Melia menangis sejadi-jadinya saat terpaksa harus menerima perjodohan yang tak di inginkan. pasal nya melia sudah memilki kekasih yang begitu ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Setelah mengetahui kehamilan Rani, Radit merasa dirinya sangat menyedihkan, dengan keadaan nya cac*t Rani memanfaatkan nya untuk menutupi aibnya.
Radit duduk sendiri di tengah malam sunyi tak henti ia menyalahkan dirinya sendiri yang begitu b*doh, sehingga bisa di tipu oleh seorang wanita berparas cantik.
Rani yang tak bisa tidur pun turut gelisah memikirkan bagaimana selanjutnya Rumah Tangganya nanti.
"Mas Radit...maafkan aku..bukan maksudku untuk menjadikan mu sebagai penutup aibku, aku...." ucapan Rani terhenti.
"Sudah cukup de' aku sadar siapa aku, aku ini cuma pemuda cac*t yang mencoba jatuh cinta lagi setelah berusaha mengikhlaskan masa laluku" Rani menunduk mendengar ucapan Radit.
"Tapi aku nggak nyangka perasaanku yang tulus di balas dengan penipuanmu, entah apa karna aku terlalu polos, sehingga aku tak bisa membedakan mana wajah yang tulus dan mana yang tidak" ucap Radit hatinya begitu sakit.
"Aku tau aku salah mas, aku bingung harus kemana saat aku mengetahui aku hamil, ibuku hampir memb*nuhku karna kecewa, lalu aku mengenalmu, ada harapanku saat itu meski sekarang ada luka yang begitu dalam menggores hatimu mas, aku benar-benar minta maaf" ujar Rani dengan linangan air mata Rani terus memohon maaf.
"Aku nggak akan berharap mas melanjutkan Rumah Tangga kita ini, karna aku sadar apa yang aku perbuat sudah sangat melukaimu, tapi satu pintaku mas maafkan aku, setelah itu aku akan pergi dari hidupmu" Rani pasrah dengan keputusan Radit.
"Jangan pernah berpikir aku akan mempermainkan pernikahan yang sudah aku ucapkan janji di dalamnya" kata Radit yang membuat Rani menatapnya.
"Mas begitu baik, tapi aku tak ingin merepotkan mas dengan aib yang aku bawa ini mas" Rani benar-benar malu dengan perbuatan nya.
"Tak ada yang di repotkan, aku akan tetap bertanggung jawab atas hidupmu, karna itulah yang sudah aku ucapkan di hadapan tuhanku"
Rani menangis tergugu ia memeluk Radit dari belakang, ia tak menyangka akan menyakiti pria tulus seperti Radit.
Sementara Bu Drajat yang diam-diam menguping pembicaraan keduanya mengusap air matanya.
"Ya Allah begitu besar hati putraku berikanlah kebahagiaan kepada kedua putraku ya Allah" lirih Bu Drajat dalam doa.
Hingga larut malam tak ada yang lelap dalam tidur hanya Melia saja yang mampu memejamkan matanya bersama Juna.
"Ar...mama nggak tega melihat Radit" ujar Bu Drajat sembari mengusap air matanya.
"Mau gimana lagi ma, semua sudah terlanjur ibarat nasi sudah jadi bubur, disaat seperti ini aku rasa aku harus berterima kasih sama mama" jawab Arkan yang membuat Bu Drajat bingung.
"Memang apa yang sudah mama lakukan?" tanya Bu Drajat penasaran.
"Karna mama sudah mempertemukan aku sama Melia, ya...walaupun saat itu kak Radit juga menanggung luka" ujar Arkan yang merasa bahagia sekaligus sedih.
Bu Drajat menarik nafas panjang. "andai dulu mama tau kalo Melia adalah kekasih Radit mungkin mama nggak akan jodohkan sama kamu" ia terdiam sesaat. "nasib Radit memang tak beruntung" sambung Bu Drajat dengan mata yang sudah lelah menangis.
"Nggak bisa gitu dong ma, itu namanya kak Radit dan Melia nggak jodoh, jadi jangan berandai-andai" ucap Arkan yang tak suka sang mama berandai-andai tentang Radit dan istrinya.
Pagi-pagi sekali Rani bangun dan mengerjakan semua pekerjaan rumah, ia ingin menunjukan bahwa ia benar-benar ingin jadi istri yang baik dan bertanggung jawab dengan segala tugasnya.
