Mahesa Sura yang telah menunggu puluhan tahun untuk membalas dendam, dengan cepat mengayunkan pedang nya ke leher Kebo Panoleh. Dendam kesumat puluhan tahun yang ia simpan puluhan tahun akhirnya terselesaikan dengan terpenggalnya kepala Kebo Panoleh, kepala gerombolan perampok yang sangat meresahkan wilayah Keling.
Sebagai pendekar yang dibesarkan oleh beberapa dedengkot golongan hitam, Mahesa Sura menguasai kemampuan beladiri tinggi. Karena hal itu pula, perangai Mahesa Sura benar-benar buas dan sadis. Ia tak segan-segan menghabisi musuh yang ia anggap membahayakan keselamatan orang banyak.
Berbekal sepucuk nawala dan secarik kain merah bersulam benang emas, Mahesa Sura berpetualang mencari keberadaan orang tuanya ditemani oleh Tunggak yang setia mengikutinya. Berbagai permasalahan menghadang langkah Mahesa Sura, termasuk masalah cinta Rara Larasati putri dari Bhre Lodaya.
Bagaimana kisah Mahesa Sura menemukan keberadaan orang tuanya sekaligus membalas dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lembah Seratus Pedang
*****
Dunia persilatan Tanah Jawa penuh dengan pergolakan. Dua kelompok yang berseberangan yakni kelompok golongan hitam dan putih membentuk persekutuan masing-masing dengan di pimpin oleh beberapa pendekar yang memiliki kemampuan beladiri luar biasa.
Dalam kelompok aliran putih ada beberapa tokoh besar yang menjadi pemimpin mereka. Diantaranya adalah Lembu Peteng yang punya julukan mentereng sebagai Si Dewa Pedang dari Lembah Seratus Pedang. Julukan nya bukan sekedar isapan jempol belaka karena ia sungguh sangat luar biasa dalam menggunakan pedang. Konon kabarnya ia mampu menghancurkan satu pasukan berjumlah sekitar 200 orang hanya dengan sekali bergerak.
Ini karena Lembu Peteng mempelajari Ilmu Pedang Seribu Bayangan. Dengan menggunakan ilmu pedang ini ia mampu menciptakan ratusan bayangan pedang yang berkekuatan sama seperti pedang sungguhan. Selain itu, Lembu Peteng juga bisa terbang dengan menaiki pedang nya. Inilah sebabnya Lembu Peteng dijuluki sebagai Si Dewa Pedang.
Sesungguhnya Lembu Peteng mewarisi gelar Si Dewa Pedang ini dari ayahnya, Mpu Danu, bekas perwira Majapahit yang telah mundur dari jabatannya dan memilih untuk mendirikan Lembah Seratus Pedang di kaki Gunung Wilis untuk mendidik para generasi muda agar kelak bisa berguna untuk membantu Kerajaan Majapahit. Di akhir masa hidupnya, Mpu Danu bertarung melawan puluhan pendekar golongan hitam yang ingin menguasai Kitab Pedang Tiada Tanding dan Pedang Nagapasa.
Salah seorang dari para pendekar yang mengeroyok itu adalah Nyai Rengganis yang kemudian berhasil memanfaatkan kesempatan untuk mencuri Kitab Pedang Tiada Tanding dan Pedang Nagapasa dan membawanya lari. Mpu Danu walaupun berhasil menghancurkan kelompok pendekar yang mengeroyok nya, tak bisa melakukan pengejaran terhadap Nyai Rengganis karena luka-luka yang ia alami. Maka saat ajal hendak menjemputnya, Mpu Danu mewasiatkan agar para keturunannya untuk menemukan kembali Kitab Pedang Tiada Tanding dan Pedang Nagapasa yang merupakan pusaka andalannya.
Lembu Peteng yang telah bertahun-tahun mencari keberadaan Kitab Pedang Tiada Tanding dan Pedang Nagapasa, siang itu mendengar kabar yang dia tunggu-tunggu selama ini.
"Jadi benar Pedang Nagapasa telah muncul di dunia persilatan? ", tanya Lembu Peteng penuh antusias.
