“Menikahlah denganku, lahirkan keturunanku, dan aku akan membantumu.”
Penawaran dari Sagara dengan imbalan yang cukup fantastis membuat Lisa seakan mendapatkan angin segar di tengah tuntutan hutang yang menggunung. Namun, gadis itu tak memiliki cukup keberanian untuk mengambil tawaran itu karena Lisa tahu bahwa Sagara telah memiliki istri dan Lisa tidak ingin melukai perasaan istri Sagara.
Hingga akhirnya Lisa kembali dihadapkan pada kabar yang mengguncang pertahanannya.
Ia harus memilih antara menjadi istri kedua dan melahirkan keturunan Sagara dengan imbalan yang besar, atau mempertahankan harga diri dan masa depannya, tetapi ia harus kehilangan orang yang ia sayangi.
Lalu, bagaimana dengan keputusan Lisa? Dan apa sebenarnya yang buat Sagara akhirnya berpaling dari istrinya?
Yuk, ikuti terus kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lisa, maukah kamu menikah denganku?
Lisa benar-benar mengajak Sagara menuju ke tempat makan langganannya. Sebuah warung tenda pecel lele menjadi pilihannya karena selain murah, di sana dirinya bisa meminta ekstra sambal dengan harga cukup murah dari warung tenda lainnya. Gadis itu melirik Sagara, rupanya pria itu tidak bereaksi apapun meski dirinya mengajak pria itu makan di pinggir jalan.
“Kamu nggak apa-apa, kan kita makan di tempat seperti ini?” tanya Lisa yang tampak begitu khawatir.
“Nggak masalah. Memangnya kamu ingin aku bagaimana? Kamu pikir aku nggak pernah makan di warung tenda seperti ini hm?”
Lisa mengangguk. “Biasanya orang kaya selalu dijaga makanannya. Makanya aku agak khawatir ngajak kamu ke sini,”
“Pasti kamu nggak tahu kalau makanan kesukaanku itu pecel lele. Dulu, pas waktu SMA aku sering kali keluar malam sama temen-temen, mereka ngajakin kulineran malam salah satunya ya ini. Warung tenda pinggir jalan kayak gini. Jadi kalau kamu berpikir, aku nggak pernah makan makanan pinggir jalan, kamu salah besar. Udah, yuk, keluar sekarang, keburu malam dan tutup.” Sagara segera turun dari mobil. Niatnya ingin membukakan pintu untuk Lisa, tetapi gadis itu sudah lebih dulu keluar dari sana.
Lisa mempercepat langkahnya menghampiri Sagara dan kembali berjalan beriringan. “Aku kira nggak pernah, loh mas. Jadi, bisa nih kapan-kapan kita kulineran kayak gini lagi,”
“Tentu. Kamu tinggal tentukan tempat dan waktunya, kita bisa pergi sama-sama.”
Empat puluh menit berlalu, Sagara dan Lisa telah menghabiskan pesanan mereka. Sesuai janjinya, Lisa benar-benar memberikan traktiran untuk Sagara, dan Sagara juga tidak memaksa untuk membayar demi menghargai keputusan Lisa.
Kini mereka telah kembali ke mobil hendak pulang ke rumah. Namun, Sagara tidak kunjung menyalakan mesin mobilnya membuat Lisa keheranan.
“Ada yang ketinggalan, mas?”
Sagara menggeleng. “Kamu tahu,'kan, kalau hari ini aku sidang putusan, sekarang aku sudah benar-benar lepas dari Dewi. Jadi apakah kamu sudah siap untuk ke jenjang selanjutnya?”
“Apa jika aku katakan kalau aku nggak siap, kamu akan menundanya?”
“Tentu saja tidak. Kalau bisa aku akan langsung menikahimu hari ini juga!”
Lisa mengembuskan napasnya pelan. “Kita kelihatan jahat banget nggak sih, mas. Kamu baru saja cerai, loh. Masa mau langsung nikah, aku ngerasa, kok jahat banget, gitu.”
Sagara mengusap wajahnya kasar. Ia tahu Lisa memiliki rasa kepedulian yang tinggi, tetapi ia juga kesal karena Lisa cenderung memikirkan perasaan orang lain dan mengabaikan dirinya sendiri.
Inginnya, Lisa setuju dan langsung meminta dinikahi dan mengabaikan orang lain, terlebih orang lain itulah yang menyakiti lebih dulu. Tidak ada salahnya menjadi terdepan. Toh, menurut Sagara tindakan yang diambil Lisa tidak salah karena gadis itu menikah dengan duda, bukan pria beristri, meski status duda baru saja disandang hari ini.
