Setelah mengetahui sebuah rahasia kecil, Karina merasa bahwa ia akan mendapatkan banyak keuntungan dan tidak akan rugi saat dirinya mendekati Steve, pewaris dari perusahaan saingan keluarganya, dengan menawarkan sebuah kesepakatan yang sangat mungkin tidak akan ditolak oleh Steve. Sebuah pernikahan yang mendatangkan keuntungan bersama, baik bagi perusahaan maupun secara pribadi untuk Karina dan Steve. Keduanya adalah seseorang yang sangat serius dan profesional tentang pekerjaan dan kesepakatan, ditambah keduanya tidak memiliki perasaan apa pun satu sama lain yang dapat mempengaruhi urusan percintaan masing-masing. Jadi, semuanya pasti akan berjalan dengan lancar, kan? * * Cerita ini hanyalah karangan fiksi. Baik karakter, alur, dan nama-nama di dalam tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theodora A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
•
Karina benar-benar terpana, dirinya seperti tersihir oleh tatapan dan sentuhan Steve yang lembut. Setiap jari-jari Steve yang menyentuh permukaan kulitnya meninggalkan sensasi menggelitik yang aneh untuknya. Dan dirinya yang dipeluk dan dihibur oleh Steve seperti ini membuat Karina teringat akan kenangan hangat di masa kecilnya, ketika dirinya menggenggam tangan ayahnya dengan satu tangan dan tangan lainnya menggenggam tangan ibunya, melintasi padang rumput yang subur dan hijau, tempat di mana kebahagiaan tumbuh bagaikam tanaman anggur yang merambat.
Suara hujan deras yang tadinya terdengar begitu lebat kini seakan memudar di telinga Karina, saat seluruh indera yang ada di tubuhnya memusatkan perhatian pada Steve. Secara aneh, Karina seperti melihat wajah orang-orang yang disayanginya melintas dan muncul pada wajah Steve seperti teknologi AI yang canggih.
Pertama-tama, Karina melihat wajah ayahnya, dengan senyum yang lebar hingga membuat sudut matanya berkerut. Kemudian, ia melihat wajah ibunya, tersenyum lebar menampakkan deretan giginya yang berjajar sempurna, dengan wajah yang terlihat sangat muda untuk usianya. Selanjutnya, Karina melihat wajah Chloe, satu-satunya orang yang ia anggap sebagai sahabat di dunia ini, dengan rambut panjangnya yang berwarna cokelat karamel, tersenyum lebar padanya hingga matanya menyipit.
Kemudian, Karina melihat wajah Felix. Felix nya, dengan rambut pirangnya yang lembut dan mata yang jernih bagaikan tetesan embun di pagi hari. Wajahnya yang sempurna bagaikan diukir oleh seorang seniman handal, tersenyum hangat dan menatapnya penuh cinta.
“Rina...”
Karina kembali mendengar nama panggilannya itu disebut, dan gambaran wajah Felix yang ada pada pandangannya perlahan berubah menjadi wajah Steve yang kini sedang menatapnya dengan mata yang memancarkan kehangatan yang terasa tidak asing lagi bagi Karina.
Karina tidak sadar bahwa dirinya sedang menatap Steve dengan lekat. Ia tidak sadar bahwa dirinya bahkan tidak berkedip sedikit pun. Karina tidak sadar ketika tatapannya turun menatap hidung Steve, khususnya pada lekukan kecil imut yang ada di ujung hidungnya. Dirinya juga tidak sadar ketika matanya lalu beralih pada rambut hitam Steve yang sedikit berantakan setelah tidur, sampai ia melihat tangannya sendiri yang muncul di bidang penglihatannya, terulur untuk merapikan rambut hitam tersebut.
Tatapan Karina bertahan pada tangannya yang kini sedang mengelus-elus rambut Steve pelan, sampai tiba-tiba sebuah kilatan cahaya putih muncul bagai membutakan penglihatannya, yang langsung diikuti dengan suara petir yang menggelegar. Karina tersentak, memajukan dirinya dan berniat untuk kembali meringkuk di dalam pelukan Steve. Namun, apa yang tidak ia sangka adalah, bagaimana bibirnya tanpa sengaja malah bertemu dengan bibir Steve.
Steve menarik diri dengan kaget, tangannya yang sedang mengelus pelan belakang kepala Karina berhenti dan dia menatap Karina dengan mata yang sedikit melebar. Karina tersadar, dirinya baru saja tanpa sengaja mencium Steve. Karina langsung merasa panik. Ia merasa wajahnya memanas dan jantungnya mulai berdegup lebih kencang.
"M-maaf...." gumam Karina pelan, sudah siap untuk menarik diri. Ia berniat berbalik dan bergeser kembali ke sisi tempat tidurnya. Ia merasa tidak ingin menatap wajah Steve lebih lama lagi dan terjebak dalam ketegangan yang canggung.