"Semoga mas Radit suka dengan maskanku" ucap Rani bermonolog sendiri.
Setelah hampir satu jam setengah ia berkutat dengan perabot rumah dan jiga alat dapur akhirnya selesai juga ia hidangkan hasil masakan nya.
Rani segera membersih kan diri sebelum Radit bangun, tapi....
Saat Rani masuk ke kamar Radit sudah tak ada di tempat tidur. "loh mas Radit kemana" tanya Rani dalam hati.
Rani keluar rumah mencari keberadaan suaminya.
"Cari siapa Ran?" tanya Melia yang sedang menyapu teras rumahnya.
"Bukan urusanmu" jawab Rani ketus.
"Huh di tanya malah belagu. Kalo cari kak Radit dia udah berangkat tadi aku lihat sama temen nya" teriak Melia yang pura-pura tak di gubris oleh Rani.
Rani kembali masuk dan memeriksa makanan dan minuman yang sempat ia hidangkan. "Bahkan makanan dan minuman yang ku buat tak di sentuh apalagi aku?" Rani merasa nelangsa, ia sudah berusaha malakukan yang ia bisa tapi seolah sia-sia.
"Apa mas Radit tak ingin bertatap muka denganku? Kenapa ia pergi saat aku di kamar mandi" Rani terus saja bermonolog menerka-nerka.
Dengan kaki yang pegal Rani duduk selonjor di lantai sambil memijit pelan, lapar yang tadi ia rasa hilang sudah. "tadinya aku berniat sarapan bersama tapi kalo begini untuk apa aku makan yang kasih duit aja nggak mau makan" lirih Rani sembari mengusap air matanya.
Tok tok tok...tiba-tiba pintu rumahnya di ketuk. "iya sebentar" ia bangkit perlahan membuka pintu.
"Mama.., apa mama cari mas Radit?" tanya Rani pada mertuanya yang berdiri di depan pintu dengan tersenyum.
"Enggak mama kesini mau ajak kamu sarapan bareng" ujar Bu Drajat mencoba menghibur menantunya.
"Tapi ma..aku sudah masak sendiri kok" jawab Rani sungkan.
"Ah itu maksud mama, mama mau temenin kamu sarapan" Rani menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Mama serius mau makan masakanku?" Bu Drajat mengangguk.
"Baiklah kalo gitu, mama masuk aja makanan nya semua ada di meja, mama makn aja, aku...aku nggak lapar ma" ujar Rani dengan kepala menunduk.
"Kenapa nggak mau makan? Apa karna Radit sudag berangkat kerja?" tanya Bu Drajat yang kasihan melihat Rani.
"sudah jangan di pikirkan, kalo lapar ya makan saja, apalagi...dalam keadaan hamil.." kata Bu Drajat yang tanpa sadar menambah kesedihan Rani.
Tanpa menjawab Rani masuk ke dalam kamar dan menguncinya. "nak...nak Rani....maafkan mama kalo sudah menyinggungmu" kata Bu Drajat penuh sesal.
"Kita semua tau setiap manusia pasti punya masa lalu ada yang kelam ada yang cerah, jadi merasa terpuruk begini...kita hadapi bersama ya?" sambung Bu Drajat panjang lebar.
"Mama nggak ngerti apa yang aku rasakan saat ini aku merasa semua orang mengucilkan aku, aku malu ma" tangis Rani pecah di dalam kamar tanpa ada seorangpun yang mampu memeluknya memberikan dukungan.
"Ya sudah tenangkan dirimu nak, tapi ingat bayimu juga perlu asupan gizi, jadi makanlah biarpun cuma sedikit, mama pergi dulu" Bu Drajat pergi meninggalkan Rani dalam keterpurukan.
"Aku marah pada diriku sendiri, kenapa aku melakukan hal bodoh itu hu huh hu" Rani terus menangis hingga ia merasa lelah dan tertidur tanpa mengisi perutnya terlebih dahulu.
"Bagaimana dengan mimpiku, Bu? Apa aku tak berhak untuk memiliki mimpi atau mewujudkannya?" Melia nelangsa, dengan derai air mata bla bla bla
semisal,
Di hadapan
Diduga
dan untuk nama menggunakan huruf kapital. Melia
dan untuk kata -nya itu digabung, bukan dipisah ya.