Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Rumah itu
Pagi-pagi sekali Adisti dan Bryan sudah siap. Mereka akan pergi bekerja pagi ini, sebelum itu tentu saja mereka menikmati sarapan yang sudah disiapkan oleh asisten rumah tangga yang baru di rumah ini.
"Dia siapa, Sayang?" tanya Bryan saat mendapati seorang wanita di rumahnya dan sedang berdiri di samping meja makan.
Dari usianya bisa dipastikan dia masih muda. Rasanya aneh saja kalau Adisti memilihnya. Brian pikir istrinya akan lebih memilih wanita yang sudah berumur. Sebenarnya kemarin Adisti juga sempat terkejut saat melihat orang yang dikirim oleh asistennya ternyata masih muda.
Namun, melihat cara kerjaannya yang begitu cekatan membuat wanita itu tidak mempermasalahkannya. Dia juga tidak takut jika wanita itu merayu suaminya, toh dirinya juga sudah tidak peduli lagi.
"Oh iya, Bang. Aku lupa memperkenalkannya, namanya Farah. Dia sudah mulai kerja dari semalam, hanya saja semalam aku lupa memperkenalkannya dan baru hari ini juga 'kan kamu bertemu dengannya?"
Bryan hanya mengangguk dan melanjutkan sarapannya. Dia tidak begitu tertarik dengan wanita itu, terserah istrinya saja mau memilih pembantu yang seperti apa, asalkan semuanya beres tidak masalah. Namun, yang membuat pria itu risih adalah tatapan dari Farah yang begitu datar tanpa ekspresi. Bertatapan dengannya saja sudah membuat merinding, bagaimana harus hidup satu atap dengannya dan tiap hari bertemu. Tidakkah Adisti memikirkan hal itu, tapi dirinya juga jarang di rumah jadi terserah saja.
Setelah selesai sarapan, Bryan akan pergi bekerja. Namun, Adisti lebih dulu mencegahnya karena sang suami belum menyerahkan STNK mobil. Padahal semalam Wanita itu sudah mengingatkannya agar tidak lupa meninggalkan STNK serta kunci mobil. Mungkin lebih tepatnya berpura-pura lupa.
"Sayang, aku pagi hari ini ada meeting, tidak bisakah jualnya besok saja," ucap Bryan dengan nada memohon.
"Tidak bisa, Bang. Hari ini sudah ada pembelinya jadi, aku harus bawa mobil itu sekarang juga," sahut Adisti tanpa menghiraukan sang suami, bahkan dia tidak menolehkan kepala.
"Kalau begitu, aku pakai mobil kamu saja. Kamu 'kan pakai mobil aku."
"Janganlah, kalau nanti aku ada pekerjaan keluar bagaimana? Lagipula aku suruh orang butik datang buat bawa mobil itu, bukan aku yang bawa. Sudah, lebih baik kamu pakai motor saja. Kalau tidak pakai taksi online saja." Adisti segera berlalu menuju kamarnya.
Dia tadi sudah mengirim pesan ke asistennya agar datang ke rumahnya lebih dulu dengan menggunakan taksi online. Biar nanti Nadia yang bawa mobil. Sebenarnya Adisty juga tidak benar-benar menjual mobil itu hanya untuk mengambilnya kembali saja biarlah Brian merasakan sedikit saja pelajaran di awal karena selanjutnya akan lebih menyedihkan.
Tidak berapa lama, Nadia pun datang. Adisti meminta asistennya itu agar membawa mobilnya ke sebuah alamat yang sudah dia berikan. Tanpa banyak kata, gadis itu segera melaksanakan perintah atasannya. Setelah itu barulah dia pergi untuk bertemu dengan Roni dan Leo.
Mereka akan pergi ke tempat orang yang menangani penjualan rumah yang saat ini ditempati oleh istri siri Bryan. Adisti juga mulai memikirkan seorang sopir untuk dirinya. Sepertinya untuk ke depan dia membutuhkannya karena nanti pasti akan ada orang yang tidak suka dengan apa yang wanita itu lakukan. Adisti harus siap dengan semua kemungkinannya. Nanti Roni bisa membantu mencarinya.
