Saat keadilan sudah tumpul, saat hukum tak lagi mampu bekerja, maka dia akan menciptakan keadilannya sendiri.
Dikhianati, diusir dari rumah sendiri, hidupnya yang berat bertambah berat ketika ujian menimpa anak semata wayangnya.
Viona mencari keadilan, tapi hukum tak mampu berbicara. Ia diam seribu bahasa, menutup mata dan telinga rapat-rapat.
Viona tak memerlukan mereka untuk menghukum orang-orang jahat. Dia menghukum dengan caranya sendiri.
Bagaimana kisah balas dendam Viona, seorang ibu tunggal yang memiliki identitas tersembunyi itu?
Yuk, ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Semakin malam semakin nyaring raungan motor di jalan sepi itu. Tak ada patroli dari pihak berwajib, mereka bebas balapan tanpa properti keamanan yang memadai. Begitulah anak-anak muda, ingin menunjukkan diri pada dunia.
"Di mana Dicky? Kenapa dia belum datang?" tanya Diaz kesal.
Berkali-kali dia melirik jam di pergelangan tangannya, dan berdecak kesal karena detik sudah berganti menit.
"Mungkin pamannya tahu dia akan pergi," duga temannya yang disambut umpatan oleh Diaz.
"Orang tua itu selalu ikut campur urusan anak muda. Menyebalkan!" Dia menaiki motor, melaju ke barisan peserta balap.
Balapan akan dimulai dalam beberapa menit lagi, semua peserta sudah bersiap dalam posisi. Hanya posisi Dicky yang kosong, dan peserta terakhir.
Suara raungan motor di kejauhan membuat mereka semua menoleh. Itu adalah Dicky, ia melambaikan tangan bersiap memasuki posisi. Namun, sebuah motor lain menyalip, dan mendahului Dicky menempati posisinya dengan sangat akurat. Dia peserta terakhir, peserta yang ditunggu-tunggu oleh Diaz.
"Sial! Beraninya dia mendahuluiku!" umpat Dicky seraya mempercepat laju motor dan memenuhi barisan.
"Apakah dia yang kau maksud?" tanya Diaz pada rekannya tadi.
"Ya, memang dia, tapi aku tidak tahu seperti apa wajahnya. Dia datang dengan mengenakan masker dan helm," jawab laki-laki itu sembari menatap Viona tanpa berkedip.
Diaz menegakkan tubuh, menatap lebih jelas sosok bidadari yang terbungkus pakaian balap itu.
"Dia terlihat lumayan. Tubuhnya bagus dan sepertinya memang menyenangkan bisa bermain-main dengannya," ujar Diaz sambil tersenyum mesum menatap tubuh Viona yang nampak seksi duduk di atas motor.
"Hati-hati dengan matamu jika kau tak ingin kehilangannya!" ketus Viona seraya berbalik menoleh dan menatap tajam pada Diaz.
Mata itu, mata yang sama dengan milik gadis yang dia gagahi waktu itu. Jantung Diaz berdegup tak menentu, tak sanggup dirinya menatap lama-lama manik tajam milik Viona. Tatapan itu mengingatkannya pada Merlia.
"Bagaimana? Bukankah dia menarik? Ancamannya ... entah mengapa membuatku semakin bergairah," ucap temannya tak sabar ingin mencicipi tubuh Viona.
Sementara Diaz, terdiam tanpa kata. Antara percaya dan tidak, wanita itu mirip sekali dengan Merlia. Sedikit hatinya merasa takut akan pembalasan yang dilakukan gadis itu. Ia melengos ke depan, lebih memilih menghidupkan motor untuk mengusir perasaan gusar yang melanda hatinya.
Itu bukan dia. Aku yakin bukan dia. Tenang, Diaz. Tenangkan dirimu!
Diaz meyakinkan hatinya, tapi tetap saja bayangan kedua manik Viona yang tajam mengganggu pikirannya.
Dicky memperhatikan Diaz dan pembalap yang baru saja menyalipnya. Ia teringat sesuatu ketika bersitatap dengan manik Viona. Sosok seorang wanita yang cantik melintas dalam ingatan, dia wanita yang tak sengaja bertemu di rumah pamannya.
"Kau wanita itu. Aku tidak menyangka kau suka balapan. Apa kau mengingatku? Paman Ghavin?" ucap Dicky penuh percaya diri.
Ia tersenyum sumringah, berharap Viona akan mengenalinya. Namun, wanita itu hanya diam tak berbicara sepatah kata pun jua. Dicky adalah targetnya, incaran selanjutnya setelah Diaz. Oh, masih ada satu siswa yang tertinggal.
"Hei! Bukankah kita pernah bertemu? Kau pacar pamanku, bukan? Apa kau tidak takut dia tahu tentang ini? Pamanku sangat tidak suka balapan seperti ini," cerocos Dicky masih tak mendapat respon dari Viona.
Ia geram, semakin kesal saat beberapa orang menertawakan dirinya. Dicky tak terima, ia menendang motor Viona cukup keras. Berharap akan jatuh, tapi ternyata tak tergoyahkan sedikit pun.
