Kakak dan adik yang sudah yatim piatu, terpaksa harus menjual dirinya demi bertahan hidup di kota besar. Mereka rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya demi tuntutan gaya hidup di kota besar. Ikuti cerita lengkapnya dalam novel berjudul
Demi Apapun Aku Lakukan, Om
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Tuan Marco menatap tajam saat menanyai nama Wanda. Wanita muda itu hanya tersenyum tipis, bibirnya melengkung menggoda tanpa kata.
“Tahu namamu saja tak cukup,” gumam pria itu dalam hati, suara itu serasa mengalir lembut dari sisi paling sunyi dalam dirinya.
Aku, Wanda, wanita yang malam-malamnya berkilau seperti kupu-kupu malam, terbiasa menutupi dirinya dengan pesona dan rahasia. Namun di balik senyum itu, ada jarak yang kuhindari, benteng tak terlihat yang kugunakan agar identitasku tetap tersembunyi jauh dari pandangannya. Dalam keramaian lampu dan suara, aku merasa terasing, seperti mimpi yang hanya bisa diam tanpa pernah diungkapkan.
“Biarkan aku tetap menjadi bayangan,” pikirku, sepi menusuk walau dikelilingi gemerlap malam yang seharusnya memberi harapan. Cinta dan kasih memang kuinginkan, tapi bagaimana mungkin menemukannya ketika semua hanya sebatas sandiwara?
Aku melangkah pelan mendekat ke arah Tuan Marco, lalu dengan hati-hati duduk di pangkuannya. Senyum lembut terpampang di bibirku, tapi di balik itu, ada harapan yang kugantung, harapan yang entah benar-benar ada atau hanya bayangan kosong semata. Mataku menatap dalam ke matanya yang memancarkan godaan, namun ada kegelisahan samar yang merayap di dadaku. Seandainya Tuan Marco tahu betapa sepi dan hampa yang kurasakan di balik semua ini, apakah ia masih akan memandangku seperti itu?
"Wanda aja, om," kataku santai, sambil tanganku bergetar saat membantu membuka kancing-kancing kemeja yang menempel di badannya.
Tuan Marco membawaku ke sebuah hotel mewah di jantung kota, tak jauh dari gedung kantor perusahaannya, tempat dia menghabiskan malam yang penuh cerita, namun aku masih saja bertanya-tanya, apakah aku benar-benar bagian dari cerita itu?
Tuan Marco menatap Wanda dengan mata dingin, lalu jari tangannya meraih dagu perempuan itu, mengangkatnya pelan.
“Sudah berapa lama kamu jadi wanita penghibur?” suaranya berat, tapi penuh ingin tahu.
Wanda tak mundur sedikit pun. Malah, wajahnya sedikit mendekat, mencium aroma maskulin yang menempel di tubuh Tuan Marco. Wewangian segar dan badan atletis pria itu selalu membuat darahnya berdesir. Pelanggan seperti ini, bersih dan menarik, selalu mampu menyalakan semangat Wanda. Bahkan bayaran pun terasa bukan masalah.
“Kurang lebih tiga tahun, Om,” jawabnya pelan, jari-jemarinya berani menyentuh bibir tebal sang pria. Tuan Marco mengerutkan kening, matanya menyelidik.
“Kenapa? Orang tua kamu tak bisa memenuhi kebutuhanmu? Kamu masih muda, ya? Kukira umurmu sekitar dua puluh tahun. Benar begitu?” Nada bicaranya menahan sedikit sinis, tapi ada juga rasa ingin tahu yang sulit disembunyikan.
Wanda menatap Tuan Marco dengan mata berkilat, meskipun hatinya bergetar di balik keberanian itu.
"Orang tuaku sudah meninggal dunia, Om. Aku dan adikku masih sekolah," ujarnya pelan, suara sedikit bergetar.
"Adikku sekarang duduk di SMA, sedangkan aku sudah semester empat kuliah."
Tuan Marco tersenyum tipis, matanya menyapu tubuh Wanda. Ia melihat bagaimana Wanda dengan cekatan melepas celananya, hanya menyisakan boxer yang menutupi bagian tubuhnya. Kemeja yang tadi dipakai juga sudah tergelatak di lantai, bukti bahwa Wanda tahu benar bagaimana ‘melayani’ tamunya.
"Waktu aku dua puluh satu tahun, Om," Wanda melirik dengan setengah mata yang mengedip nakal.
"Om tertarik menjadikan aku istri simpanan?" Tuan Marco tertawa lepas, suaranya menggelegar di ruangan.
"Hahaha, kita lihat saja nanti. Asal kamu cukup pintar melayani aku di ranjang."
Wanda menarik napas dalam, lalu perlahan mulai bergerak menjalankan peran yang harus ia lakoni, tanpa meninggalkan keraguan sedikit pun.
Wanda menarik nafas panjang, menatap Tuan Marco dengan mata penuh keyakinan.
"Bersiaplah, Om. Aku nggak pernah bikin pelanggan kecewa," katanya sambil merapikan lipatan pakaian yang dikenakannya. Tuan Marco duduk tegak, sorot matanya menyimpan antisipasi yang jelas terlihat. Wanda perlahan mendekat, duduk lebih dekat, suaranya menurun jadi lebih pelan.
"Seperti yang Om tahu, aku memang lagi butuh uang," bisiknya sambil menghela napas berat, matanya menatap lurus ke depan.
