NOTES!!!!
Cerita ini hanya di peruntukan untuk orang-orang dengan pikiran terbuka!!
Cerita dalam novel ini juga tidak berlatar tempat di negara kita tercinta ini, dan juga tidak bersangkutan dengan agama atau budaya mana pun.
Jadi mohon bijak dalam membaca!!!
Novel ku kali ini bercerita tentang seorang wanita yang rela menjadi pemuas nafsu seorang pria yang sangat sulit digapainya dengan cinta.
Dia rela di pandang sebagai wanita yang menjual tubuhnya demi uang agar bisa selalu dekat dengan pria yang dicintainya.
Hingga tiba saatnya dimana pria itu akan menikah dengan wanita yang telah di siapkan sebagai calon istrinya dan harus mengakhiri hubungan mereka sesuai perjanjian di awal mereka memulai hubungan itu.
Lalu bagaimana nasib wanita penghangat ranjang itu??
Akankah pria itu menyadari perasaan si wanita sebelum wanita itu pergi meninggalkannya??
Atau justru wanita itu akan pergi menghilang selamanya membawa sebagian dari pria itu yang telah tumbuh di rahimnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bantu aku menidurkannya
"Adrian bangun!!" Elena mengusap pipi Adrian dengan pelan.
"Bangun Adrian, ini sudah siang. Setelah ini kita ada meeting dengan perusahaan Jason" Elena kembali membangunkan Adrian dengan menepuk pipinya kali ini. Tapi pria itu hanya menggeliat saja tak berniat membuka matanya.
Hal itu sudah sangat biasa saat Elena membangunkan Adrian. Adrian memang tipe pria yang amat sangat susah untuk di bangunkan dari tidurnya.
"Adrian!!" Kesal Elena sampai ia dengan dengan sengaja menjepit hidung Adrian agar pria itu kesusahan bernafas.
"Kau ingin membu**hku??" Geram Adrian dengan matanya yang masih tertutup.
"Makanya cepatlah bangun!! Ini sudah siang. Aku juga sudah siapkan sarapan, sekarang lekaslah mandi!!"
"Iya bawel!!" Dengan malas Adrian menyibak selimutnya dan berjalan ke kamar mandi dengan tubuh polosnya.
Elena bahkan sampai memalingkan wajahnya yang sudah memerah itu. Meski tadi malam Adrian sudah menggempurnya habis-habisan, tidak seharusnya juga pria itu tak memakai apapun di hadapan Elena saat ini.
"Dasar pria tidak waras!!" Umpat Elena setelah Adrian masuk ke dalam kamar mandi.
Elena lekas menyiapkan keperluan Adrian, mulai dari baju hingga ke sepatu Adrian. Elena bahkan sudah sangat hafal di mana letak barang-barang milik pira itu.
Lalu bagaimana dengan Adrian jika Elena melakukan semua itu?? Entah kenapa Adrian tak merasa keberatan sama sekali. Dia juga tidak pernah protes saat Elena memadupadankan baju kerjanya sesuai dengan keinginannya.
Saat Adrian keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melilit pinggangnya, Elena sudah tidak ada di kamar itu. Tapi senyum tipis mengembang di bibir Adrian karena bajunya sudah di siapkan oleh Elena di atas ranjang.
Dirinya sendiri juga heran, karena dari dulu Adrian tidak pernah suka barangnya di sentuh oleh orang lain. Tapi berbeda dengan Elena, dia tidak pernah portes atau keberatan sama sekali.
"Kau sudah selesai??" Sambutan pertama Elena saat Adrian keluar dari kamarnya.
Seharusnya tanpa bertanya pun Elena sudah tau karena Adrian sudah rapi dengan baju yang telah Elena siapkan tadi.
Tanpa Adrian sadari Elena menyembunyikan senyumnya karena Adrian terlihat begitu tampan dengan baju yang telah ia pilihkan tadi.
"Pasangkan dasi ku" Kalimat itu lebih terdengar seperti perintah daripada meminta tolong.
Elena melepaskan gelas yang sedang di genggamnya. Memilih menuruti perintah Tuan sekaligus partner ranjangnya itu.
Elena meraih dasi yang sudah terpasang di kerah baju Adrian. Tangannya yang sudah terlihat begitu lihai menyampulkan dasi.
Dalam jarak sedekat itu dengan Adrian tentu saja jantungnya tidak pernah tenang. Apalagi Elena sadar jika saat ini Adrian terus saja memperhatikannya.
"Kenapa mata mu sembab seperti itu?? Apa kau menangis??" Elena sempat terhenyak karena Adrian menyadari keanehan pada wajahnya.
"Tidak, aku hanya kurang tidur saja karena ulah mu semalam"
"Aku kira kau menangis karena telah melepas keper***nan mu kepadaku. Ternyata aku berpikir terlalu jauh" Adrian tersenyum mengejek kepada Elena. Dia pikir jika Elena tidak akan pernah merasakan penyesalan karena menyerahkan kehormatannya kepada pria yang tidak dicintainya.
"Aku melakukannya dengan sadar, mana mungkin kau menyesalinya"
FLASHBACK ON
Elena berlari ke kamar mandi setelah mendengar dengkuran halus dari Adrian. Elena yakin kalau Adrian sudah terlelap saat ini.
