Niat Savana memberikan kejutan untuk tunangannya, malah membuat dirinya yang dikejutkan saat mendapatkan fakta kekasihnya berselingkuh dengan wanita lain. Kecewa, patah hati, Savana melampiaskannya dengan pergi ke club malam.
Entah apa yang terjadi, keesokan harinya ia mendapati dirinya berada diatas ranjang yang sama dengan seorang pria tampan. Pria yang mampu memikatnya dengan sejuta pesona, meski berusia jauh lebih tua darinya. Lambat laun Savana jatuh cinta padanya.
Javier Sanderix namanya dan ternyata ia adalah ayah dari sahabat karibnya Elena Sanderix. Tak peduli hubungan diantara mereka, Savana bertekad akan mendapatkan Xavier dan kekonyolannya pun dimulai, perbedaan usia tak jadi masalah!
Akankah Savana berhasil menjerat si om yang sudah membuatnya terpesona? Ataukah hanya patah hati yang akan ia rasakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Cerita Javier dan Elisa
Hai Readers, jangan lupa komennya ya 🤧 maafkan author belum sempat balas komen semuanya, lagi crazy up dulu...
...🍀🍀🍀...
Senyuman manis terpatri indah dibibir Savana, begitu menyejukkan dan mencerahkan pagi Javier. Si hot Daddy yang telah menduda kurang lebih 20 tahun itu.
"Bangun tidur pun, kau masih bisa begitu cantik." celetuk Javier tanpa sadar, lalu ia kembali menetralkan wajahnya menjadi datar lagi.
'Apa yang aku katakan barusan? Aku bilang dia cantik? Astaga Javier kenapa kau jadi pecicilan begini? Jaga wibawa Javier, jaga!' maki Javier dalam hatinya. Javier mau terlihat pecicilan di mata orang yang dia cintai.
"Benarkah? Aku bahkan belum cuci muka!" serka Savana sambil menangkup pipinya dengan kedua tangan.
"Pergilah ke kamar mandi dulu, sekalian mandi! Biar kau wangi dan cantik."
"Ish, barusan kau bilang aku cantik walaupun aku baru bangun tidur. Sekarang kenapa berbeda? Dasar kau jaim, freezer!" tukas Savana sambil berkacak pinggang. Lalu ia pun masuk kembali ke dalam kamarnya untuk mandi terlebih dahulu.
Sementara Javier masih asyik memasak di dapur. Pria itu terlihat tampan meski dalam balutan celemek berwarna biru. Kaos pendek yang dipakainya itu bahkan memperlihatkan tangan-tangan kekarnya yang bispek bak aktor Hollywood Chris Hemsworth, kalau kata Savana.
Dreett...
Dreett...
Saat selesai memasak, terdengar suara dering dan getar dari ponselnya. Javier melihat nama my daughter disana. Javier mengerutkan keningnya, ia heran kenapa Elena menghubunginya sepagi ini. Ada apa? Ini sangat jarang terjadi.
"Elena? Mau apa dia menelponku?" tanya Javier, lalu ia pun mengangkat telpon dari putri tersayangnya itu.
"Selamat pagi sayang," sapa Javier hangat.
"Pagi dad, kau ada dimana dad? Kenapa kau tidak pulang ke rumah? Mommy... semalam mommy kesakitan lagi dad." adu dan cecar Elena pada Javier yang tidak pulang ke mansion karena hari ini adalah hari libur. Harusnya Javier pulang ke rumah.
"Daddy tidak bisa pulang setiap waktu kesana nak. Kau tau kan Daddy dan mommy sudah bercerai dan tidak pantas kalau Daddy satu rumah dengan mommy-mu." jelas Javier dan semoga Elena memahaminya.
"Dad...kenapa Daddy tidak bisa memaafkan mommy? Bukankah mommy sudah berubah dad? Lihatlah mommy, dia sedang sakit dan selalu memikirkan Daddy. Mommy masih mencintai Daddy, kenapa--kalian tidak kembali bersama saja?" tanya Elena sedih.
Rahang Javier mengeras saat mendengar ucapan Elena. Wajahnya memerah karena marah. Javier tidak tahan lagi dengan permintaan Elena yang tidak masuk akal. Rupanya Elisa telah berhasil mencuci otaknya dan Elena belum tau sifat asli Elisa.
"Elena, Daddy tidak akan pernah kembali dengan mommy-mu untuk SELAMANYA. Dan dia tidak sebaik yang kau pikirkan. Mau dia sakit atau bagaimana pun juga, penilaian Daddy tidak akan berubah. Dia tetap sama." kata Javier penuh penekanan dan tegas. Tanpa ia sadari, Savana sudah berada disana dan mendengar pembicaraan Javier pada Elena.
