Azalea Safira tidak pernah menyangka bahwa ia akan terikat oleh pesona Kevin. Boss arogan, angkuh dan menyebalkan.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan asisten pribadi saja. Tanpa Kevin sadari, ia mulai bergantung pada asisten pribadinya itu.
Kevin pikir, selama bersama dengan Safira setiap hari, itu sudah cukup. Namun, siapa sangka kisahnya tidak berjalan sesuai rencana.
Akankah Kevin berhasil mendapatkan hati Safira? Mengingat sikap Kevin yang selalu seenaknya sendiri padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32
"Harus ya ditarik-tarik seperti tadi?" Safira mendengus kesal. Ini sudah kesekian kalinya Kevin marah tanpa sebab yang jelas.
Kalau Kevin tidak mengatakan yang sebenarnya, bagaimana Safira bisa tahu apa yang sedang Kevin rasakan. Karena sejujurnya, Safira adalah type wanita tidak peka.
Seumur hidupnya, Safira menghabiskan waktu dengan bekerja. Kalaupun ia menjalin hubungan dengan Ryan, itu murni karena rasa terima kasih. Ryan sudah banyak membantu Safira selama ini.
Meski, perasaan balas budi itu berubah menjadi perasaan suka seiring berjalan waktu.
"Duduklah, biar aku obati," tawar Kevin merengkuh pinggang Safira, namun ditolak oleh wanita itu.
"Jangan mengalihkan pembicaraan. Aku muak dengan sikap kamu yang selalu seenaknya sendiri gini."
Kevin memejamkan matanya. Menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia sedang berusaha menahan amarah melihat Bagas dan Safira berduaan di kantin.
"Berikan tanganmu."
"Nggak perlu. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan." Safira berbalik. Menghindar lagi untuk sementara akan lebih baik.
Pria yang sedang terpancing emosi seharusnya di jauhi. Bukan malah di dekati. Bisa-bisa Kevin menerkamnya seperti mangsa.
Tangan Safira memang terasa perih akibat perbuatan Kevin, tapi Safira sudah biasa menerima perlakuan bosnya itu.
Saat akan melangkah, tubuh Safira tiba-tiba melayang di udara. Kevin membopongnya. Mendudukkan Safira di sofa.
"Kevin!"
"Aku nggak mau dengar kalimat protes keluar dari bibir kamu." Kevin mengambil kotak obat. Lalu mengoleskan salep ke pergelangan Safira.
Safira menggigit bibirnya. Lagi-lagi berada di posisi sedekat ini dengan Kevin membuatnya gugup.
Ia tak berkedip menatap pria tampan yang sedang fokus mengobati tangannya.
"Nggak usah di majukan bibirnya. Sengaja minta cium, hum?"
"Enak aja, aku—"
Belum selesai Safira bicara, Kevin sudah lebih dulu mencuri ciuman di sudut bibir Safira.
"Lain kali, kalau aku sedang marah seharusnya kamu menghiburku. Bukan malah kabur dan berduaan dengan Bagas. Kamu sengaja mau buat aku cemburu?"
Safira melongo.
Dan itu membuat Kevin semakin jatuh cinta padanya. Safira yang nampak polos terlihat menggemaskan dibandingkan Safira yang serius saat bekerja.
"Kamu sakit?" tanya Safira tanpa sengaja menyentuh dahi Kevin. Wajahnya pucat, Safira yakin sejak tadi Kevin menahannya.
"Hanya sedikit pusing. Bisa tolong pijat kepalaku?" pintanya.
Tanpa banyak protes, Safira langsung melakukan apa yang Kevin minta.
Kevin menyandarkan punggungnya ke sofa dengan mata terpejam. Sementara Safira berdiri di belakang Kevin dan mulai menggerakkan jari-jarinya.
"Pijatan kamu selalu bisa membuat sakit kepalaku hilang, Fir."
Safira tak bergeming. Tatapannya terus tertuju pada bibir Kevin yang beberapa kali sudah mendarat di bibirnya.
"Jangan terus melihatnya, kamu bisa ketagihan nanti," ucapnya tanpa membuka mata.
"Cih! Percaya diri sekali." Safira memalingkan wajah malu. Ketahuan sejak tadi memperhatikan Kevin. "Kalau tidak menatapmu bagaimana jika nanti jariku ini kepleset dan mencolok mata kamu?"
Kevin reflek membuka matanya. Benar juga ucapan Safira. Lihat saja kuku-kuku tajam wanita itu, terlihat mengerikan.
"Mulai besok buat peraturan baru. Wanita dilarang memanjangkan kuku!" titahnya.
"Hah?" Safira menganga mencerna ucapan Kevin. Sesaat kemudian ia mengangguk.
Bosnya ini benar-benar random. Membuat peraturan baru yang menurutnya tidak penting.
Apa hubungan kuku dan pekerjaan? Sementara perusahaan Kevin bergerak di bidang properti bukan makanan.
"Aku ingin makan bubur ayam," ucap Kevin mengalihkan pembicaraan.
"Siang-siang begini?"
"Iya. Aku ingin kamu yang membuatnya. Sudah lama sejak saat itu." Kevin masih mengingat jelas, saat ia sakit ibunya dulu selalu memasak bubur ayam untuknya.
Dan masakan Safira—lah yang paling mirip dengan masakan Violet.
Tak butuh waktu lama, bubur ayam buatan Safira sudah tersedia di depan meja Kevin. Di pantry, sudah ada bahan makanan yang tersedia. Safira sengaja menyiapkannya jika tiba-tiba Kevin minta untuk di masakkan olehnya.
Jadi Safira tinggal mengeksekusinya saja.
"Mau dimakan sekarang atau nanti?"
"Sekarang," jawab Kevin masih fokus dengan ponsel di tangannya. "Suapi aku."
"Kamu hanya sakit kepala. Bukan lumpuh seluruh tubuh. Makan sendiri!" Safira menyodorkan semangkuk bubur.
Wanita itu mengumpat dalam hati. Kevin bisa main ponsel, lalu kenapa tidak untuk memasukkan makanan ke dalam mulut?
"Atau kamu mau aku mencari baby sitter?"
"Untuk apa? Sudah ada kamu. Aku nggak butuh orang lain." Kevin menarik pinggang Safira lalu menyandarkan kepala di pundaknya.
"Bersandar lah di sofa."
"Lalu apa gunanya bahu mu kalau bukan untuk bersandar, hum?" Kevin mendongak. Tatapan mereka saling bertemu.
"Buat pajangan," ketus Safira.
Tawa Kevin pecah. Ia bahkan sampai menyentuh perutnya saking merasa lucunya ucapan Safira.
"Jadi makan atau tidak?"
"Mau menyuapi?"
Safira pasrah. Menolaknya pun percuma. Kevin itu pemaksa. Bagi Kevin, menolak sama saja perintah untuknya.
"Vin. Ada yang ingin aku tanyakan."
"Apa?" sahut Kevin.
"Bunga dikabarkan meninggal karena kecelakaan. Apa ini ada hubungannya denganmu?" tanya Safira ragu-ragu. Meski ia tidak yakin Kevin yang melakukan semua ini.
Byur.
Air minum yang baru saja Kevin teguk, menyembur keluar mengenai wajah Safira.
"Kevin Alexander!!" pekik Safira.
kok udah end aja????????
tetap semangat jangan patah semangat!! 🤗