NovelToon NovelToon
Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Keluarga / Romansa / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:575.3k
Nilai: 4.3
Nama Author: Sadewi Ravita

Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.

Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32 Surat Panggilan

"Kalian sedang apa sih di sana, kok lama sekali?"

Ayah mereka ikut menyusul, pria itu terkejut melihat putrinya mengusap punggung putranya yang tengah terduduk di lantai dengan tatapan kosong. Sepertinya sesuatu yang buruk telah menimpa putranya itu.

"Mas mu kenapa, Nel?" ayahnya kembali bertanya.

"Ini Pak, surat panggilan sidang dari pengadilan,"

Nelly memberikan kertas yang di pegangnya. Ayahnya segera membaca kertas tersebut, seketika wajahnya juga berubah sedih. Tidak menyangka akan secepat itu sidang pertama perceraian Alif dan Rania akan di gelar.

"Kalian sedang apa, kok mukanya pada masam semua begitu sih?"

Bu Nani yang penasaran karena tidak ada yang kembali ke meja makan, ikut menyusul ke depan. Ia heran melihat semua sedang mematung dengan raut wajah penuh kesedihan.

"Alif baru saja menerima surat panggilan sidang perceraiannya yang pertama, Bu," jawab suaminya.

"Oh kirain ada apa. Ya sudah mau di apakan lagi, lebih baik ikhlas daripada sakit hati. Mungkin kalian jodohnya memang hanya sampai di sini,"

Tumben sekali bu Nani bisa berpikir bijak, padahal biasanya selalu memperkeruh keadaan. Mungkin di penjara membuat dirinya benar-benar tobat.

"Ibu mu benar Lif, lebih baik kamu ikhlaskan saja. Sekarang lebih baik fokus membesarkan anak kalian tanpa ada saling menyakiti. Sejujurnya ayah juga berat kehilangan Rania, dia itu menantu yang baik. Tapi mungkin memang kalian belum berjodoh, jadi mau di apakan lagi," sahut ayahnya.

"Mungkin Ayah dan Ibu benar, aku harus bisa belajar menerima kenyataan,"

Alif segera bangkit dari duduknya, ia melangkah pergi menuju kamarnya setelah mengambil surat panggilan itu dari tangan ayahnya. Bicara memang lebih mudah dari pada melakukan, dengan mudah bibir mengatakan belajar ikhlas namun kenyataannya hati sungguh tidak rela.

Begitu pula yang Alif rasakan kini, pedih menjalar ke sekujur tubuhnya. Bukan hanya hati tapi fisiknya juga menjadi rapuh. Sejatinya rasa cinta memang bisa merubah segalanya. Rasa lemah menjadi kekuatan tanpa batas. Namun tak jarang kekuatan jatuh tak berdaya oleh cinta.

"Ya Tuhan, kenapa aku merasa takut sekali. Aku tidak sanggup kehilangan mereka. Rania, Alisa, Bintang aku sayang kalian semua," Alif menangis dalam kesendirian.

Rasa cinta telah mencabik-cabik hatinya, sekarang ia benar-benar menyesal karena tidak mampu menjaga keutuhan rumah tangganya. Alif berbaring sembari tetap terisak, dia memang bukan seorang yang kuat sebagai sosok pria, ia mempunyai hati yang lembut dan mudah terbawa perasaan.

☆☆☆

Sementara di rumah Rania.

Wanita ini telah mendapat kabar dari pak Doni, jika hari ini surat panggilan sidang perceraian pertama akan di kirim ke rumah suaminya. Ia merasa senang karena sebentar lagi akan segera lepas dari Alif dan keluarganya. Walaupun mereka telah berdamai, bukan berarti perceraian ini juga ia batalkan.

Tring... tring... tring...

Rania segera mengambil ponselnya yang berdering.

"Ada apa lagi Rangga menghubungi ku?" tanya Rania.

Ia ragu untuk menjawab panggilan pria itu, ia membiarkan ponselnya berbunyi sampai berhenti. Namun tak lama ponselnya kembali berdering, terpaksa ia menjawabnya.

"Halo Rania, apa aku mengganggu mu?" tanya Rangga lembut.

"Ya sebenarnya aku sedang sedikit sibuk," jawab Rania datar.

"Aku cukup mengenal mu, aku tahu kamu hanya berasalan. Kenapa kamu menjauhi ku? Apa salah ku?"

Rangga tahu betul jika wanita itu berusaha menghindarinya, dia adalah wanita pertamanya. Walau saat itu usia mereka masih sangat muda, namun pria itu sangat paham dengan semua sikap dan tingkah laku kekasihnya saat itu. Dan hingga kini Rania tetap sama.

"Kenapa kamu tidak mengatakan jika kamu sudah tahu tentang rencana perceraian ku?" tanya Rania kesal.

"Oh, jadi karena itu kamu menjauhi ku. Aku hanya tidak ingin kamu canggung, aku yakin cepat atau lambat kamu akan memberi tahu sendiri tentang pernikahan mu. Aku hanya tidak ingin kamu tidak nyaman jika aku terlalu ikut campur urusan mu. Aku baru saja menemukan mu, aku tidak ingin kehilangan diri mu kembali Rania,"

'Apa maksud ucapan mu Rangga? Aku mohon jangan membuat diri ku berharap. Aku tidak akan terpercaya mulut manis pria lagi, cukup Mas Alif yang sudah membuat hidup ku menderita' tentu saja ia hanya mampu berkata di hati saja.