"Aku sudah mendengar semuanya dari mommy, tapi dia sudah berubah dad. Dia baik!" bela Elena.
"Fine, katakanlah dia memang baik seperti apa yang kau pikirkan. Tapi Daddy tidak akan PERNAH kembali padanya. Dan satu hal lagi, Daddy sudah punya kekasih."
Savana yang ada disana tercekat mendengar pengakuan Javier.
"Ke-kekasih? Kau punya kekasih dad? Siapa dia? Apa Daddy berniat menikahinya?" tanya Elena dengan suara yang mulai meninggi.
"Ya, Daddy berniat menikahinya. Jadi berhentilah untuk menjodohkan Daddy dengan mommy-mu!" sentak Javier lalu menutup telponnya begitu saja dalam keadaan marah.
Tut...
Telpon pun terputus.
"Sial! Apa yang membuat Elena bisa terpengaruh olehnya?" gerutu Javier tak habis pikir. Hanya dalam waktu 1 minggu, Elisa mampu membuat Elena berpihak padanya. Javier rasa dia harus bicara dengan Elena dan membongkar kebusukan Elisa. Bukan karena Javier ingin seorang anak membenci ibunya sendiri. Tapi dia ingin pikiran Elena lebih terbuka.
"Baby girl, apa kau sudah selesai?" tanya Javier saat menyadari sosok gadis cantik dengan kemeja putih tanpa celana panjang tengah berdiri di ambang pintu dapur.
So hot!
Itulah penggambaran Savana saat ini di mata Javier. Namun raut wajah Savana terlihat murung.
"Baby girl, sepertinya aku mengenal baju itu. Kemarilah, aku ingin melihatnya dari dekat untuk memastikannya." pinta Javier seraya tersenyum pada baby girl-nya itu.
Savana menurut, ia berjalan pelan menghampiri Javier. Setelah keduanya berhadapan, Javier mengangkat tubuh Savana dan dia dudukkan di pangkuannya.
"Ini kemejaku kan?" tanya Javier seraya menatap kemeja putih yang dikenakan Savana. Gadis itu mengangguk.
"Kau sangat seksi baby." Javier mencium tengkuk Savana dengan lembut. Namun gadis itu diam saja dan tidak bicara.
"Baby, kau kenapa? Mungkinkah karena pembicaraanku dan Elena?" rupanya dia itu sangat peka, sedikit saja Savana merasa tidak nyaman. Ia langsung tau dan menanyakannya.
"Sebenarnya..." Savana ragu.
"Katakan baby, jangan ragu. Bukankah semalam kita sudah berkomitmen untuk saling terbuka? Apa yang membuatmu resah, katakan!" ujar Javier seraya mengusap lembut wajah cantik kekasihnya itu.
"Dad, sebenarnya Elena...dia berniat untuk membuatmu dan Tante Elisa kembali bersama." gadis itu menatap Javier dengan cemas.
"Teruskan, jangan ragu." serka Javier pada Savana, sebab dia yakin bahwa gadis itu tidak hanya ingin mengatakan itu saja.
"Apakah hubby ada niatan untuk kembali dengan--"
Cup!
Sebelum Savana menyelesaikan ucapannya, bibir Javier sudah menyambar bibir baby girl-nya itu. "Hubby, aku sedang bicara."
"Aku tidak akan pernah mengizinkanmu menanyakan itu. Dengarkan aku baby girl, i'm yours dan aku tidak akan pernah kembali padanya. Itu sama saja dengan kembali pada lubang yang sama. Dan asal kau tau, aku menikah dengannya dulu bukan karena cinta."
Deg!
Savana mendongakkan kepalanya, supaya matanya bisa melihat wajah sang kekasih secara langsung. "Bukan karena cinta?"
"Ya, dulu aku menikah dengannya karena terpaksa. Dia itu wanita gila yang terus mengejar-ngejar ku dari SMA. Hingga saat pesta kelulusan SMA, aku datang ke pesta itu. Dia meminta temanku untuk mengantar minuman padaku dan dengan bodohnya aku..."
Javier agar berat menceritakan ini pada Savana, ia takut Savana malah sedih.
"Teruskan hubby, aku ingin dengar semuanya tentangmu. Jangan ada yang kau sembunyikan dariku," kata Savana siap mendengarkan apa yang diceritakan oleh Javier tentang masa lalunya. Karena sejatinya setiap orang punya masa lalu.
