Nayla hidup dalam pernikahan penuh luka, suami tempramental, mertua galak, dan rumah yang tak pernah memberinya kehangatan. Hingga suatu malam, sebuah kecelakaan merenggut tubuhnya… namun tidak jiwanya.
Ketika Nayla membuka mata, ia terbangun di tubuh wanita lain, Arlena Wijaya, istri seorang pengusaha muda kaya raya. Rumah megah, kamar mewah, perhatian yang tulus… dan seorang suami bernama Davin Wijaya, pria hangat yang memperlakukannya seolah ia adalah dunia.
Davin mengira istrinya mengalami gegar otak setelah jatuh dari tangga, hingga tidak sadar bahwa “Arlena” kini adalah jiwa lain yang ketakutan.
Namun kejutan terbesar datang ketika Nayla mengetahui bahwa Arlena sudah memiliki seorang putra berusia empat tahun, Zavier anak manis yang langsung memanggilnya Mama dan mencuri hatinya sejak pandangan pertama.
Nayla bingung, haruskah tetap menjadi Arlena yang hidup penuh cinta, atau mencari jalan untuk kembali menjadi Nayla..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erunisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1, Terbangun di Tempat Yang Lain
Nayla membuka matanya perlahan, cahaya lampu yang masuk ke matanya terasa sangat menyilaukan. Setelah matanya terbuka, Nayla merasa ada beban berat yang menindih tubuhnya, matanya terbuka semakin lebar dan Nayla merasa dia terbangun di tempat yang asing. Nayla mencoba untuk bangun, dan melihat ke tubuhnya sebenarnya apa yang sedang menindih tubuhnya, namun Nayla langsung terlonjak kaget karena yang ada disampingnya adalah seorang pria asing yang tangannya menggenggam tangan Nayla, ia juga mendengar suara detak mesin berirama pelan memenuhi telinga Nayla. Tubuhnya terasa berat, seakan ia diselimuti batu.
"Di mana aku?" kata itu yang pertama kali terlintas dipikiran Nayla.
Ketika penglihatannya semakin jelas, Nayla mendapati langit-langit kamar berwarna krem dengan lampu chandeliers kecil di atasnya. Kain tirai putih tipis bergoyang pelan diterpa angin dari AC. Kamar itu terlalu mewah, terlalu rapi, terlalu sunyi…
Terlalu bukan tempat yang Nayla kenal.
Nayla ingin bangun, namun tangannya terasa berat.
Nayla mengerjap.
Wajah lelaki itu tampan, rahangnya tegas, alisnya tebal, dan rambutnya sedikit berantakan seperti sudah berhari-hari tidak tidur.
“Arlena…”
Suara itu serak, bergetar.
Mata lelaki itu membesar saat sadar Nayla membuka mata.
“Ya Tuhan…akhirnya kamu bangun.” pria itu langsung berdiri, mencondongkan tubuh, dan memegang wajah Nayla dengan kedua tangannya. Sentuhannya hangat, lembut, sesuatu yang tidak pernah Nayla rasakan dari siapa pun, apalagi dari suaminya dulu.
Nayla menelan ludah.
"Arlena?Siapa itu?" Nayla merasa bingung.
Lelaki itu memeluknya hati-hati, seolah ia barang yang mahal.
“Aku takut kamu nggak akan buka mata lagi,” bisiknya, suara patah. “Tolong jangan bikin aku takut seperti itu lagi.”
Nayla kaku.
Jantungnya berdebar tidak karuan bukan karena cinta, tapi karena bingung.
Nayla membuka mulut untuk bertanya siapa lelaki itu, tapi suaranya masih serak.
“Siapa…”
Nayla berhenti, tenggorokannya seperti tergores.
Lelaki itu buru-buru mengambil segelas air dari meja sisi ranjang. “Pelan-pelan.” Ia menyodorkan gelas itu dengan kedua tangan, seakan menyajikan barang paling berharga di dunia.
Nayla meraih gelas. Tangannya gemetar.
Ia terbiasa dimarahi jika menjatuhkan barang. Terbiasa dipelototi. Terbiasa dituding ceroboh.