“Kenapa kamu hanya memikirkan perasaan orang lain, tapi mengabaikan perasaanku apalagi perasaanmu sendiri. Aku tahu kalau kamu belum mencintaiku, tapi aku akan buktikan, tidak akan lama lagi kamu akan memiliki perasaan yang sama seperti yang aku rasakan,” pungkasnya.
Lisa mengangguk paham, ia tahu sikapnya yang tidak enakan menjadikan dirinya merasa rendah. Bahkan terkadang tanpa sengaja ia mengabaikan dirinya sendiri. Namun, ia juga tidak bisa menutup mata begitu saja, seolah tengah tertawa di atas penderitaan orang lain. Namun, setelah mendengar perkataan Sagara, ia baru tersadar, jika selama ini dirinya tidak berpikir jauh dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk.
“Aku terlalu kekanak-kanakan ya mas? Kamu yang sudah menolongku dan berulang kali mengatakan kalau kamu serius denganku, tapi aku seolah mempermainkanmu. Aku cenderung banyak mikir daripada bertindak.”
“Tidak. Sama sekali tidak kekanak-kanakan. Hanya saja, cobalah sekali saja, ikuti kata hatimu tanpa memikirkan orang lain. Aku tahu semua orang memiliki sifatnya masing-masing, tapi aku harap kamu juga tidak mengabaikan dirimu sendiri.”
“Oke. Sepertinya menunggu kamu siap, akan membutuhkan waktu yang terlalu lama. Satu minggu ke depan aku akan langsung menikahimu!”
Perkataan Sagara membuat mata Lisa terbelalak. Ia tidak menyangka Sagara akan langsung menikahinya. Bukankah seharusnya pria itu meminangnya lebih dulu, tetapi kenapa justru langsung menikah.
“Mas, bukannya kita juga sepakat untuk melakukan lamaran. Kenapa sekarang langsung menikah?”
“Karena aku pikir itu lebih baik. Toh, kamu nggak mau pernikahan kita diramaikan. Ibu serta ke dua adikmu juga sudah setuju, jadi lebih baik kita percepat saja acara pernikahan kita.”
“T-tapi, mas, aku—”
Sagara menggeleng. “Kita sudah melangkah sejauh ini dan aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Lisa. Aku tidak peduli mau kamu berpikir buruk sekalipun tentang niatku, aku akan tetap langsung menikahimu. Besok, aku akan langsung mendaftarkan berkas pernikahan kita ke kantor urusan agama.”
“Tapi, ibu bagaimana. Ibu pasti terkejut, mas. Aku, a-aku—” Lisa tampak gelagapan, bahkan untuk mengeluarkan suara pun dirinya merasa tertahan. Napasnya tercekat, ia tidak menyangka jika Sagara akan menikahinya secepat ini dari waktu yang mereka rencanakan.
Menghembuskan napasnya pelan, Sagara menatap dalam ke arah Lisa yang tampak kebingungan.
“Tadi sore, sebelum ke sini, aku, mama, dan papa sudah mendatangi rumahmu dan membicarakan hal ini dengan ibu. Maaf karena tidak mendiskusikan hal ini lebih dulu denganmu. Tapi baik keluargaku maupun keluargamu semua sudah setuju kalau pernikahan kita dipercepat.” Sagara tampak menjeda ucapannya untuk melihat reaksi dari Lisa. Namun, gadis itu hanya terdiam, seolah menunggu kalimat yang akan diucapkan Sagara selanjutnya.
“Mama khawatir kalau Dewi akan segera mengetahui hubungan kita dan mengacaukan semuanya. Jadi lebih baik kita segera menikah sehingga aku bisa leluasa dalam menjagamu.”
“Kenapa ibu nggak ngabarin, aku. Kamu juga sama, yang menikah itu aku, loh, bukan ibu. Tapi aku nggak diikutsertakan dalam pertemuan hari ini,”
“Karena aku tahu jawabanku pasti bersedia, makanya aku nggak ngabarin kamu. Toh, setelah lamaran, kita juga langsung menikah, jadi lebih baik kita langsung aja nikahnya, jangan ditunda lagi.”
“Aku pikir kamu akan menikahiku secara siri, mas. Apa kamu yakin, mau meresmikan secara negara pernikahan kita?”
“Tentu saja. Kamu pilihanku dan aku mau kamu seterusnya menjadi istriku satu-satunya.”
Sagara tersenyum, kemudian merogoh saku jas yang ia kenakan. Tampak sebuah kotak kecil bludru berwarna merah dalam genggamannya.
“Lisa, maukah kamu menikah denganku?” ucap Sagara sembari membuka kotak yang berisikan cincin berlian.
Bersambung