Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dijodohkan
Hanum berulang kali menghela nafas agar bisa meredakan sesak yang kini memenuhi relung hatinya. Dijodohkan, mendadak dan ia tidak mendapatkan pilihan antara mau atau tidak.
Kini ia hanya bisa pasrah dan segera bersiap untuk pergi. Nafisa sengaja memanggil make up artis untuk mendandani Hanum agar terlihat semakin cantik malam ini.
Hingga semua selesai, mereka segera berangkat menuju rumah calon suami yang sama sekali belum ia kenal.
Sepanjang perjalanan, hanya keterdiaman yang menemani perjalanan mereka. Apa lagi Hanum yang berusaha untuk mempersiapkan diri, menerima apa pun yang terjadi nanti
Semoga saja dia juga tidak setuju. Sehingga perjodohan ini bisa batal dengan sendirinya. Batin Hanum sedih.
"Ayo turun, Sayang!" ucap Halim ketika mereka sampai di halaman rumah rekan kerjanya.
Ia tau, jika sang putri terlihat sedih dan murung sedari tadi. Sungguh ia merasa tidak tega, namun ini harus ia lakukan karena satu dan lain hal.
"Ayah harap, kamu bisa mengenalnya terlebih dahulu. Ayah sudah memastikan jika dia laki-laki yang baik dan bertanggungjawab. Makanya ayah dengan berat hati mengiyakan perjanjian ini, Sayang," ucap Halim.
Hanum hanya mengangguk pasrah. Ia tidak ingin mengeluarkan sepatah kata pun, karena nanti pasti ia akan menangis. Nafisa hanya terdiam dan kembali menghela nafas, sungguh ia tidak tega melihat wajah Hanum.
"Tersenyumlah di depan mereka, Nak. Ayah yakin, mereka bukan orang jahat!" ucap Halim mengusap kepala Hanum dan mengecupnya dengan lembut.
"Iya, Ayah," ucap wanita cantik itu memaksakan senyumnya.
Tuhan, semoga apa yang dikatakan oleh ayah memang bernar adanya. Batin Hanum penuh harap.
Pandangannya teralihkan ketika mendengar suara pintu terbuka.
"Hai, selamat datang! Silahkan masuk!" ucap Alifiya sang pemilik rumah ketika membuka pintu.
"Hai, terima kasih, Jeng. Apa kabar?" tanya Nafisa memeluk sahabatnya itu.
"Baik, aku baik. Kamu apa kabar?" tanya Alifiya.
Mereka berbasa basi sebentar dan langsung berjalan menuju meja makan. Begitu juga dengan para bapak yang langsung membahas tentang pekerjaan.
"Mbak, tolong panggilkan Tama!" ucap Alifiya.
Asisten rumah tangga itu mengangguk dan langsung pergi memanggil tuan muda keluarga Aditama.
"Hanum sekarang sudah besar, ya. Cantik banget kamu, Sayang! Dulu, Mommy lihat kamu masih kecil-kecil dan imut banget!" ucap Alifiya begitu terpesona dengan penampilan Hanum yang sangat cantik.
"Terima kasih, tante juga cantik," ucap Hanum tersenyum manis.
Suasana hangat langsung tercipta antara dua keluarga itu. Hingga kedatangan seseorang membuat fokus mereka teralihkan.
"Selamat malam!" sapa seorang laki-laki
"Malam, Nak. Sini duduk!" ucap Alifiya menepuk kursi di sampingnya agar sang putra bisa langsung berhadapan dengan Hanum.
Sementara Wanita cantik itu hanya menunduk dan tidak berani mengangkat kepalanya.
"Hanum, kenalkan ini putra semata wayang tante, Ravindra Aditama," ucap Alifiya tersenyum. "Tama, ini Hanum Salsabila. Anak tante Nafisa," sambungnya memperkenalkan mereka.
Hanum dan Tama sama-sama menoleh. Mereka terkejut dengan mata yang membulat sempurna.
"Saudara!" ucap Hanum spontan.
