Jatuh ke danau setelah tahu pacarnya berkhianat, Juwita malah dibawa melintasi waktu ke abad sebelumnya. Abad di mana kerajaan masih kokoh berdiri. Peradaban dunia kuno yang masih kental, yang tentunya tidak terjamah oleh teknologi modern sedikitpun.
Di dunia kuno ini, Juwita malah memasuki tubuh seorang putri cantik yang sangat dicintai oleh seorang adipati. Sayangnya, sang putri malah mencintai pria lain. Tidak sedikitpun menganggap indah keberadaan Adipati yang sangat tulus memberikan semua kasih sayang terhadapnya.
Bagaimana kisah hidup Juwita di samping Adipati dunia kuno ini? Akankah Juwita mengikuti apa yang putri kuno ini lakukan? Atau, malah sebaliknya. Berbalik, lalu mencintai Adipati? Atau, adakah hubungannya dunia kuno ini dengan kehidupan Juwita sebelumnya? Ikuti kisah seru Juwi di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode #32
Gegas Juwi berjalan menuju istana adipati. Kabar yang si dayang bawakan membuat hati Juwi sangat cemas dan takut.
Bagaimana tidak? Dayang itu telah mengatakan kalau saat ini, Satya sedang tidak sadarkan diri. Ternyata, racun yang selama ini menggerogoti tubuh Satya kambuh lagi.
Akibat hukuman cambuk yang sebelumnya Satya terima, ternyata berimbas ke organ tubuh lain yang rusak akibat racun yang bersarang ditubuhnya. Pukulan dari cambuk tersebut juga membangkitkan racun yang bersarang dengan agresifnya menyerang organ tubuh penting milik Satya.
Tiba di istana adipati, Juwi langsung menerobos masuk kamar Satya. Dengan wajah sedih penuh sesal tentunya, dia masuk ke kamar tersebut tanpa permisi terlebih dahulu.
"Kanda!"
"Kanda Satya."
Juwi langsung menangis sambil meraih tangan Satya yang sedang lemah. Benar saja apa yang dayang itu katakan, Satya sama sekali tidak sadarkan diri sekarang. Para tabib tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, Brama sudah melakukan segala cara untuk menolongnya. Mengeluarkan semua tenaga dalam yang ia miliki hanya untuk membantu meringankan rasa sakit yang Satya derita. Nyatanya, sama sekali tidak ada hasil sedikitpun.
Tangisan pecah dari bibir Juwita sekarang. Brama dan beberapa pengikut Satya hanya diam menundukkan wajahnya.
"Kanda. Hu hu hu .... bangunlah!"
Juwi terus menangis sambil memeluk tangan Satya. Berulang kali pula ia cium tangan itu dengan deraian air mata yang seolah mengalir bagai embun di pagi hari. Merembes terus menerus.
"Gusti putri." Pelan suara Brama terdengar.
Namun, berkat panggilan itu Juwi jadi sadar, kalau di sini tidak hanya ada dirinya seorang diri saja. Ada begitu banyak orang yang juga sedang mencemaskan keadaan Satya saat ini. Bahkan, ada orang yang bisa melakukan pertolongan untuk Satya. Tidak seperti dia yang hanya diam tanpa bisa berbuat apa-apa selain menangis.
"Brama. Brama. Lakukan sesuatu, Brama. Tolong kanda Satya. Ah, tidak. Katakan padaku, Brama. Mengapa kanda Satya bisa jadi seperti ini, Brama?"
"Yang mulia. Itu -- "
"Itu semua karena anda sendiri, Gusti putri. Racun yang anda berikan sudah kambuh sekarang. Apakah anda bahagia saat ini?" Salah seorang pengikut yang sangat kesal pada Juwita langsung berucap dengan nada lantang.
Orang itu tidak suka Juwita karena olah Juwi yang asli. Meskipun Satya melarang siapapun berkata kasar pada Juwi sebelumnya, tapi orang yang satu ini tidak bisa menahan diri. Karena memang, semua itu adalah ulah Juwita. Dia yang tidak suka Satya malah dengan tega memberikan racun padanya.
Jika dulu kata-kata itu akan langsung membuat Juwita marah pada si pemilik tubuh. Tapi sekarang tidak lagi. Kata-kata itu membuat Juwi langsung marah pada dua manusi pengkhianat yang sudah dengan tidak berhati nurani memberikan guna-guna pada si pemilik asli dari tubuh yang sedang Juwi rasuki saat ini. Sehingga Juwi bisa meracuni Satya atas perintah mereka.
'Semua ini karena mereka. Mereka yang sudah menyakiti suamiku dan membuat nama Juwi yang asli dari buruk. Aku akan balas mereka berkali-kali lipat sekarang. Tunggu dan lihat saja nanti kalian berdua,' kata Juwi dalam hati sambil menggenggam erat tangannya.