"Minuman itu dicampur obat perangsang dan temanku membawaku ke kamar, lalu aku pun kehilangan kendali atas tubuhku. Setelahnya aku melakukan itu dengan Elisa. Kejadian itu begitu cepat, hingga 1 bulan kemudian Elisa datang ke rumahku dan mengatakan bahwa dia tengah hamil anakku. Saat itu aku tidak langsung mengakuinya dan menunggu sampai Elisa melahirkan. Setelah Elisa melahirkan, kami melakukan tes DNA pada bayi itu dan ternyata benar Elena adalah putriku. Aku pun menikahinya karena desakan keluarga dan aku juga kasihan pada Elena bila dia harus hidup tanpa kedua orang tuanya. Tapi pernikahan kami kandas setelah 2 tahun, padahal saat itu aku mencoba untuk mencintainya. Namun dia tidak pantas untuk dicintai, dia bahkan berselingkuh dan mengabaikan Elena. Tak hanya itu Elena juga kerap kali di kasari saat aku tidak ada di rumah. Hilda, kau tau dia kan? Dia pernah memergoki Elisa mengurung Elena di dalam mesin cuci. Gila kan? Dan...aku pun bercerai darinya, lalu..."
Javier menggantung ucapannya disana, saat menyadari ada bulir hangat terasa ditangannya.
"Baby, kenapa kau menangis? Ma-maafkan aku, aku salah ya? Aku seharusnya tidak cerita." pria itu merasa bersalah melihat Savana menangis.
"Tidak apa-apa, kau tidak salah apapun hubby. Aku senang kau menceritakan semuanya, tapi aku...aku hanya...hiks.." ucap Savana terisak.
"Baby..." lirih Javier seraya mengusap air mata di pipi gadis itu.
'Seharusnya aku tidak cerita'
"Aku menangis karena aku merasa kasihan pada Elena, ternyata Elena memiliki ibu yang jahat." Savana menjelaskan kenapa dirinya menangis.
"Iya aku juga, maka dari itu aku sedang mencari tau tentangnya. Aku curiga dia berpura-pura sakit."
"Hah?"
"Iya, entah apa tujuannya...aku rasa dia berpura-pura. Tapi jangan pikirkan itu dulu ya, sekarang mari kita sarapan." ajak Javier berusaha mengalihkan perhatian.
Akhirnya mereka berdua pun makan sarapan bersama yang dibuat Javier, pria itu membuatkan omelette dan juga salad buah untuk kekasihnya. Savana merasa bangga dan beruntung karena ia memiliki kekasih seperti Javier. Sudah dewasa, tajir, good looking, good shoping, good cooking, good money. Paket lengkap sudah ada pada diri Javier. Meski usia mereka terpaut jauh, semua tidak jadi masalah.
Baru saja selesai sarapan dan mesra-mesraan di Minggu pagi yang menjelang siang itu. Tiba-tiba saja ada yang memencet bel apartemen Savana.
Ting, tong!
"Siapa yang datang pagi-pagi kesini? Apa si bocah ingusan itu?!" Javier kesal bila memang benar bahwa Justin yang datang ke apartemen kekasihnya. Akhir-akhir ini Javier cemburu melihat kedekatan Justin dan Savana. Justin selalu mendekati Savana.
"Tidak mungkin itu dia, hubby."
"Biar aku saja yang buka pintunya! Kau diam saja, kau kan sedang memakai kemeja pendek." cetus Javier seraya bangkit dari tempat duduknya.
Savana hanya tersenyum dengan sikap posesif Javier padanya. Ia senang di perhatikan seperti ini.
"Savana, didepan ada Elena!" seru Javier saat melihat dari celah kecil pintu kamar itu. Bahwa yang ada didepan pintu adalah Elena.
Savana langsung panik, ia menyeret Javier untuk segera bersembunyi sebelum Elena tau. "Hubby! Cepat kau sembunyi, cepat!"
"Eurr.. iya..."
Gadis itu meminta agar Javier bersembunyi di lemari kamarnya biar aman. Bahkan saking paniknya dengan kedatangan Elena, Savana lupa bahwa jas dan celana Javier masih ada di atas ranjang kamarnya. Dan kemeja Javier masih melekat ditubuhnya.
CEKLET!
Savana segera membuka pintu apartemen itu. Terlihat Elena yang menangis, lalu memeluknya.
"Savana! Hiks...my bestie!"
"Kau kenapa El? Ayo kita masuk dulu," ajak Savana seraya memegang tangan Elena.
Tiba-tiba saja Elena terdiam dan memperhatikan Savana yang memakai kemeja dan celana pendek saja. "Van, kau..."
"Ya ada apa?"
"Savana apa kau punya kekasih sekarang?" tatapan Elena tertuju pada leher Savana dan membuat Savana tegang.
'Gawat! Aku harus jawab apa?'
...****...