Caroline adalah seorang pegawai kantor biasa. Dia bekerja seperti orang biasa dan berpenampilan sangat biasa. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa dia sebenarnya adalah boss mafia di dunia bawah.
Suatu hari saat Carolin pergi melakukan perjalanan bisnis, tanpa diduga dia diserang oleh salah satu musuhnya dan mati karena helikopter yang jatuh lalu meledak.
Saat Carolin terbangun, dia menemukan dirinya berada ditubuh orang lain. Melihat kecermin dan memegang wajahnya dengan bingung, “Siapa?”
Akankah Caroline mampu bertahan didunia yang tidak dia ketahui ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Batu Monster
Caroline menatap Kristal itu dengan tatapan penasaran. Ini baru pertama kali dia melihat kristal seperti ini, apa ini hanya kristal biasa?
“Apa ini?” tanya Caroline.
Demon dan Nix medekati Caroline untuk melihat kristal itu.
“Hei bukankah ini kristal monster?!” ucap Demon
“Aku ingat sekarang!!” ucap Nix.
“Setiap Monster yang kita kalahkan akan megeluarkan kristal seperti itu.”
“Untuk warna sesuai dengan tingkat monster yang kita serang,” lanjut Nix.
“Ya … warna kristal sesuai dengan tingkat kekuatan monster,” ucap Demon.
“Jika itu warna hijau maka tanaman ini adalah monster level tiga.”
“Level satu berwarna putih, level dua berwarna merah dan level tiga berwarna hijau,” lanjut Demon.
“Apa gunanya kristal ini?” tanya Caroline.
“Bagi manusia biasa itu tidak ada gunanya, tetapi bagi pengguna mana dan pengguna sihir ini sangat berguna,” jawab Nix.
“Ya… master bisa menggunakan ini untuk memulihkan mana atau menambah kekuatan mana, untuk penyihir sendiri ini berguna untuk meningkatkan level mereka dalam pembuatan lingkaran sihir,” ucap Demon.
“Lingkarang sihir?” Caroline tiba – tiba mengingat lingkaran sihir yang ada di ruang pria tua itu.
“Bagaimana lingkarang sihir yang ada dikerajaan?” tanya Caroline.
“Itu dibuat oleh penyihir tingkat tinggi.”
“Dengan menggunakan batu kristal ini mereka bisa membuat lingkaran sihir tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga dan jika itu batu kristal level pertama itu bisa membuat lingkaran sihir itu menjadi permanen.”
“Biasanya ini digunakan untuk lingkaran sihir teleportasi,” ucap Demon.
“Begitu.” Caroline sekarang mengerti.
“Lalu bagaimana aku menggunakan batu ini?” tanya Caroline.
“Seperti biasa … master hanya perlu berkonsentrasi menyerap kristal itu,” jawab Nix.
Caroline memejamkan matanya sambil memegang kristal itu. Kristal itu mengeluarkan cahaya hijau dan beberapa saat redup berubah menjadi warna abu – abu, beberapa saat kemudian menghilang menjadi debu.
Caroline membuka matanya. Dia merasa tubuhnya kembali pulih, ini sangat berguna! Apa dia harus berburu monster?
“Jika sudah terbiasa dengan kekuatan mana, master akan dengan mudah menyerap kristal itu tanpa harus berkonsentrasi,” ucap Demon.
“Baiklah … sepertinya aku harus banyak berlatih,” ucap Caroline. Dia bertekad untuk menjadi lebih kuat lagi.
“Ayo kita sekarang berangkat.” Caroline kembali menaiki kuda.
“Apa kau terkejut?” tanya Caroline sambil memeluk kuda itu untuk membuat kuda itu lebih rileks.
Demon dan Nix kembali kewujud tak terlihat oleh orang awam.
Caroline kembali menunggangi kuda itu dan melaju dengan kecepatan sangat cepat.
“Setelah aku pikir – pikir … monster yang ada diistana sepertinya tidak memiliki batu kristal,” ucap Caroline. Dia telah melihat mayat monster itu dan tidak melihat apa – apa.
“Monster di istana?” Demon memikirkannya. Ya dia tidak menemukan apa – apa pada monster itu.
“Itu adalah monster tingkat rendah.”
“Jadi monster tingkat rendah tidak memiliki batu kristal?” tanya Caroline.
“Ya … mereka tidak menghasilkan kristal apapun,” jawab Demon.
“Bagaimana kita bisa mengetahui monster itu berada di tingkat apa?” tanya Caroline lagi.
“Master bisa melihatnya melalui aura,” jawab Nix.
“Coba master menggunakan mana dan lihatlah aura aku dan Demon,” lanjutnya.
Caroline yang menunggangi kuda melihat Demon dan Nix dengan kekuatannya. Oh! Nix memiliki aura merah yang sangat terang ditubuhnya dan Demon memiliki aura hitam yang sangat gelap menyelimuti tubuhnya.