Sebaliknya, Brama malah langsung memarahi orang tersebut.
"Diam! Jangan bicara sembarangan. Jika Gusti adipati mendengar apa yang kamu katakan, kamu akan kehilangan lidahmu hari ini. Ingat itu!"
"Tidak, Brama. Jangan salahkan dia. Dia sama sekali tidak salah. Karena apa yang ia katakan barusan itu adalah kenyataannya. Aku yang sudah menyakiti kanda Satya. Jadi, memang aku yang seharusnya di salahkan."
"Gusti putri."
"Lupakan apa yang sudah dia katakan, Brama. Sekarang, yang terpenting adalah, bagaimana cara menyembuhkan kanda Satya."
"Tabib, tolong lakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawa kanda Satya. Katakan padaku, apa yang bisa aku lakukan. Jika aku bisa, maka aku akan melakukannya demi keselamatan kanda Satya."
"Maaf, gusti putri. Sekarang, tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk menolong yang mulai gusti adipati. Karena racun yang ada di dalam tubuhnya tidak akan menghilang hanya dengan pengobatan biasa. Bahkan, penawarnya saja tidak akan bekerja lagi sekarang."
Lemas terasa persendian Juwita. Dia yang awalnya berdiri dengan kedua kaki, malah seketika terjatuh merosot di samping ranjang tempat Satya berada.
"Tidak. Pasti ada cara untuk menolongnya. Karena setiap penyakit pasti ada obatnya, Tabib."
Si tabib malah diam seribu bahasa. Sementara Brama, dia langsung menghampiri Juwita. Berjongkok dengan cepat agar selaras dengan Juwi yang saat ini sedang terduduk di samping ranjang.
"Tenanglah, Gusti putri. Gusti adipati pasti akan baik-baik saja. Percayalah padaku sekarang. Karena apa yang gusti putri katakan barusan itu ada benarnya. Setiap penyakit pasti ada obatnya."
Juwi hanya menjawab dengan anggukan saja. Air mata yang ia tahan malah berjatuhan dengan sendirinya.
Setelah berucap kata-kata itu pada Juwi, Brama malah meminta semua yang ada di kamar itu untuk keluar. Dia ingin memberikan ruang untuk Satya dan Juwita saja. Brama percaya, cinta mungkin bisa membuat Satya bertahan. Karena selama ini juga Satya kuat karena cinta dari Juwita.
Racun itu dulunya biasa selalu kambuh. Tapi ketika sikap Juwi berubah, maka racun itu malah tidak pernah kambuh lagi. Dan sekarang, racun itu kambuh hanya karena pukulan cambuk yang Satya derita. Pikiran itu membuat Brama menaruh harapan besar atas kekuatan cinta untuk menyelamatkan nyawa Satya.
Hal itu memang terdengar agak mustahil. Tapi, tidak dicoba maka tidak akan tahu apa hasilnya. Kemungkinan bisa saja terjadi, bukan?
Juwi masih terduduk lemas ketika semua orang meninggalkan kamar tersebut. Namun, sesaat kemudian, dia berdiri, memilih duduk di samping Satya dengan wajah yang pura-pura ia buat kuat padahal sangat sedih.
"Kanda. Bangunlah! Aku sangat mencintaimu. Bahkan, aku rela melepaskan semuanya hanya untuk kamu, kanda."
"Dunia asing ini, hanya kamu yang aku punya sebenarnya. Tapi, karena kamu inilah aku berniat untuk bertahan meskipun jika aku punya jalan untuk pulang."
"Hiks." Air mata sudah tidak bisa Juwi bendung lagi. Isak tangis pun tak bisa ia tahan sekarang.
"Tapi jika kamu terluka seperti ini, bagaimana dengan aku yang hanya sendirian di sini, kanda? Aku harus apa, kanda Satya?"
Juwi benar-benar tergugu sambil memeluk tangan Satya. Tangisan itu tidak bisa ia sembunyikan lagi. Namun, karena tangisan itu, Satya yang berada di alam bawah sadar malah merasa terganggu. Perlahan tapi pasti, Satya yang pingsan kini telah sadarkan diri akibat panggilan dari tangisan tersebut.
Satu tangannya yang lemas ia gerakkan dengan susah payah. Lalu, sentuhan lembut ia berikan di kepala Juwi yang saat ini sedang berada di atas dadanya.
"Jangan menangis. Aku baik-baik saja." Satya berkata dengan suara pelan. Tapi masih bisa Juwi dengan dengan sangat baik.
Suara dan sentuhan itu tentu saja langsung membuat Juwi sangat amat bahagia. Dia angkat kepalanya dengan penuh harap. Senyum indah Satya langsung menyapa mata Juwi yang sembab.
"Kanda Satya."