NovelToon NovelToon
RAMALAN I’M Falling

RAMALAN I’M Falling

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Selasa

Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.

Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.

Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.



Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32

Soraya mengerjap matanya perlahan, menyesuaikan dengan mentari yang menembus gorden. Karena ini baru pertama kali, dan katakanlah dia lupa tentang dimana dia tidur semalam, Soraya yang melihat ruangan serba biru gelap refleks berteriak.

“AAHHHHH!”

Dipikirnya, dia telah dibius dan dipindahkan sang nenek ke luar negeri.

~~

Rafael, Benedict, Ros dan Luna yang sedang duduk sarapan, jelas kaget dibuat.

“Ada apa ini? Rafael mari lihat adikmu.” Perintah Benedict, yang langsung berdiri.

Berbeda dengan Ros dan Luna. Sebagai sesama perempuan mereka tampak lebih mengenal Soraya sebagai sesama kaum. Keduanya tetap duduk tenang menyantap makanan, karena tahu itu adalah teriakan bernada drama.

“Sudahlah jangan diambil serius. Sebentar lagi putrimu itu akan turun, dan memulai dramanya yang lain.” Ujar Ros, yang menahan langkah Benedict.

Tapi tidak dengan Rafael, dia tetap berlari naik ke atas menemui Soraya.

~~

KLEK.

Pintu dibuka dengan cepat, menampakkan Soraya dengan wajah kebingungannya.

“Sora, ada apa?” Tanya Rafael yang langsung melompat naik ke kasur.

Melihat Rafael dan kebingungannya, Soraya semakin bingung juga. “Apa ini? apa Kakak juga dikirim kemari?”

Beruntung kecerdasan Rafael bukan omong kosong belaka. Jadi meskipun Soraya menanyakan pertanyaan yang terdengar absurd, Rafael memiliki jawaban yang tepat.

“Kamu ini bicara apa sih, …” Dia pun mengangkat tangannya mengelus rambut Soraya. “Kita masih dirumah, di dalam kamar Kakak jikalau kamu lupa.” Jelasnya lembut, diikuti senyuman.

Soraya yang sudah berkeringat dingin akibat ketakutan, mematung sejenak sebelum tertawa. Itu tadi benar-benar menakutkan, sampai dia tidak bisa mengendalikan diri lagi.

Tapi tawa itu hanya sebentar, karena berganti keterdiaman, manakala kedua tangannya tiba-tiba digenggam erat Rafael.

“Ih, Kakak ini apalagi sih. Aku perhatikan suka banget genggam-genggam tangan aku belakangan ini. Makanya kalo bisa jangan jomblo lah.”

Ketegangan di pundak Rafael sedikit melemas mendengar ini. Tentu saja dia tidak berlari naik hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi, tapi juga ingin memastikan bahwa hubungannya dan Soraya tidak seharusnya rusak dengan kedatangan Luna.

“Sora dengarkan Kakak, ….”

Wajah bangun tidur Soraya dipadu dengan mata malasnya, menunggu dengan tidak sabar, apa yang hendak dikatakan Rafael.

“Sora, Kakak mau hubungan kita harus tetap rukun seperti ini. Tidak peduli seberapa baik orang lain diluar sana, hanya kita berdua yang berbagi darah dan aliran yang sama. Jadi berjanjilah untuk selalu percaya pada Kakak. Jika kamu memiliki masalah apapun di luar sana, ingatlah untuk menghubungi Kakak. Kamu selalu bisa mengandalkan Kakak, selama Kakak masih bisa hidup di dunia ini.”

Mendengar pernyataan yang begitu dalam dan melow, itu sama sekali tidak menyentuh sanubari Soraya. Dia malahan kesal, dan merasa tidak puas dengan karakter Rafael.

Tidak peduli seberapa baik seorang saudara, Soraya percaya bahwa dia tidak bisa mengandalkan sosok itu selamanya. Justru pasangan lah, yang harus mendengar pernyataan yang dalam seperti tadi.

“Iuwww, ….” Soraya menarik tangannya kasar. Bukan hanya tidak menerima perkataan Rafael, kali ini dia membalikkan situasi dengan memberi ceramah pada Rafael, tentang seperti apa pria seharusnya bersikap dan menentukan prioritas.

“Tapi baiklah, … aku akan mengandalkan Kakak untuk saat ini, karena Kakak masih jomblo.”

Rafael terpojok bingung di dalam otak, tapi menolak pasrah dengan pemikiran Soraya. Dia harus bisa menyampaikan inti masalah pada adiknya itu.

“Sudah ah, aku mau—” ~~ “Eh bengek!” Kaget Soraya ketika pergelangan tangannya ditarik tiba-tiba.

“Sora dengar kakak baik-baik!” Tekan Rafael.

“... Bibi Luna ada disini.”

“Bibi?” Kaget Soraya lagi, tapi kali ini dengan mata berbinar bulat.