Bisa saja Adisti memperkerjakan Roni saja tanpa repot mencari, tetapi tugas anak buahnya itu di luar lebih banyak. Dia juga tidak ingin Bryan tahu siapa Roni sebenarnya, biarlah wanita itu memperkerjakan orang lain saja. Tidak berapa lama akhirnya Adisti sampai juga di tempat dia membuat janji dengan Leo dan Roni, yaitu di depan gedung agen properti. Ketiganya langsung masuk begitu saja dan menyebutkan nama seseorang yang menangani penjualan rumah tersebut.
"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pria yang bernama Heru dengan tersenyum ramah.
"Saya datang ke sini ingin menanyakan sesuatu dan ingin memastikan sesuatu. Saya adalah istri sah dari Bryan Malik Pramana. Saat ini suami saya sedang berselingkuh dengan seorang wanita dan hamil. Saya mendapat kabar berita bahwa dia membeli sebuah rumah pada Anda untuk istri barunya. Saya datang untuk menuntut Anda karena anda dianggap telah bersekongkol dengan dia, atas kasus perselingkuhan serta penipuan," ujar Adisti panjang lebar.
Seketika wajah pria yang ada di depannya langsung pucat begitu saja. Bagaimana tidak, dia tidak tahu apa pun mengenai urusan rumah tangga orang lain, tetapi tiba-tiba saja ada yang datang menuduhnya seperti itu.
"Maaf, Bu. Saya tidak pernah ikut campur dengan urusan Anda dan suami. Untuk Tuan Bryan yang membelikan rumah untuk istri kedua atau ketiganya, itu di luar kuasa saya."
"Karena itu saya datang ke sini. Saya ingin menawarkan kerja sama dengan Anda, terserah Anda mau menerimanya atau tidak, tapi jika menolak tentu saja Anda harus siap dengan segala konsekuensinya."
Terlihat Heru berpikir dan akhirnya mengalah juga, daripada nanti dia terjerat hukum. Di rumah juga masih ada istri dan anaknya yang harus dia nafkahi. Lagipula wanita di depannya juga istri sah, lebih memiliki hak daripada istri sirinya. Apalagi Bryan menikah juga tanpa persetujuan wanita di depannya.
"Baiklah, Bu. Apa yang bisa saya bantu untuk Anda, tentu saja saya tidak ingin melakukan tindak kriminal."
Adisti tersenyum senang, ternyata tidak sulit berbicara dengan pria di depannya. "Anda tenang saja, lagi pula uang yang dipakai untuk membeli rumah itu 'kan juga uang suamiku jadi, aku lebih berhak daripada siapa pun."
Leo pun angkat bicara, dia menjelaskan pada pria di depannya, apa saja yang harus dilakukan. Heru mendengarkan dengan saksama, ternyata apa yang dikatakan tidak terlalu buruk. Sebagai istri sah Adisti hanya mengambil apa yang harusnya menjadi miliknya. Akhirnya pria itu pun menyanggupi bahwa dirinya akan membantu Adisti.
Sebagai seorang pria, sebenarnya dia malu saat ada seorang suami yang dengan teganya menghianati istri. Entah apa pun alasannya, seharusnya jika tidak cinta bisa melepaskan agar mereka berdua sama-sama bisa bahagia, bukan seperti ini.
"Terima kasih atas bantuannya, saya pastikan hal ini tidak akan sampai ke jalur hukum. Tentu Anda juga sangat mengerti hal itu, saya hanya ingin meminta hak saya sebagai seorang wanita dan juga seorang istri sah. Saya juga tidak ingin berbuat jahat, tetapi mereka lebih dulu dzolim pada saya."
"Iya, Bu. Saya mengerti karena itulah saya membantu Anda. Saya juga punya anak perempuan, tidak ingin hal seperti ini kelak terjadi padanya."
Adisti merasa terharu karena orang lain lebih perhatian padanya, sedangkan sang suami malah lebih peduli pada orang lain. Meskipun saat ini wanita itu sudah menjadi istri sirihnya. Seharusnya mereka bertanya dulu pada dirinya. Jika memang sudah tidak ada cinta, lebih baik berpisah. Sungguh dia tidak rela berbagi cinta dengan siapa pun dan apa pun alasannya.
Setelah semuanya selesai, Adisti bersama dengan Roni dan Leo pun berpamitan untuk pulang. Mengenai surat-menyurat Adisti percayakan kepada Heru. Dia yakin semuanya akan terselesaikan dengan baik.