“Apa warna kalian menentukan level kalian?” tanya Caroline.
“Tidak … kami berbeda… warna aura kami sesuai dengan jenis kekuatan,” jawab Demon.
“Karena aku menggunakan sihir hitam maka auraku berwarna hitam sedangkan Nix menggunakan sihir api sehingga auranya berwarna merah,” jawab Demon.
“Begitu … apa bisa dilakukan pada manusia?” tanya Caroline.
“Tentu saja bisa … tetapi hanya manusia dengan kekuatan besar saja yang memiliki aura,” jawab Nix.
“Ini sangat berguna.” Dengan begitu dia bisa mengetahui level lawannya.
Caroline mencoba melihat aura yang ada ditubuhnya. Itu berwarna putih yang sangat terang seperti cahaya. Sepertinya kekuatan yang diturunkan oleh ibunya sangat besar. Untung saja dia mewarisi kekuatan ibunya bukan pria tua itu.
Caroline dan yang lainnya telah menempuh perjalanan yang cukup jauh.
“Apa masih lama?” tanya Caroline.
“Kita akan sampai sebentar lagi,” jawab Nix.
Saat ini mereka berjalan menyusuri sungai.
“Kita berhenti dulu.” Caroline menghentikan kuda dan turun dari kuda.
“Aku sangat kotor sekarang,” ucap Caroline. Dia ingin membersihkan sedikit lendir yang ada ditubuhnya.
Untung saja dia membawa sabun dari istana jadi dia tidak perlu khawatir jika ingin mencuci tangan atau mandi. Dia tidak tahan menjadi kotor.
Caroline melepaskan baju besinya. “Baju besi ini sangat usang,” ucap Caroline sambil mengerutkan keningnya.
“Ya master … apa sebaiknya di buang saja?”
“Aku dari kemarin memperhatikan baju besimu itu sangat tidak bagus sama sekali berapa kali pun aku melihatnya,” ucap Demon.
“Ya dan itu terlihat rapuh,” ucap Nix.
“Biarkan saja … untuk sementara aku akan memakainya,” ucap Caroline sambil membasuh tangannya.
“Dari pada tidak memakai pelindung sama sekali … lebih baik aku memakai ini,” ucap Caroline. Ya … dia tidak tahu bahaya apa yang akan datang, bisa saja Nix atau Demon tidak sempat melindunginya. Meskipun dia cukup kuat tetapi dia tidak ingin mengambil resiko seperti kehidupan sebelumnya. dia harus lebih teliti.
“Kami pasti akan melindungimu master!”
“Ya itu sudah menjadi tugas kami,” ucap Demon dan Nix. Bagi mereka keselamatan master adalah hal yang utama. Mereka akan melakukan apa saja untuk melindungi master mereka.
“Terimakasih … aku percaya kalau kalian pasti akan melindungiku.”
“Tetapi aku tetap saja harus menggunakan pelindung,” ucap Caroline.
Diperbatasan
“Hei apa kau dengar kalau tuan putri Caroline akan datang ke perbatasan?” ucap salah satu prajurit.
“Entahlah … aku tidak tahu apa yang dipikirkan raja.”
“Hei tuan putri akan menjadi beban bagi kita.”
“Yah … apalagi komandan kita sangat membenci orang yang menjadi beban.”
“Aku yakin raja sengaja mengirim tuan putri Caroline keperbatasan untuk membunuhnya secara tidak langsung.”
“Ya … aku rasa begitu.”
“Putri yang tidak disayangi siapapun akan menjadi tumbal disini dan itu dilakukan oleh ayahnya sendiri.”
“Tiba – tiba aku merasa kasihan terhadap tuan putri Caroline.”
“Kasihan? Apa kau tidak mendengar rumornya?”
“Rumor apa?”
“Aku dengar tuan putri Caroline mencoba menenggelamkan tuan putri Edelyn.”
“benarkah?”
“Ya … aku mendengarnya dari temanku, kami saling mengirim surat untuk mengetahui kabar masing – masing.”
“jadi tuan putri Caroline adalah monster itu sepertinya benar.”
“Ya aku rasa begitu.”
“Aku sangat menghormati ibunya.”
“sayang sekali anaknya sama sekali berbeda dengan ibunya yang seorang master pedang.”
“Ya dan juga yag mulia ratu terdahulu sangat cantik.”
“Aku dengar putri Caroline sangat mirip dengan ratu terdahulu.”
“Benarkah? Aku belum pernah melihatnya.”
“Apa kalian sudah selesai bergosip!!” Evan tiba – tiba muncul dan berbicara dengan dingin.
“M-maaf!!” mereka semua memberi hormat dan segera pergi.
Evan menghela nafas dan melihat ke langit cerah.
“Guru,” gumamnya.
Akhir dari Bab 19.
semangat ya duke dan duches