Melihat ini, semakin gugup Rafael dibuat. Tapi alih-alih menggunakan kalimat tidak jelas seperti sebelumnya, Rafael memutuskan bicara langsung isi hatinya. Dia dengan pasrah dan sebenarnya sedikit malu, mengungkap ketakutannya dengan kedatangan Luna. Takut bahwa Luna akan membuat jarak diantara mereka, dan dia sangat tidak ingin itu terjadi.

Mendengar semua penuturan hati itu, Soraya sedikit terkesiap dibuat. Dia tidak pernah tahu Rafael memiliki perasaan seperti itu di dalam hatinya, dan tidak pernah memikirkan bahwa tindakan kecilnya akan begitu mempengaruhi sang Kakak.

Ini kembali memperjelas Soraya tentang ramalan itu. Dimana Rafael sebenarnya memiliki kasih sayang yang sangat kuat terhadapnya.

Hell no! Pikir Soraya. Setelah diingat-ingat, semakin dia membuka diri pada orang-orang disekitarnya, semakin terlihat jelas gambaran dari ramalan itu.

BUH.

“Sora?”

Rafael tertegun dengan pelukan tiba-tiba itu.

“Kakak, aku menarik kembali ucapanku agar kau segera mencari pacar. Pokoknya aku menarik kembali. Kau bisa mencari nanti, tapi tunggu sampai tahun-tahun sial ini berlalu.”

Rafael memeras otak untuk mengerti, tapi masih tidak bisa. Tapi karena bisnis adalah latar belakangnya, dia pun memilih jalan kesepakatan.

“Baiklah, Kakak akan melakukan apapun yang kau minta, asal ….”

Soraya mengangguk saja, pada syarat mudah yang diberikan Rafael. Karena dia tahu, Luna sebenarnya sangat penyayang, dan tidak akan membenci Rafael begitu rupa, jika dia tidak ikut membencinya.

Begitulah ketakutan masing-masing mereka diatasi, dan diikuti beberapa bahasan lainnya, sebelum mereka turun ke bawah.

*Dih, Gamma ini udah kek nenek gayung*. Keluh Soraya, melihat cara Ros menatapnya.

Kalau kemarin dia sempat syok menghadapi Ros, tapi tidak lagi sekarang. Dengan Kakak dan Bibi yang sudah pasti membelanya, Soraya lebih tenang. Dia mengambil langkah dengan anggun, menyapa mereka semua.

“Selamat pagi,”

“Selamat pagi Sora.” Jawab Benedict, yang diikuti oleh Luna. “*Good morning darling*.”

Mengangkat senyuman, Soraya melangkah kearah Luna, memberikan pelukan penuh rindu. “Bibi, aku kangen sekali loh.”

Luna dengan senyuman, hanya mengusap sayang pucuk kepala Soraya. “Bibi juga merindukanmu setengah mati.”

Mendengar ini, Ros tidak tahan untuk menyambung dengan kasar. “Kenapa hanya setengah mati saja, harusnya sampai mati.”

“Dih, Gamma ini kalau ngomong nggak filter. Udah tua, nggak bijak-bijak.” Balas Soraya cepat.

Ros dengan sesuap sendok di mulut, terkekeh kecil sebagai balasan pada Soraya. “Nanti kamu juga begitu, sudah tua tidak bijak. Bedanya, Gamma menua dengan jaya, sementara kamu belum tentu, mengingat betapa pemalas kamu di masa muda.”

**DANG**. Ros dengan cepat memindahkan satu penghinaan ke penghinaan lainnya. Memaksa mereka semua, untuk membahas kelemahan Soraya secara terbuka.

“Ibu, kenapa Ibu—” Benedict terdiam dengan tangan Ibunya yang tiba-tiba terangkat, tanda untuk berhenti.

“Karena semua sudah disini, maka ini adalah waktu yang tepat.” Mulai Ros, meletakkan kedua tangannya terlipat di atas meja.

“Bu, anak-anak belum sarapan.”

“Untuk itu harus kita bicarakan dengan cepat.”

Suasana meja makan yang sudah tegang sejak tadi, kini semakin bertambah ketegangannya.

Luna pun memegang pergelangan tangan Soraya, memintanya untuk duduk disamping.

Melihat situasi berjalan dengan kondusif, Ros memiliki sedikit kepercayaan diri, bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya. Dia pun menatap Soraya tepat di mata, “Semua telah dipastikan, Papamu dan Gamma akan mengirimmu untuk belajar ke luar negeri.”

1
Esti Purwanti Sajidin
wedewwww lanjut ka sdh tak ksh voteh
Nixney.ie
Saya sudah menunggu lama, cepat update lagi thor, please! 😭
Ververr
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Oralie
Masuk ke dalam kisah dan tak bisa berhenti membaca, sebuah karya masterpiece!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!