Tampan, kaya, pintar, karismatik mendarah daging pada diri Lumi. Kehidupan Lumi begitu sempurna yang membuat orang-orang iri pada kehidupannya.
Hingga suatu hari Lumi mengalami kecelakaan yang membuat hidupnya berada ditengah garis sial atau beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mesta Suntana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 - Tak terkendali
Secangkir teh chamomile harum tersuguhkan pada Lumi. Kebul hangat menyeruak begitu lembut di udara. Bibir tebal Lumi mulai menyesap hangat yang menyentuh bibirnya. Hangat menjalar begitu Lumi meminumnya. Sensasi tenang dan damai memenuhi isi otaknya. Kekacauan di kantor seketika meredam dan tertutup sementara di suatu sudut dalam ruang otak.
" Bagaimana kau tahu teh ini? " Tanya Lumi pada Lana.
Lana tersentak ringan, tidak biasanya Lumi memulai percakapan terlebih dahulu.
" Saya tahu dari gerai langganan saya, tapi gerai itu sudah tutup sekarang. " Jelas Lana dengan pikiran yang menjelajah waktu.
Lana masih ingat wangi harum teh yang selalu menyeruak halus pada penciuman Lana. Harum itu selalu terhirup saat Lana pergi dan pulang sekolah. Wangi yang mampu menenangkan Dia dari kepenatan sekolah dan juga rasa malas Lana pergi sekolah. Itu kebahagian kecil Lana di waktu yang sekilas terlewat.
" Kenapa kau merekomendasikan ini untukku? " Lumi kembali bertanya, mata dingin itu menatap Lana.
Lumi penasaran. Bagaimana Dia memilih teh ini untuknya. Lumi mengharapkan sesuatu pada jawaban Lana.
...Entah apa yang ingin aku harapkan....
...Aku merasa kau lebih mengetahuiku....
...Teh ini selalu tersaji, ketika aku kalut dalam kekacauan yang begitu membebani kepalaku....
" Aku memilihnya karena Tuan selalu merasa cemas berlebih dan Tuan sering sekali memasang raut wajah pusing. Saya ingin membantu Tuan meredam beban itu. "
...Kenapa kau ingin meredamnya? ...
" Saya ingin Tuan bisa membagi beban itu denganku, tapi sepertinya itu bukan ranahku dan jika dipikir kembali saya tidak mampu dan terbatas dalam hal itu. "
...Jadi kau menyerah? ...
" Jadi saya pergi memilih teh chamomile ini dengan niat bisa meredam beban pikiran Tuan walaupun hanya sedikit. Setidaknya Tuan bisa merasa lebih baik. Walaupun memang itu tidak menghilangkan semua masalah Tuan, tapi Tuan bisa memikirkan jalan keluar dari masalah itu dengan pikiran yang jernih. "
...Tidak, kau tidak menyerah....
...Kau mencari jalan lain....
...Kau mencari solusi sebaik mungkin....
...Hanya untukku kau mencarikan ku jalan keluar. ...
Pungkas Lana, diakhiri sudut bibir Lana yang mulai naik dan membentuk cekungan. Lana tersenyum hangat pada Lumi.
Mata dingin Lumi tersentak, dingin itu kini sedikit menghangat. Lumi tertegun dengan senyum tipis yang terulas begitu lembut dan tulus.
...Kau memberiku cahaya....
...Kau mencoba mengulurkan tanganmu yang hangat itu....
...Hanya untuk seonggok kebahagian kau mencarinya dan memberikan itu padaku....
...Perasaan apa ini?...
...sudah lama aku tidak merasakannya....
...Aku senang....
...Hanya sedikit perhatian kau senang....
Rasa hangat mulai menyapa hati Lumi. Api hangat itu mencoba mencairkan hati dingin Lumi. Tapi karena hati yang dingin itu seperti bongkahan yang begitu besar, api hangat itu padam. Lumi menyangkal ketulusan Lana.
" Sepertinya kau tahu sekali tentang diriku. " Sarkas Lumi, senyum remeh tersungging pada Lana. Satu sesapan teh kembali Lumi lakukan.
Mata Lana sedikit tersentak, matanya mulai menyayu. Lana lupa Tuanya itu tidak menyukainya. Hanya karena Lumi membuka obrolan, Lana berharap pintu hati itu terbuka. Hatinya yang tertusuk jarum kini mulai mencabutnya dengan berani.
" Bukan seperti Tuan, Aku melakukanya karena kewajibanku sebagai asisten Tuan. "
Gemuruh es terdengar bergemuruh dalam hati Lumi. Lumi tersentak dengan ucapan Lana. Mata dingin Lumi kini semakin dingin dan menajam.
...Kau bodoh....
...Kau mengharapkannya kembali....
...Dia tidak tulus....
" Tanggung jawab yah. " Suara itu terdengar begitu dalam.
Lana melihat suram dan kecewa terulas pada wajah Lumi. " Kenapa Dia begitu kecewa? "
Lumi mulai bangkit dari istirahat sejenaknya, cangkir kosong itu dia letakan di atas nampan yang dipegang pelayan. Lumi mulai melangkah menaiki tangga, Lana yang di samping Lumi segera mengikutinya. Langkah Lumi cukup cepat dan terkesan kesal. Langkah Lana yang kecil mempercepat langkahnya menyesuaikan langkah Lumi. Pintu kamar Lumi kini mulai terlihat. Lana bernafas lega. Lana segera dengan cepat mendahului Lumi. Cepat dan tenang Lana membukakan pintu kamar Lumi. Pintu terbuka.
" Silahkan Tuan. "
Lumi segera masuk ke dalam kamar. Saat Lana hendak menutup pintu. Ternyata Lumi belum sepenuhnya masuk. Dia masih berdiri di ambang pintu.
Tubuhnya yang tegap dan tinggi terlihat begitu menakutkan dengan wajah dinginnya itu. Raut wajahnya begitu suram dan kecewa terlihat oleh Lana. Lana merasa bingung, suasana hati Lumi yang berubah-ubah membuat Lana sedikit kesulitan. Sorot mata itu terlihat begitu mengharapkan sesuatu. Lana mencoba mencari dan memperhatikan Lumi.
" Sebenarnya apa yang Dia mau dengan tatapan seperti itu. "
Lana merasa aneh dan canggung karena Lumi masih termangu melihatnya. Kepala Lana terasa pegal karena harus menengadah. Terpaksa Lana mulai menurunkan kepalanya diiringi helaan nafas pendek. Kaki Lana mulai mundur kebelakang satu langkah.
" Ada apa Tuan? " Tanya Lana penuh kebingungan.
Namun, nihil tidak ada jawaban darinya. Sudut bibi Lana mulai berkedut. " Dia mengabaikanku. " Lana mulai meremas jas Lumi yang tergantung di lengannya sedari tadi. Lana mencoba meredam rasa kesalnya.
" Kalau begitu saya permisi, selamat malam Tuan. " Ucap Lana tenang dengan hati yang kesal.
Saat Lana hendak meninggalkan Lumi. Baru saja melangkah kaki Lana terseret ke belakang. Tangan Lumi yang kekar itu memegang tangan Lana dengan erat. Satu tarikan yang begitu cepat, tubuh Lana tertarik ke dalam kamar Lumi secara kasar. Pintu itu tertutup bersamaan dengan Lana masuk dalam kamar Lumi. Suara pintu kamar terdengar begitu kencang. Terjadi sesuatu di dalam kamar itu.