follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Setelah Rico pulang, Aruni masih diliputi perasaan campur aduk. Bahagia karena Rico telah kembali dan menunjukkan keseriusannya, namun juga gugup membayangkan pertemuan dengan orang tua Rico. Malam itu, saat Om Amar dan Tante Dina sedang bersantai di ruang keluarga, Aruni memberanikan diri menceritakan ajakan Rico.
"Om, Tante," Aruni memulai, suaranya sedikit tersipu. "Rico mengajakku ke rumahnya akhir pekan nanti. Dia ingin aku bertemu orang tuanya."
Om Amar dan Tante Dina saling berpandangan, senyum tipis terukir di wajah mereka. Mereka sudah menduga hal ini akan terjadi. Karena mereka tau kalau Rico memang benar-benar serius dengan Aruni.
"Oh ya?" Tante Dina pura-pura terkejut. "Itu kabar bagus, Run!"
"Tapi... Aku jadi gugup, Tante," Aruni mengakui. "Apakah ini terlalu cepat? Dan bagaimana nanti kalau orang tua Rico tidak suka sama Aku?" Bayangan penolakan dari Bu Yanti masih membekas kuat di ingatannya.
Om Amar menepuk bahu Aruni lembut. "Nak, setiap hubungan pasti ada tahapannya. Ini adalah salah satu tahap penting. Kalau Rico sudah berani mengajakmu bertemu orang tuanya, itu artinya dia serius."
Tante Dina menggenggam tangan Aruni. "Lagipula, kamu kan sudah salat istikharah. Dan kamu bilang hatimu sudah tenang. Itu artinya Tuhan sudah memberimu petunjuk, bukan?"
Aruni mengangguk pelan. "Iya, Tante. Aku memang merasa begitu saat ini. Setelah berbulan-bulan akhirnya aku bisa melupakan dia, dan kini hatiku kembali terbuka untuk menerima orang baru. Apalagi setelah mendapat petunjuk dari Allah, aku bisa merasa tenang saat membuka hati untuk Rico. Dan mungkin dulu aku terlalu terburu-buru, tanpa melakukan ikhtiar seperti ini."
"Nah, kalau begitu, percaya saja pada petunjuk Tuhan dan pada dirimu sendiri," Tante Dina melanjutkan, nasehatnya bijak. "Kamu itu wanita baik, Nak. Pintar, sabar, dan mandiri. Tante yakin orang tua Rico pasti suka padamu."
Om Amar menambahkan, "Mungkin saja, ini adalah jalanmu menuju sebuah rumah tangga yang kamu inginkan selama ini. Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. InshaAllah."
Kata-kata bijak dari Om Amar dan Tante Dina menenangkan hati Aruni. Ia merasa lebih percaya diri sekarang. Kini Aruni tahu apa yang harus dia lakukan. Ia harus mempersiapkan diri, baik secara fisik maupun mental, untuk pertemuan penting itu.Apapun yang terjadi nanti, Dia harus siap.
Di sisi lain, Rico juga merasakan kepuasan luar biasa setelah harinya bersama Aruni. Pertemuan tak terduga itu dan obrolan panjang mereka telah melepas sebagian besar kerinduannya. Kini, ia tinggal menyelesaikan satu langkah lagi, mendapatkan restu penuh dari orang tuanya.
Setibanya di rumah, Rico langsung menemui orang tuanya, Ryu dan Amanda.
"Assalamualaikum, Mom, Dad," sapa Rico.
"Waalaikumsalam, Nak. Kenapa kamu kesini? Biasanya kamu akan tidur seharian. Bukannya tadi pagi baru sampai?" tanya Amanda.
"Iya, mom. Tadi Aku langsung ke sekolah Aruni. Habis itu kami makan siang dan jalan-jalan," Rico menceritakan dengan wajah berbinar. "Aruni tadi tanya kenapa aku menghilang."
Amanda tersenyum geli, melirik ke arah Ryu suaminya. "Oh, jadi begitu rupanya. Pantas saja anak mommy ini senyum-senyum terus dan nggak punya rasa capek karena pengen ketemu kekasih hati."
Amanda dan Ryu tersenyum geli. Ternyata anak mereka benar-benar sedang di mabuk cinta. Sampai tidak merasa jetlag dan capek sama sekali setelah perjalan yang sangat panjang.
"Lalu sekarang apa tujuanmu kemari, dan nggak pulang ke apartemen? " tanya Ryu yang sejak tadi hanya tersenyum melihat anaknya.