"I-ibu! Se-selamat malam," ucap Tama tidak percaya.
"Ah, kalian sudah saling kenal ya? Bagus kalau begitu," ucap Alifiya bertepuk tangan.
Apa dia calon suami yang ayah bilang baik dan bertanggung jawab? Astaga, aku tidak percaya dengan itu semua, setelah kejadian tadi. Batin Hanum menggeleng pelan.
Tama merasa tidak enak bertemu dengan dosen cantik yang ia bentak tadi siang. Sungguh ia merasa malu dan mulai menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.
Pasti ada udang dibali bakwan setelah ini. Tama sesekali mencuri pandang kepada Hanum yang terlihat begitu cantik malam ini.
Makan malam itu berjalan dengan tenang. Hingga selesai, mereka segera pergi ke ruang tamu untuk membicarakan rencana perjodohan antara Tama dan juga Hanum.
"Tidak, Dad. Aku tidak mau menikah dengan cara perjodohan seperti ini!" ucap Tama tidak percaya.
"Tama, duduk!" ucap Pasya tegas.
Pria tampan itu langsung duduk dengan wajah kesal. Nafasnya mulai menderu, ia menatap Hanum yang tidak melakukan penolakan sedikit pun. Wanita cantik itu hanya menghela nafas dan menunduk.
Sial! Apa dia tidak menolak perjodohan ini? Apa dia menginginkannya? Argh! Lihat saja nanti apa yang bisa aku lakukan untuk membuatnya mengemis membatalkan perjodohan ini!. Batin Tama.
"Mau tidak mau, kalian harus menikah satu minggu lagi. Semuanya sudah Daddy atur dengan baik. Jangan mengecewakan kakek kalian yang sudah berkerja keras hingga akhir hayatnya!" ucap Pasya tegas.
Hanum dan Tama membulatkan mata. Mereka merasa sangat tidak percaya dengan keputusan pada orang tua yang sangat mendadak seperti ini.
"Maaf sebelumnya, Om. Ini terlalu terburu-buru, bahkan kami tidak saling mengenal satu sama lain. Apa kami tidak mendapatkan pilihan untuk menolak atau menerima?" ucap Hanum yang benar-benar ingin menangis saat ini.
Aku pikir dia akan diam saja menerima perjodohan ini. Batin Tama.
"Umur kalian sudah berapa? Hanum sudah 27 tahun, kamu juga sama, Tama. Kalau mau kenalan, masih ada waktu 1 minggu lagi. Kan lebih bagus kalau sudah menikah, kalian bebas mau berbuat apa. Aneh banget, dikasih enak malah gak mau," ucap Pasya menggeleng.
"Tapi, Om!" ucap Hanum.
"Sudah, Nak! Kalian tidak memiliki pilihan mau atau tidak. Jangan sampai, Ayah memajukan pernikahan kalian menjadi besok!" ucap Halim tegas.
Hanum semakin terdiam, hilang sudah harapannya untuk membatalkan perjodohan ini. Sementara Tama sudah terlihat sangat kesal karena tidak bisa berkutik jika sang ayah sudah berbicara tegas.
"Nah, lebih baik kamu ajak calon istrimu ke taman belakang biar bisa mengobrol dan kenalan!" ucap Alifiya tersenyum.
Tama menatap Hanum dan memberikan kode agar mengikutinya ke taman belakang. Gadis itu hanya menghela nafas dan berpamitan untuk pergi.
"Pokoknya kita harus mencari cara untuk membatalkan pernikahan ini!" ucap Tama ketika berada di taman belakang.
Hanum hanya terdiam dengan wajah datar. Ia duduk di gazebo dan menatap rerumputan dengan pikiran yang sedang bekerja keras.
"Ibu dengar saya atau tidak? Kita sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini, kita harus mencari cara untuk membatalkannya!" ucap Tama kesal.
"Kamu terlalu banyak bicara! Coba saja sendiri kalau kamu ingin membatalkannya!" ucap Hanum ketus.