" Benar Guru. Saya dengar bahwa murid Padepokan Gunung Lawu murid Maharesi Jaladara yang bernama Arya Langkir bertarung sengit melawan seorang pendekar yang dijuluki sebagai Si Iblis Wulung. Pendekar ini konon katanya menggunakan pedang berbilah hitam dengan gagang berbentuk seperti kepala naga. Bukankah ini adalah ciri-ciri Pedang Nagapasa seperti yang selama ini guru ceritakan? ", murid Lembah Seratus Pedang yang bernama Widura ini menatap wajah Lembu Peteng yang nampak serius.
Hemmmmmmmm...
" Itu memang ciri-ciri dari Pedang Nagapasa tetapi tidak cukup untuk memenuhi syarat sebagai pusaka Perguruan Lembah Seratus Pedang. Apalagi kita tidak melihatnya sendiri. Tetapi ini harus tetap di selidiki.
Sempani, Tumpaksuru! Panggil anak ku Cempakawangi kemari.. "
Dua orang murid yang berjaga di pintu depan pendopo utama Lembah Seratus Pedang langsung menghormat pada Lembu Peteng sebelum bergegas pergi.
Tak lama kemudian, Sempani dan Tumpaksuru kembali bersama dengan seorang gadis muda berkulit kuning langsat dengan wajah cantik jelita. Sekilas gadis cantik ini lebih mirip dengan seorang putri keraton daripada seorang perempuan yang tinggal di perkampungan. Bajunya berwarna putih kekuningan seperti bunga cempaka, nampak serasi dengan nama nya.
Sekalipun terlihat lemah lembut, Cempakawangi adalah seorang pendekar wanita yang hebat. Di usianya yang baru menginjak umur 19 tahun, gadis cantik ini sudah menguasai sebagian besar ilmu pedang di Lembah Seratus Pedang. Meskipun belum sesempurna ayahnya dalam menggunakan Ilmu Pedang Seribu Bayangan, Cempakawangi masih merupakan sosok tangguh dibandingkan dengan murid lain Perguruan Lembah Seratus Pedang yang lainnya. Dia-lah calon penerus dari Lembah Seratus Pedang selanjutnya.
"Romo memanggil saya? ", tanya Cempakawangi setelah duduk di hadapan Lembu Peteng.
" Iya Cempakawangi. Aku memanggilmu kemari berkaitan dengan beredarnya kabar tentang munculnya kembali Pedang Nagapasa milik perguruan kita yang telah lama hilang. Konon pedang pusaka itu muncul di Mandala Lodaya, di tangan seorang pendekar muda yang dijuluki Si Iblis Wulung.
Aku ingin kau mencari tahu tentang Si Iblis Wulung ini. Jika memang bisa diajak bicara baik-baik, lakukanlah. Tetapi jika dia membandel, maka kau boleh menggunakan segala cara untuk mendapatkan kembali Pedang Nagapasa itu ", perintah Lembu Peteng segera.
" Aku mengerti Romo", jawab Cempakawangi dengan patuh.
"Untuk membantu mu, Sempani dan Tumpaksuru akan pergi bersama dengan mu. Kemampuan beladiri mereka tidak terlalu buruk, jadi bisa kau andalkan saat menghadapi lawan banyak", lanjut Lembu Peteng Si Dewa Pedang. Cempakawangi dengan patuh menganggukkan kepalanya.
Maka hari itu juga, Cempakawangi ditemani oleh Sempani dan Tumpaksuru dua murid senior Perguruan Lembah Seratus Pedang meninggalkan tempat tinggal mereka selama ini. Tujuan mereka adalah ke arah timur dimana Kotaraja Mandala Jagaraga bberada. Karena hanya di kota besar saja mereka akan cepat mendapat kabar yang mereka inginkan.
Pakaian yang digunakan oleh Sempani dan Tumpaksuru yang merupakan ciri khas dari Lembah Seratus Pedang membuat tidak ada orang yang berani mengusik mereka. Nama besar Lembah Seratus Pedang memang begitu tersohor sebagai perguruan silat nomor satu di wilayah Mandala Jagaraga, Kertabhumi hingga ke Pandanalas. Mengusik ketenangan mereka akan sangat besar konsekuensinya karena bisa dianggap menantang Dewa Pedang yang memiliki kemampuan beladiri sangat tinggi.