Namun saat dirinya baru saja akan berbalik, Karina merasakan tangan Steve yang menahan tubuhnya, membuat ia mau tidak mau melirik kembali ke arah pria itu. Steve diam sesaat dan menatap Karina lekat-lekat. Karina merasa jantungnya berpacu semakin cepat ketika ia melihat Steve yang mengulurkan tangannya, menyentuh lehernya dan menariknya kembali. Kini bibirnya kembali bertemu dengan bibir Steve yang lembut.
Karina sempat membeku beberapa detik, hingga akhirnya ia memejamkan matanya dan membalas ciuman itu. Karina sangat sadar, dirinya tidak seharusnya melakukan ini. Otaknya memberitahunya bahwa ia tidak seharusnya membalas ciuman Steve, ia seharusnya menarik diri karena ini bukan lah bagian dari rencana dan kesepakatan mereka. Mereka tidak seharusnya berciuman seperti ini ketika ibu mereka tidak melihat. Namun tubuhnya sama sekali tidak bisa sinkron dengan pikirannya. Lengan Karina dengan otomatis melingkari leher Steve, menarik pria itu lebih dekat hingga kini tubuh Steve berada tepat di atas tubuhnya.
Suara petir yang menggelegar kembali terdengar, namun kali ini suara itu sama sekali tidak mencapai telinga Karina. Semua suara terdengar seperti dengungan yang jauh di telinganya saat ini. Karina hanya bisa mendengar suara jantungnya sendiri yang berdegup kencang di balik tulang rusuknya, dan tubuhnya bergetar namun kali ini karena alasan yang berbeda. Steve melepaskan tangannya dari leher Karina, satu tangan menopang tubuhnya agar tidak menindih tubuh Karina yang kecil, dan tangan lainnya perlahan menyelinap ke balik piyama tidur Karina, membuat Karina sedikit tersentak ketika merasakan tangan Steve yang sangat hangat menyentuh kulit perutnya yang dingin.
Karina memiringkan kepalanya ke belakang ketika ia merasakan bibir Steve yang perlahan turun untuk mendaratkan ciuman di lehernya, menggigit dan memetakan bercak merah lainnya di sana. Karina tidak mengerti bagaimana tubuhnya menolak untuk mematuhi perintah otaknya, ia sama sekali tidak bisa mendorong tubuh Steve agar menjauh darinya tidak peduli seberapa banyak otaknya memerintahkan hal itu. Setiap kali Steve menarik bibirnya dari lehernya, tanpa sadar Karina akan menariknya kembali. Dan entah bagaimana, kini posisi mereka berganti dengan Karina yang duduk mengangkangi pinggang Steve.
Tangan Karina bertumpu pada bahu lebar Steve, wajahnya tenggelam pada leher Steve, mencium dan menggigit pelan di sana. Karina tidak tahu apakah yang ia lakukan ini akan meninggalkan bekas, namun dirinya pun tidak terlalu peduli ketika Steve merespon dengan menarik tubuhnya lebih dekat. Dan mereka melanjutkan aktivitas mereka ke level yang lebih, tidak sadar bahwa hujan sudah berhenti dan suara gemuruh petir tidak terdengar lagi. Yang bisa Karina dan Steve dengar hanya lah suara desahan mereka masing-masing.
Di dalam benaknya, Karina menyalahkan semua ini pada hujan badai yang datang secara tiba-tiba malam ini, yang membuat dirinya tidak dapat berpikir dengan jernih. Dirinya tahu bahwa yang mereka lalukan ini tidak benar, Karina harusnya menyadari ada yang salah ketika tidak ada sedikit pun kecanggungan di antara dirinya dan Steve ketika semuanya selesai. Hal pertama yang mereka lakukan hanya lah tersenyum lembut satu sama lain, dan memutuskan untuk tidur. Dan di dalam benaknya, Karina menyalahkan Steve yang membiarkan dirinya terlalu nyaman dengan kehangatan yang dia berikan.
Ketika nafas Karina mulai teratur yang menandakan dirinya sudah tertidur, Steve membenamkan hidungnya pada puncak kepala Karina. Matanya sendiri mulai terasa berat ketika dia melirik jam dan melihat waktu sudah menunjukkan pukul 5.12 pagi.
Sayup-sayup, Steve mendengar Karina yang berbicara dalam tidurnya. Dan hal terakhir yang dia dengar sebelum kesadarannya meredup adalah namanya sendiri yang keluar dari bibir Karina. Itu menimbulkan perasaan aneh yang membuatnya tersenyum.
Dan kini Steve menjadi alasan Karina bisa tidur nyenyak saat badai petir terjadi untuk pertama kalinya dalam hidupnya.
•
•