"Bukan aku yang menghilang Rangga, tapi kamu yang pergi tanpa kabar saat itu. Sudahlah, aku tidak ingin membahas apapun lagi. Saat ini aku hanya ingin fokus membesarkan kedua anak ku apalagi sebentar lagi aku akan segera bercerai," ucap Rania.

"Justru itu yang mau aku bicarakan dengan mu. Perceraian akan cepat selesai jika suami mu diam atau tidak hadir. Tapi jika dia menuntut masalah hak asuh anak atau dia tidak mau bercerai, maka prosesnya akan semakin sulit,"

Tadinya Rania malas berbicara dengan Rangga, namun banyak informasi penting yang pria ini berikan untuknya tentang masalah perceraian. Itu membuatnya bersemangat, hingga tidak terasa 1 jam lebih mereka mengobrol. Mereka baru berhenti ketika daya di ponsel Rania sudah memberikan peringatan. Mereka berjanji untuk bertemu saat makan siang esok harinya.

☆☆☆

Keesokan harinya.

"Sayang, apa kamu sudah lapar lagi?" tanya Rania.

"Belum Bu, tadi aku beli bakso di sekolah. Memangnya kenapa?" tanya Alisa.

"Ibu tidak masak, sebentar lagi ibu akan mengajak kalian makan siang di luar. Kita akan bertemu om Rangga di sana nanti," jawab Rania.

"Om yang tampan dan baik tempo hari itu ya, Bu? Wah pasti seru,"

Rania mengangguk sembari tersenyum, ia bahagia melihat kegembiraan mereka.

Tepat pukul 11.30 mereka segera berangkat ke tempat yang sudah di tentukan. Sebenarnya Rangga mengajak mereka ke restoran jepang, namun ia menolak karena selera lidahnya bukan di sana, apalagi anaknya yang asing dengan rasanya jadi pasti kurang menyukainya. Mereka lebih menyukai masakan nusantara.

"Halo Alisa, Bintang, apa kabar?"

"Baik, Om,"

Keduanya menjawab serempak. Karena perut mereka sudah keroncongan, mereka segera memesan makanan. Mereka makan dengan lahap sambil sesekali bercanda dengan riang. Rangga tetaplah dirinya yang dulu, yang selalu mampu menghangatkan suasana di manapun pria itu berada.

"Nia, itu ada sambal di bibir mu,"

Rangga menunjuk bibir Rania yang belepotan sambal, wanita itu berusaha membersihkannya. Namun masih ada yang tertinggal, dengan penuh perhatian Rangga mengelapnya dengan tisu.

Sesaat suasana menjadi sedikit canggung, mereka melanjutkan makan demi menetralkan hati yang terlanjur berdebar hanya karena sambal.

☆☆☆

Di kediaman keluarga Alif.

Alif sudah mengurung dirinya di kamar sejak pagi, ia hanya keluar saat perutnya terasa lapar. Ia tidak mempunyai semangat hidup, keinginannya untuk mencoba ikhlas tidak di terima oleh hatinya.

Tring... tring... tring...

Ponselnya terus berdering tanpa henti, namun ia sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun.

"Berisik sekali sih. Mau apa sih Wanto ini, kerja masih nanti sore jam segini sudah ganggu saja,"

Dengan perasaan kesal ia terpaksa mengangkat telepon itu.

"Alif, kamu harus liat ini. Aku akan kirim fotonya sekarang kepada mu,"

Klik...

Belum juga menumpahkan kekesalannya, panggilan sudah di matikan temannya secara sepihak. Tak berapa lama notifikasi pesan muncul, Alif segera mengeceknya. Ia penasaran apa yang ingin di tunjukkan Wanto.

"Rania? Tidak mungkin," Alif menutup mulutnya dengan tangan, ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

1
Deli Waryenti
sidang perceraian adalah kasus perdata Thor, jadi gak ada jaksa. mohon survey dulu sebelum menulis
Deli Waryenti
surat dari Pengadilan agama
Deli Waryenti
tuh kan, makanya Rania kamu jangan lemah
Deli Waryenti
Rania oon...jangan lupa juga tanyain sama Alif masalah uang kontrakan rumah
Deli Waryenti
Rania plin plan
Deli Waryenti
alif lebay
Deli Waryenti
by the way Thor
Deli Waryenti
ternyata oh ternyata
Deli Waryenti
astaga...alif norak
Deli Waryenti
sukurin lu alif
Deli Waryenti
bapaknya alif anggota isti ya
Deli Waryenti
harusnya alif paham siapa ibunya
Deli Waryenti
ceritanya bagus dan bahasanya rapi, tapi kok sepi ya
Deli Waryenti
Luar biasa
Deli Waryenti
kok ada mertua begini
Deli Waryenti
buang saja mertuamu ke laut, Rania
Deli Waryenti
😭😭😭
Deli Waryenti
setujuuuu
Deli Waryenti
kerja apa sih si alif
Deli Waryenti
gak punya uang tapi masih merokok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!