Elena berdiri di bawah guyuran air dingin di dalam kamar mandi. Wanita itu sedang meratapi nasibnya saat ini yang menjadi pemuas n*fsu dari seorang pengusaha sukses di negaranya itu. Jika di bilang menyesal, mungkin tidak karena Elena melakukan semua itu atas kemauannya sendiri. Tapi yang membuat Elena sedih adalah dia menyerahkan semua itu di saat pria itu tidak menyadari perasaan Elena kepadanya. Pria itu hanya menganggap Elena sebagai penghangat ranjangnya yang telah ia beli dengan mahal.
"Aku benar-benar menjadi j*lang sekarang. Aku menyerahkan sesuatu yang sangat berharga hanya dengan kedok uang. Mungkin saat ini aku terlihat begitu murahan di mata Adrian"
"Hiks.. Hiks.." Air mata Elena keluar juga malam ini. Dia buka wanita yang mudah menangis meski telah berkali-kali patah hati karena Adrian. Tapi kali ini dia sungguh tidak sanggup menahan rasa pedih di dalam hatinya.
Dia sadar jika kebersamaannya dengan Adrian saat ini tidak akan lama. Suatu saat Kamila, wanita yang dicintai Adrian itu juga akan kembali. Elena hanya berharap jika Kamila tidak akan kembali setidaknya hingga satu atau dia tahun ke depan. Elena tidak rela waktunya bersama Adrian akan berlangsung dengan singkat. Apalagi dia telah menyerahkan segalanya untuk pria itu.
FLASHBACK OFF
"Ayo sarapan dulu, kita hampir telat" Elena memilih menghindar setelah urusan dasi itu selesai.
Adrian hanya menurut lalu duduk di tempat biasanya. Menunggu Elena mengoleskan selai coklat di atas roti milik Adrian.
"Makanlah" Ucap Elena setelah meletakkan roti yang telah ia potong di hadapan Adrian.
"Kau sungguh memperlakukan ku seperti bayi. Bukankah aku bisa memotongnya sendiri" Ucap Adrian karena menurutnya Elena terlalu memanjakannya.
"Kenapa protes?? Biasnya juga seperti itu?? Kalau tidak mau ya sudah, sini tukar dengan punyaku!!" Elena ingin mengambil piring milik Adrian namun pria itu justru menjauhkannya.
"Cih... munafik sekali" Cibir Elena karena Adrian sekarang justru memakan rotinya dengan lahap setelah aksi protesnya tadi.
Adrian tak marah sekalipun meski dia dengan jelas mendengar Elena mengatainya seperti itu.
"Kenapa?? Cepat habiskan!! Aku tidak mau terlambat sampai ke kantor" Ucap Adrian karena Elena terus menatapnya dengan kesal.
"Cih..." Elena begitu kesal karena dari tadi yang sudah di bangunkan adalah Adrian. Tapi sekarang justru menyalahkan Elena karena tak mau terlambat.
Merkea berdua akhirnya sampai di kantor. Tak akan ada yang protes atau membicarakan kedekatan bos dan sekretarisnya itu, karena dari dulu mereka memang selaku datang dan pergi bersamaan. Mereka semua tau kalau Adrian sudah memiliki tunangan yang masih berada di luar negeri. Jadi melihat Adrian dan Elena bersaman seperti itu adalah hal yang biasa bagi mereka.
Adrian masuk ke dalam ruangannya sendiri. Masih ada wakti sekitar dua jam lagi sebelum meeting dengan perusahaan X di mulai. Adrian menyempatkan untuk melihat materi dari meeting yang akan di pimpinnya itu. Tapi baru saja beberapa menit, pikiran Adrian kembali ke pergulatannya dengan Elena tadi malam. Dia sampai saat ini masih tak menyangka jika Elena bisa begitu memabukkan baginya.
"S*al!! Kenapa hanya dengan memikirkannya saja dia bisa bereaksi seperti ini" Adrian mengusap sesuatu yang sudah mengeras di bawah sana.
Adrian melirik jam ditangannya lalu menekan telepon yang terhubung langsung dengan telepon Elena di luar luar sana.
"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu??" Jawab Elena dengan Fromal
"Ke ruangan ku sekarang!!" Setelah satu kata perintah itu, Adrian langsung menutup teleponnya.
TOK..TOK..TOK..
"Masuk!!"
"Ada yang bisa saya bantu pak??" Elena datang dengan senyumnya yang cantik.
"Kunci pintunya!!" Perintah Adrian lagi.
"Apa Pak??" Bukan karena Elena tak mendengarnya, namun karena Elena yang tak tau maksud dari Adrian itu.
"Kau tidak dengar??" Adrian menatap tajam pada Elena.
"Ooh, i-iya Pak" Elena berbalik untuk mengunci pintu ruangan besar itu.
"Kemarilah!!"
Elena masih kebingungan hingga dia masih berdiri di depan pintu.
"Kemarilah, aku butuh bantuan mu!!" Adrian menepuk bahanya dua kali sebagai isyarat untuk Elena.
Elena amat kesusahan menelan ludahnya. Dia tidak tau apa yang Adrian inginkan hingga dia meminta Elena duduk di pangkuannya
"Cepat!!" Geram Adrian membuat Elena bergidik ketakutan.
Elena akhirnya mengikuti perintah Adira. Dia mendekat ke arah pria yang terus memandanginya dengan tatapan berbeda itu.
SREETT ..
Adrian menarik Elena dengan cepat hingga wanita itu duduk sempurna di atas pangkuannya.
Mata Elena melebar seketika, bahkan bola matanya seakan ingin keluar karen merasakan sesuatu yang keras menusuk p**tatnya dari bawah.
"PAK!!" Pekik Elena.
"Bantu aku menidurkannya sayang"