Tapi lelaki ini justru menopang gelas itu, memastikan tidak tumpah sedikit pun.
Setelah minum beberapa teguk, Nayla mengumpulkan nyali.
“Saya di mana…?” bisiknya.
Lelaki itu tersenyum, senyum yang penuh kelegaan dan kasih. “Di kamar kita. Di rumah. Kamu pingsan dari kemarin setelah jatuh dari tangga. Aku benar-benar khawatir.”
Nayla tercekat.
“Tangga…?” ia bergumam.
"Rumah?Kamar?pingsan?Kita?Siapa kita?" banyak sekali pertanyaan di kepala Nayla
Lelaki itu kembali duduk di sisi ranjang, memegang tangan Nayla begitu lembut, seperti memegang sesuatu yang rapuh.
“Aku Davin.” Ia menatap Nayla dalam-dalam. “Suamimu.”
Dunia Nayla seolah berhenti berputar.
"Suami?Bagaimana bisa?" seingat Nayla suaminya bernama Edo, dan dengan tampang yang biasa-biasa saja, bukan seperti pria dihadapannya.
Nayla menoleh dan menatap kaca di samping meja, dan refleksi wajah yang kembali menatapnya membuat darahnya berlari dingin.
Itu bukan wajahnya. Itu bukan dirinya.
Rambutnya lebih panjang, kulitnya lebih cerah, hidungnya lebih mancung, bibirnya lebih penuh. Wajah itu cantik, terlalu cantik, dan sama sekali berbeda dari wajah Nayla yang ia kenal seumur hidup.
"Apa yang terjadi pada tubuhku?" pertanyaan itu langsung muncul di kepala Nayla.
Davin memeluknya kecil, mengelus punggungnya lembut. “Akhirnya kamu sadar. Aku berjanji, apa pun yang terjadi… aku nggak bakal biarin kamu jatuh lagi.”
Nayla terpaku. Suara lembut itu…Pelukan hangat itu…Cara lelaki itu memperlakukannya penuh hati-hati…
Sungguh kontras dengan kehidupan Nayla sebelumnya, suami tempramental, rumah penuh teriakan, dan mertua yang galak.
Nayla berusaha menarik tangannya, takut membuat lelaki itu tersinggung seperti Edo dulu.
Tapi sebaliknya, Davin justru mengendurkan genggaman dan berkata pelan, “Maaf kalau aku bikin kamu kaget. Aku cuma… senang kamu akhirnya sadar.”
Davin tersenyum hangat, senyum yang membuat dada Nayla bergetar aneh.
Untuk pertama kalinya dalam hidup Nayla…
Ada orang yang benar-benar menunggu ia sadar.
Menunggu ia kembali.
Tanpa marah. Tanpa bentakan. Tanpa menyalahkan.
Nayla menutup mata, berusaha menenangkan gemuruh di dadanya.
Kehidupan apa yang sedang aku masuki ini? pikiran Nayla.
"Dan siapa sebenarnya Davin…kenapa dia memandangku seperti aku ini dunianya?"
Nayla akhirnya meminta izin ke toilet dan Davin dengan senang hati mengantar Nayla, namun Nayla menolak, Davin tetap mengantar Nayla sampai didepan toilet.
Nayla merasa sangat asing, kamar yang begitu luas bahkan kamar mandinya saja seluas ruang tamu rumah kontrakannya, Nayla menatap pantulan wajahnya dicermin yang ada di kamar mandi, itu bukan wajahnya dan Nayla sadar kalau dia terbangun ditubuh orang lain.
Davin yang merasa Arlena masih linglung, meminta Arlena untuk istirahat lagi, apalagi waktu juga masih menunjukan pukul tiga pagi, Nayla yang bingung memilih kembali memejamkan mata, berharap ini hanya sebuah mimpi.
---
Pagi harinya, sinar matahari masuk perlahan melalui tirai tipis yang berkibar lembut.
Nayla membuka mata, dan Nayla kaget karena dia masih berada diruangan yang sama, Nayla pikir dia akan terbangun kembali di kamar kontrakannya.