"Mom, dad," Rico beralih ke topik utama, "Aku sudah mantap. Aku akan mengajak Aruni ke rumah akhir pekan nanti. Aku ingin mengenalkannya dengan mommy dan daddy. "
Wajah Ryu dan Amanda langsung menunjukkan ekspresi antusiasme. Terutama Amanda yang sangat ingin bertemu lagi dengan Aruni. Ia sudah tidak sabar melihat reaksi Aruni saat tahu dirinya adalah mommynya Rico. Dia ingin melihat wajah terkejut Aruni saat rahasia itu terungkap. Sebuah skenario kecil yang sudah ia bayangkan sejak pertemuan di kafe.
"Bagus itu, sayang! mommy sudah tidak sabar ingin bertemu Aruni!" seru Amanda. "Nanti kita siapkan makan malam yang istimewa ya, dad." Ia melirik Ryu, yang hanya mengangguk setuju dengan senyum tipis.
Rico tersenyum lega. Restu orang tuanya sudah di tangan. Semoga saja pertemuan nanti berjalan lancar dan dia bisa segera menikahi Aruni.
Waktu berjalan cepat. Hari-hari kerja Aruni kembali normal, diisi dengan kesibukan mengajar dan sesekali membantu Tante Dina di rumah. Tidak ada hal spesial lain yang terjadi selain debaran jantung yang semakin kencang setiap kali mengingat hari yang dinanti, yaitu hari Sabtu. Rico juga disibukkan dengan pekerjaan kantornya yang menumpuk setelah ditinggal sebulan, namun pikirannya tak pernah lepas dari Aruni dan rencana akhir pekan mereka.
Dan hari itu akhirnya datang juga. Sabtu.
Aruni menghabiskan pagi harinya dengan menata diri, memilih pakaian terbaik yang ia miliki.
"Apa ini bagus, tante? " tanya Aruni sambil memilih-milih baju di lemarinya.
"Iya, itu bagus cocok dengan kulitmu dan kamu terlihat bersinar. "
"Apa tidak terlalu sederhana, tante?" tanya Aruni lagi masih ragu.
"Tidak, Jadilah dirimu sendiri, sayang. Jangan terlalu memaksakan diri dan menjadi orang lain. Tidak semua orang suka kepura-puraan. Ada yang suka dengan kesederhanaan. " Tante Dina kembali menasehati keponakannya itu.
Aruni tersenyum dan mengiyakan ucapan tantenya itu.
Gamis berwarna peach dan jilbab senada, membuatnya terlihat anggun namun tetap sederhana. Ia mencoba menenangkan hatinya yang berdebar tak karuan. Tante Dina juga ikut membantu menemaninya, memberikan dukungan dan kata-kata semangat.
Pukul lima sore, sebuah mobil hitam elegan berhenti di depan gerbang rumah Om Amar. Jantung Aruni berpacu. Itu Rico.
Rico turun dari mobilnya, mengenakan kemeja hitam lengan panjang dengan lengan ditekuk hampir siku, tampak sangat gagah. Ia tersenyum hangat kepada Aruni saat gadis pujaannya itu membukakan pintu untuknya.
"Sudah siap, Aruni?" sapa Rico.
Aruni mengangguk, sedikit gugup. "Sudah."
"Ayo."
Setelah berpamitan dengan Dina dan Amar mereka berdua berjalan meninggalkan rumah.
Rico membukakan pintu mobil untuk Aruni. Mereka pun melaju menuju rumah Rico, menuju babak baru yang penuh misteri dan harapan. Perjalanan terasa singkat, tanpa kata hanya musik yang mengisi ruangan mobil yang dingin itu, setiap detiknya dipenuhi dengan pikiran tentang pertemuan itu. Ia berharap segalanya akan berjalan baik, dan bahwa ini adalah awal dari kebahagiaan yang sesungguhnya.
"Apa kau gugup? " tanya Rico memecah keheningan.
"Sedikit." jawab Aruni ragu
"Tenanglah, kedua orang tuaku, orang baik. Mereka tidak akan Menggigitmu. " balasnya sambil terkekeh.
Setibanya di rumah Rico, Aruni melangkah masuk dengan perasaan campur aduk. Ia disambut kehangatan ruang keluarga, namun matanya langsung tertuju pada dua sosok yang sudah menunggunya. Sosok seorang pria paruh baya yang berwibawa, dan seorang wanita cantik yang sangat familier. Senyum di bibir wanita itu terukir jelas, sebuah senyum yang sama persis seperti yang ia lihat di kafe waktu itu.
"Tante? "