Viona menurunkan standar, turun dari motor dan menghampiri Dicky. Semua orang bersorak, mengira mereka akan melakukan sesuatu sebagai pemanis.
Viona mencengkeram kerah jaket Dicky dan menariknya hingga tubuh pemuda itu terjatuh bersama motornya.
"Sial!" umpat Dicky sembari berdiri menepuk-nepuk debu di tubuhnya. Ia membuka helm dan melemparkan kepada salah satu temannya.
"Beraninya kau menyerang ku!" geram Dicky menatap tajam pada Viona.
Perbedaan postur tubuh mereka sangat jauh, Dicky bertubuh tinggi besar. Sementara Viona jauh lebih pendek darinya dan lebih kecil. Selain itu, dia adalah seorang wanita. Viona berdiri tegak, tidak terlihat panik apalagi bergetar. Dia menantikan serangan dari Dicky.
"Stop, Dicky! Kita akan mulai balapan!" hardik Diaz dengan suara lantang.
"Tidak! Aku harus membalasnya," ujar Dicky penuh emosi.
"Ayolah, Dicky! Lagipula dia hanya seorang perempuan. Sudahlah!" ujar yang lain mencoba menenangkan Dicky.
"Aku tidak peduli dia perempuan atau bukan. Di jalanan siapa yang kuat dia yang ...."
Bugh!
Tanpa terduga, Viona melompat dan meninju wajah Dicky hingga tubuhnya terhuyung ke belakang. Dia jatuh di atas aspal, darah segar mengalir dari hidungnya. Semua mata terbelalak melihat aksi tak terduga dari Viona.
Siapa sebenarnya dia? Jika wanita ini memang gadis waktu malam itu, seharusnya dia bisa melakukan perlawanan, bukan? Itu artinya mereka adalah orang yang berbeda.
Diaz bergumam dalam hati, sedikit merasa takjub dengan aksi Viona. Tak ada yang mengira dia akan melakukan itu terhadap seorang laki-laki yang bertubuh lebih besar darinya.
Viona melangkah mendekati Dicky, berjongkok di hadapannya. Ia menarik kerah jaket pemuda itu dan mendekatkannya.
"Ini baru permulaan. Selanjutnya kau akan menyusul teman-temanmu!" bisik Viona seraya mendorong tubuh Dicky kembali jatuh di aspal.
Keponakan Ghavin itu tertegun, mengunci mulut rapat-rapat. Bayangan Merlia melintas dalam ingatan, mata itu sama persis seperti milik Merlia. Ia ternganga tak percaya.
Viona beranjak, kembali duduk di atas motornya bersiap untuk balapan. Teman-teman Dicky menatap iba, mereka menggelengkan kepala tak percaya. Orang seangkuh Dicky dengan mudah dikalahkan oleh seorang wanita.
Salah satu teman gadis Dicky menghampiri, memberikan sapu tangan kepadanya. Ia membantu pemuda itu untuk beranjak dan membawanya ke tepi jalan. Namun, Dicky menolak, dia memilih membangunkan motornya akan melanjutkan balapan.
Kau akan menanggung akibat dari perbuatanmu tadi.
Dicky mengumpat di dalam hati, menatap tajam pada Viona yang fokus memperhatikan jalanan. Dia sudah menyusuri jalanan itu dan sudah menghafalnya. Berikut jalan-jalan tak terduga yang selalu dilakukan Diaz dan Dicky untuk mengecoh lawan.
Seorang gadis berdiri di tengah arena dengan membawa sapu tangan putih yang ia lambaikan. Balapan akan dimulai, semua mesin dinyalakan termasuk Viona. Dia tidak tertarik untuk menjadi pemenang, kedatangannya malam itu khusus untuk Diaz.
Viona melirik ke samping kiri, Diaz adalah tergetnya malam itu. Orang yang paling ingin dijumpai Viona. Bayangan kekejamannya melintas, menyulut api semangat dalam diri. Motor Viona meraung, lebih keras dari motor yang lainnya hingga mengundang perhatian mereka semua.
Sapu tangan diturunkan, mereka serentak memacu kuda besi beradu kecepatan. Kecuali Viona yang masih berada di garis star.
"Perempuan sombong! Berlagak sok bisa, padahal aslinya penakut!" umpat seseorang disambut tawa cekikikan yang lain.
Viona menendang sebuah kerikil kecil dan meraihnya, ia melempar batu kecil itu tepat mengenai mulut gadis yang berbicara tadi.
"Argh! Sial! Siapa yang melempar ku?" tanyanya mencari-cari sosok yang melempar batu itu.
Viona mendengus, dia melaju dengan kecepatan tinggi menerbangkan debu-debu di jalanan.
Uhuk-uhuk!
"Sepertinya kau salah, dia bukanlah seorang penakut!" ucap salah satu teman gadis itu menatap Viona yang melaju dengan cepat, menyalip motor yang berada di paling belakang.
Dia mengincar Diaz.
ok lah thor.. maaf lahir batin jg ya. 🙏🏼🥰