Nayla duduk perlahan, tubuhnya masih lemas. Setiap inci kamar terasa asing. Terlalu mewah… terlalu besar… terlalu jauh dari kehidupan yang ia kenal.
“Ini bukan rumahku,” gumam Nayla lirih.
Tangannya meraba rambut panjang yang bukan miliknya. Wajah di cermin juga bukan wajah yang ia kenal. Semakin ia melihat, semakin jantungnya berdegup panik.
"Siapa aku sekarang? Siapa Arlena?"
Untuk menenangkan diri, Nayla meraih remote televisi di samping tempat tidur dan menyalakannya. Ia tidak tahu channel apa yang muncul, tapi suara penyiar berita langsung memenuhi ruangan.
“Seorang wanita bernama Nayla Pratiwi, 27 tahun, tewas dalam kecelakaan lalu lintas tadi malam.”
Napas Nayla terhenti. Gambar kecelakaan itu ditampilkan di layar.
Nayla melihat tubuhnya. Tubuh Nayla. Tubuh asli yang ia kenal seumur hidup.
Pakaiannya…Tas kecilnya…Bahkan gelang yang diberikan ibunya…Semua terlihat jelas.
Tubuh itu tergeletak di jalan, dikerumuni warga dan polisi. Wajahnya ditutupi kain putih.
Nayla menutup mulutnya dengan gemetar.
"Itu aku. Itu tubuhku.Aku… meninggal?" pertanyaan itu memenuhi kepalanya.
Seketika, potongan ingatan datang seperti kilatan petir.
Teriakan Edo yang marah malam kemarin, Nayla menangis, dan kemudian Ia keluar dari rumah, berjalan cepat, ingin menenangkan diri.
Lalu suara klakson. Lampu mobil yang terlalu dekat.
Tubuhnya terpental. Gelap.
Nafas Nayla tersengal, bahunya bergetar.
“Tidak mungkin… tidak mungkin…” gumam Nayla sambil memegang dadanya.
Ia menatap wajah di cermin sekali lagi. Kulitnya lebih cerah. Bibirnya berbeda. Matanya bukan matanya. Rambut yang terlalu panjang, terlalu halus, terlalu bukan dirinya.
"Aku mati… tapi aku bangun sebagai orang lain?"bisik Nayla.
Nama yang disebut Davin menyayat keheningan pikirannya.
"Arlena. Aku… Arlena?"
Jantungnya berdetak keras.
Hatinya hancur, bingung, takut, tetapi di atas semua itu… ia sadar sesuatu yang lebih menakutkan.
Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahu bahwa jiwa Nayla terperangkap dalam tubuh wanita bernama Arlena.
Perlahan pintu kamar terbuka.
Davin masuk membawa nampan sarapan. Davin tersenyum hangat ketika melihat Nayla menatapnya.
“Sayang, kamu sudah bangun? Aku buatkan bubur kesukaanmu. Katanya setelah ping—”
Namun kalimat Davin terputus ketika melihat wajah Nayla yang pucat dan mata yang merah.
Davin buru-buru mendekat. “Arlena? Kamu kenapa? Sakit? Sesak? Apa yang—”
Nayla menggeleng pelan.
Bagaimana Nayla bisa menjelaskan bahwa ia bukan Arlena?
Bahwa ia adalah wanita lain yang seharusnya sudah dikuburkan hari ini?
Bahwa tubuh yang berada di berita itu… adalah dirinya sendiri?
Tapi saat Davin menyentuh punggungnya dengan lembut, menatapnya dengan kekhawatiran tulus, Nayla hanya mampu berbisik.
“…Aku bukan Arlena.”
Davin terdiam.
"Sayang, aku tahu kamu sudah tidak menginginkan hubungan kita, tapi kamu masih istriku, biarkan aku merawat kamu sekali ini lagi."
Nayla melongo mendengar jawaban Davin, entah masalah rumah tangga seperti apa yang sedang dialami oleh Davin dan Arlena, karena Nayla merasa Davin sangat mencintai Arlena, tetapi Davin malah mengatakan Arlena sudah tidak menginginkan hubungan mereka.
"Ya Tuhan..aku harus melakukan apa?" Nayla merasa bingung sendiri.