"Aku harus bisa biayain diri sendiri, juga adikku."
Obrolan mereka mulai masuk ke hal-hal yang lebih serius, Tuan Marco sesekali mengangguk, sesekali mengelus dagunya. Ia memberikan nasihat yang membuat Wanda merasa ada seseorang yang benar-benar mengerti beban yang ia pikul. Secara perlahan, dada Wanda terasa lebih ringan, dan senyum tipis mengembang di bibirnya, rasa dihargai yang sudah lama ia rindukan.
Di balik tirai kamar mewah hotel berbintang itu, Wanda terbaring bagai boneka yang digenggam oleh tangan tuannya. Pria yang berani membayar mahal untuk satu malam, meliriknya seolah hanya sekadar barang dagangan.
Wanda tahu, harga itu bukan main semua berkat maminya yang lihai mencarikan pelanggan untuk menemani gelap malamnya. Biasanya, mereka adalah pria-pria kesepian, yang jauh dari istri atau kekasihnya. Ada pula duda dan pemuda belum menikah, yang datang mencari pelipur lara dalam sosok wanita seperti Wanda.
Wanda sendiri tak ingat pasti kapan atau bagaimana ia terperosok ke dunia itu. Seperti kupu-kupu malam yang terus terbang dalam bayang-bayang, ia menukarkan tubuh dan keahliannya demi segepok uang, menyembunyikan segalanya rapat-rapat dari adik dan teman-teman kuliahnya. Malam adalah panggung rahasianya, di mana wajah ceria berpadu dengan cerita pilu yang tak pernah ia bagi.
Wanda menundukkan kepala, nafasnya masih terengah-engah setelah berjuang mengikuti ritme Om Marcos yang tak kenal lelah. Pria tua itu bergerak dengan energi yang tampak tak habis-habis, walau usianya terpaut jauh darinya.
“Sedikit lagi, sayang! Om hampir sampai kok. Kamu bikin Om semangat terus,” kata Tuan Marcos sambil tetap bergerak cepat, wajahnya penuh gairah.
Wanda merasa otot-ototnya hampir melemah, tapi matanya tetap terfokus pada sosok lelaki gagah itu. Setelah beberapa menit, gerakan itu akhirnya berhenti dan Wanda terkulai lemas di atas kasur springbed, tubuhnya basah oleh keringat. Dia menarik napas dalam, matanya terpaku pada postur kuat Tuan Marcos yang masih berdiri di dekatnya.
“Jangan terus-terusan lihat Om kayak gitu, nanti kamu malah makin terpikat,” goda Tuan
Marcos sambil mengedipkan mata, melilitkan handuk putih hotel dengan santai di pinggangnya. Wanda menghembuskan napas, menarik selimut tebal hingga menutupi tubuhnya, mencoba mengembalikan ketenangan.
"Tidakkah ada minat untuk memelihara aku, om? Aku butuh sugar dedy untuk menghidupi diriku serta adikku," tawar Wanda terang-terangan.
"Maaf, sepertinya aku tidak ada minat untuk terikat dengan seorang wanita. Tapi jangan khawatir, manis! Hubungi aku jika kamu butuh. Aku bisa membantu kebutuhan kamu, bagaimana hem?" sahut tuan Marcos akhirnya. Pria itu mencubit dagu Wanda. Wanda cemberut menunjukkan kekesalannya..
"Aku tidak ingin berhutang budi dengan om Marcos. Harus ada barter untuk mendapatkan uang. Om Marcos membutuhkan jasaku dan aku butuh uang untuk kebutuhan ku," terang Wanda. Om Marcos terkekeh sambil menikmati minuman segar yang tadi sudah ia pesan di hotel itu.
"Baiklah! Setelah ini aku akan mencarimu untuk menemani ku di weekend. Sepertinya kamu bisa diandalkan untuk memberikan kenyamanan. Oke, minum dan makanlah! Kamu butuh energi," kata tuan Marcos.
Pria itu menuangkan botol wine yang berkualitas. Pria itu memberikannya pada Wanda. Wanda tanpa ragu menegaknya sampai habis. Tuan Marcos tersenyum lebar karena Wanda begitu patuh dengan nya.
"Om, setelah ini biarkan aku yang mengambil inisiatif. Om Marcos, nikmati saja suasana malam ini, bagaimana?" ucap Wanda.
Wanita itu kembali duduk di kedua paha tuan Marcos dan lagi-lagi ingin menggoda pria itu. Tuan Marcos menyuruh Wanda duduk sendiri di sebelah nya.
"Jangan buru-buru. Minum dan makanlah yang kenyang! Setelah itu tunjukkan kalau kamu memang bisa membuat malam ini menyenangkan," kata tuan Marcos.
Pria itu mengambil rokok dan macisnya menuju balkon kamar hotel itu. Pria itu menikmati rokoknya seraya menatap jauh dari gedung tinggi hotel berbintang itu.
Tuan Marcos menghela napas panjang, matanya menatap kosong ke ujung rokok yang membara di tangannya.
“Seandainya istriku masih ada,” gumamnya pelan, suara seraknya menahan penyesalan, “mungkin aku tak akan pernah kenal Wanda.”
kau ini punya kekuatan super, yaaakk?!
keren, buku baru teroooss!!🤣💪