhnya, menatap Daffa dengan senyuman sarkasme, "Kamu terlalu naif. kamu hanyalah pengganti ketika dia tidak ada, kasihan sekali hidupmu."
Mendapati provokasi dari Ayla, Daffa mengepalkan tangannya mencoba menahan emosi, laki-laki itu berjalan pergi dengan membanting pintu, membuat suara mengejutkan seluruh Villa tapi mereka berpura-pura tidak mendengar apapun.
Melihat emosi laki-laki itu, Ayla tersenyum dengan puas, memang dia hanyalah pengganti, dia tidak pernah menyukai Daffa.
...----------------...