Paman Mantanku Dia Suamiku

" Ah jadi itu besannya pak Zaki?"

"Keliatannya emang orang kaya sih?"

" Tapi kok kemarin cuman ngasih mahar lima puluh ribu. "

"Mana ngambil dari amplop sumbangan lagi, apa itu cuma kabar angin aja. "

"Tapi Siti yang bilang. " sahut yang lain .

"Entahlah tapi coba lihat itu, mobilnya kinclong, mana ada pitanya lagi, itu pasti mobil mahal loh"

"Mana banyak banget barang elektronik nya"

" Iya perabot juga, dengar dengar mau di beliin rumah juga"

"Eh masa sih?"

" iya, buat naroh perabotan itu katanya, rumah pak Zaki kan kecil mana cukup"

Suara bisikan tetangga pak Zaki mulai terdengar lebih enak sekarang. Yang dulu nya mencaci bima karena di anggap miskin hanya modal tampang saja, di tambah bima yang berumur menggantikan mempelai pria yang gak datang, membuat keluarga pak Zaki hangat di perbincangan.

Setelah acara dua keluarga usai, mama Sinta dan yang lain pulang kala hari beranjak senja.

"aduh, ini barangnya mau di taruh dimana bim?, bingung bapak" ujar pak Zaki menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"yang elektronik bawa aja ke dalam yah , kalau lemari sejenisnya biar saja dulu di teras saja dulu. Biar bima cari rumah sekitar sini buat nampung barang nya " saran bima memberi solusi karena sayang jika elektronik di taruh di luar, takut nya hilang di ambil orang.

"kulkas nya buat aku saja mas" tiba tiba Siti muncul"dari pada bingung mau taruh dimana, rumah Siti lebih luas lebih cocok juga buat kulkas ini dari pada rumah mas Zaki yang sempit" sambungnya.

"ini punya mbak ayu, kan hantaran pernikahan mbak ayu" sambar Dinda yang tak terima.

"Halah, ayu kan juga anak mas Zaki, udah taruh saja di rumah Siti, sekalian nih sama mesin cucinya "

"benar kata Dinda Siti, ini punya ayu dia yang berhak" ucap pak Zaki.

Dinda tersenyum sampai lesung pipi nya terlihat sangat manis , baru kali ini ayah nya sesuai dengan harapan.

"ayu kan tinggal di sini juga, rumah mas nggak cukup buat isi ini semua buktinya , mas aja bingung" kata Siti Masih kekeh ingin mesin cuci dan kulkas nya ingin ia bawa, sambil ia menyentuh televisi layar datar uang hampir setengah tinggi badannya .

"ini juga tv nya cocok di rumah Siti mas, yang luas tv , kulkas sama mesin cucinya di rumah Siti aja biar Siti panggilkan mas Ibrahim"

" nggak perlu bik, ini nanti mau di pake buat ganti kulkas di rumah. kalau bibik mau pake aja bekas kami. " celetuk Dinda yang menghentikan langkah Siti untuk memanggil suami nya .

" eh kamu itu ya! Anak kurang ajar, aku mau di kasih barang bekas kalian, cih ! Ga level."

"kalau nggak level ya jangan minta minta dong !, Udah di bilangin punya mbak ayu juga masih ngotot " Dinda tak mau kalah.

"kamu itu yak" Siti tampak emosi, marah terlihat dari matanya melotot tajam, berganti pada Zaki.

"mas itu Dinda gimana, kalo bicara sama bibik nya sendiri kurang ajar banget ! Marahin lah anakmu"

"sudah Siti !! Gak enak di dengar tetangga, dinda juga sudah jangan bertengkar sama bibik mau!! Bagai manapun dia bibik mu"

Dinda cemberut.

"dan kamu Siti Maaf benar katanya dinda. Ini barang milik ayu, aku ga berhak, apalagi kamu. sementara ini tetap akan di sini sampai bima memenuhi janjinya mencarikan tempat"