Bahkan penguasa Mandala Jagaraga, Jayawikrama sang Bhre Jagaraga memberikan hak khusus kepada para murid Lembah Seratus Pedang untuk membunuh penjahat jika mereka menemukan nya. Ini kadang-kadang dimanfaatkan oleh beberapa murid nakal Lembah Seratus Pedang untuk bertindak diluar batas kewajaran.
Ibukota Jagaraga yang terletak dekat dengan perbatasan dengan Mandala Kertabhumi memang menjadi perlintasan para pedagang yang menuju ke pelabuhan besar seperti Juwana maupun ke Tanjung Emas. Karena itu di tempat ini berdiri ratusan warung makan dan penginapan yang bisa digunakan oleh para pedagang untuk beristirahat. Maka dari itu, berita apapun pasti akan terdengar di kota ini lebih dulu dibandingkan dengan wilayah lainnya.
"Kakang Wongso, ku dengar kau baru berdagang ke Kertabhumi. Aku kemarin sempat mendengar kabar kalau Dewi Upas penguasa Lembah Seribu Bunga terbunuh oleh seorang pendekar. Apa itu benar? ", tanya seorang pedagang sambil mengunyah makanan yang ada di piring nya.
" Itu tidak salah, Adik Karto. Bukan cuma Dewi Upas saja yang terbunuh, tetapi juga Ki Layang Pandulu si Pendekar Tongkat Pencabut Roh.
Pendekar ini sungguh hebat, bisa menghabisi dua tokoh besar sekaligus. Aku dengar dari orang yang melihat langsung kejadian itu, orang berbaju wulung yang menghabisi nyawa mereka berdua masih muda", balas si pedagang yang bernama Wongso itu segera.
Cempakawangi dan Sempani juga Tumpaksuru yang duduk di sebelah meja makan mereka hanya diam saja menguping obrolan mereka., Terlebih lagi saat menyebut bahwa yang menghabisi mereka adalah orang muda berbaju wulung.
"Benarkah itu Kang? Apa dia itu Si Iblis Wulung yang belakangan ini telah membuat heboh dunia persilatan dengan membunuh Lowo Ijo dari Wengker?", lanjut Si Karto penuh antusias.
" Kalau di lihat dari ciri-ciri nya memang orang itu adalah Si Iblis Wulung, Adik Karto.
Ciri-ciri nya sama bahkan aku dengar ia juga menggunakan sebilah pedang pendek berbilah hitam. Sepertinya orang itu adalah Si Iblis Wulung yang tersohor itu ", tegas Juragan Wongso yang membuat Cempakawangi, Sempani dan Tumpaksuru saling pandang mendengar nya.
" Bukankah ia baru saja dari Mandala Lodaya, kenapa cepat sekali menghancurkan Lembah Seribu Bunga? Apa dia ini ada masalah dengan mereka sebelumnya? ", kembali Si Karto meneruskan obrolan seru mereka.
" Aku juga tidak mengerti, Adik Karto. Tapi yang ia lakukan itu ceroboh. Membunuh Ki Layang Pandulu jelas bukan hal baik.
Kakak kandung nya adalah sesepuh Padepokan Bukit Tengkorak, Ki Layang Kumitir. Jelas ini akan membuat Si Iblis Wulung menjadi buronan perguruan aliran hitam itu di kemudian hari. Sayang sekali jika itu terjadi. Dia masih muda tetapi sudah menyinggung banyak tokoh besar dunia persilatan", imbuh Juragan Wongso sebelum menenggak minuman siddhu di cangkir bambu nya.
Cempakawangi bangkit dari tempat duduknya diikuti oleh Sempani dan Tumpaksuru. Dia langsung melemparkan sekeping kepeng perak ke atas meja makan Ki Karto dan Juragan Wongso sembari berkata,
"Katakan pada ku orang yang kalian bicarakan baru saja,
Sekarang ada dimana?"
jadi keinget juga jurus tokoh Kwee Ceng di film silat mandarin The Legend of Condor Heroes...18 tapak pembunuh Naga, yang diajarin oleh gurunya, Si Pengemis Ketua KayPang 😁
/Smile//Chuckle/
yg penting up trs kg ebez😂